Kamis, 06 Oktober 2016

HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA IKAN NILA



HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA IKAN NILA

1.  Latar Belakang
Serangan penyakit jarang ditemukan mewabah secara besar-besaran dalam budidaya ikan nila. Kalau pun ada, hanya berupa serangan lokal. Namun pembudidaya tetap harus berhati-hati. Karena penyakit ikan nila bukan tidak mungkin datang mengganggu.
Kondisi paling rentan terhadap serangan hama dan penyakit biasanya terjadi pada fase pembenihan ikan nila, dari penetasan hingga pendederan. Penyakit ikan nila bisa ditularkan lewat aliran air, udara dan kontak langsung. Atau, terjadi karena kondisi lingkungan yang buruk.
Pengobatan hama dan penyakit pada ikan cukup menyita sumber daya dan biayanya mahal. Oleh karena itu, pencegahan harus lebih diutamakan dibanding pengobatan. Dilihat dari segi ekonomi tindakan pencegahan lebih efesien.

2. Pencegahan Hama dan Penyakit Ikan Nila
Pencegahan merupakan langkah yang paling efektif untuk menekan resiko hama dan penyakit ikan nila. Karena bila hama dan penyakit sudah menyerang, ongkos penanggulangannya akan lebih besar.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah serangan hama dan penyakit ikan nila, diantaranya:
·       Pengolahan dasar kolam, yaitu pengeringan, pengapuran dan pemupukan. Pengeringan dilakukan dengan menjemur dasar kolam setiap kali hendak memulai budidaya. Sinar matahari bisa membunuh sebagian besar hama dan penyakit yang mungkin ada pada periode budidaya sebelumnya. Pengapuran dasar kolam juga membantu mematikan sebagian penyakit.
·       Memasang filter atau saringan pada pintu pemasukan air untuk mencegah sebagian hama dan vektor pembawa penyakit masuk ke dalam kolam.
·       Lakukan secara rutin pemberantasan hama secara mekanis (diambil atau dibunuh) dan pemberantasan hama secara biologis (mempertahankan predator alami hama). Apabila hama tetap membandel bisa dipertimbangkan menggunakan obat-obatan kimia.
Gunakan bibit ikan nila unggul yang tahan terhadap penyakit. Bibit sebaiknya didapatkan dari sumber terpercaya, seperti litbang-litbang perikanan.
·       Mengurangi kepadatan ikan agar tidak terjadi kontak antar ikan secara langsung. Dengan jarangnya populasi, kadar oksigen terlarut dalam air kolam akan lebih banyak.
·       Berikan pakan dengan takaran yang tepat untuk menghindari terjadinya penumpukan sisa pakan dalam kolam. Sisa pakan akan membusuk sehingga menurunkan kualitas lingkungan kolam dan menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit.
·       Lakukan penanganan ikan secara hati-hati pada saat penebaran atau pemindahan antar kolam, agar ikan tidak terluka yang memicu infeksi penyakit.
Apabila langkah pencegahan sudah dilakukan dan hama penyakit tetap muncul, baru lakukan pemberantasan hama dan pengobatan penyakit dengan menggunakan obat-obatan kimia. Yang perlu diingat, pemberian bahan kimia akan mendatangkan efek samping lain. Pengobatan penyakit bisa dilakukan dengan memberikan bahan kimia pada kolam, merendam ikan yang sakit, mencampur obat dengan pakan, atau memberikan obat secara langsung pada tubuh ikan.

3. Hama Ikan Nila
Hama yang memangsa ikan nila tidak jauh berbeda dengan hama ikan air tawar  lainnya. Beberapa hama ikan nila yang paling sering dijumpai dan mempunyai efek mematikan diantaranya:
3.1. Notonecta
Masyarakat Jawa Barat menyebutnya bebeasan (menyerupai beras) karena terdapat bintik putih seperti beras. Hama ini menyerang benih ikan yang masih kecil. Upaya pencegahannya cukup sulit. Bila jumlahnya sudah terlalu banyak, hama ini bisa diberantas dengan menyiramkan minyak tanah pada kolam. Jumlah minyak tanah yang diperlukan 5 liter tiap 1000 m2 luas kolam. Cara ini cukup efektif menekan populasi notonecta.
3.2. Larva Cybister
Hama ini dikenal dengan nama ucrit, lebih mematikan dibanding notonecta. Warnanya kehijauan dan dapat bergerak dengan cepat. Bagian depan terdapat taring untuk menjepit mangsa, sedangkan di bagian belakangnya terdapat sengatan. Ucrit biasanya menyerang benih ikan.
Ucrit menyukai lingkungan kolam yang banyak mengandung material organik. Untuk mencegahnya, bersihkan kolam secara rutin dari gulma dan sampah organik. Bila sudah dewasa akan bermetamorfosis menjadi kumbang yang bisa meloncat antar kolam. Bahan kimia yang mematikan bagi ucrit, akan mematikan juga bagi benih ikan nila. Oleh karena itu, hama ucrit hanya dianjurkan untuk diberantas secara mekanis dan mengefektifkan pencegahan.

4. Penyakit Ikan Nila
Ikan nila bisa dikatakan relatif tahan terhadap penyakit. Hingga saat ini belum pernah ditemukan wabah penyakit secara besar-besaran yang menyerang ikan nila. Tidak seperti budidaya ikan mas, yang sering dilanda wabah.
Secara umum, terdapat dua tipe penyakit ikan nila, yakni penyakit infeksi atau penyakit menular, dan penyakit non-infeksi yaitu disebabkan oleh kondisi lingkungan yang buruk. Berikut ini beberapa penyakit ikan nila dari jenis penyakit infeksi yang sering dijumpai:
·       Trichodina sp. Jenis mikroorganisme yang menjadi parasit pada ikan air tawar maupun ikan air laut. Parasit ini biasanya menyerang bagian luar seperti kulit, sirip dan insang. Tandanya terlihat luka pada organ-organ yang diserang. Bisa dicegah dengan menjaga sanitasi kolam dan memasang filter air atau bak pengendapan pada instalasi pengairan kolam. Pengobatan bisa dilakukan dengan merendam ikan yang sakit dalam larutan garam (NaCl) sebanyak 500-1000 mg/liter selama 24 jam. Atau dengan larutan formalin sebanyak 25 mg/liter.
·       Saprolegniasis. Penyakit yang disebabkan oleh sejenis jamur. Biasanya menyerang telur, larva dan benih ikan. Bagian tubuh yang diserang organ-organ luar. Penampakan penyakit ini seperti benang halus berwarna putih atau putih kecoklatan. Pengobatan dilakukan dengan merendam telur atau ikan yang terserang dalam larutan malachite green 1 mg/liter selama 1 jam, atau larutan formalin 200-300 mg/liter selama 1-3 jam, atau NaCl 5 gram/liter selama 15 menit.
·       Epistylis spp. Parasit ini umumnya menyerang organ-organ bagian luar seperti kulit, insang dan sirip. Ciri-ciri ikan yang terserang bagian insangnya berwarna merah kecoklatan, ikan sukar bernapas, gerakan lambat, dan pertumbuhannya terhambat. Penularan penyakit terjadi karena kontak langsung dengan ikan yang sakit. Pencegahannya dengan mengurangi padat tebar ikan. Pengobatannya dengan merendam ikan dalam larutan formalin 200 mg/liter selama 40 menit, atau KMnO4 20 mg/liter selama 15-20 menit.
·       Bercak merah. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Aeromonas dan Pseudomonas. Menyerang organ bagian dalam dan luar. Ciri-cirinya ada pendarahan pada bagian tubuh yang terserang, sisik terkelupas, perut membusung. Bila menyerang kulit akan terlihat borok. Ikan terlihat lemah dan sering muncul ke permukaan kolam. Bila di bedah bagian dalamnya mengalami pendarahan pada hati, ginjal dan limpa. Pengobatan bisa dilakukan dengan cara menyuntik, perendaman atau dengan mencampur obat pada pakan. Obat perendaman kaliumpermanganat 10-20 mg/liter selama 30-60 menit. Penyuntikan dengan tetramysin 0,05 ml per 100 gram bobot ikan atau kanamysin 20-40 mg/kg bobot ikan. Pencampuran pada pakan dengan oxytetracylin 50mg/kg pakan, diberikan setiap hari selama 7-10 hari.
Sedangkan penyakit non-infeksi yang banyak ditemukan dalam budidaya ikan nila disebabkan oleh:
·       Kualitas air. Kualitas air yang buruk membahayakan perkembangan ikan. Oleh karena itu kualitas air harus terus dipantau. Pastikan saluran masuk dan keluar tetap lancar. Bila air disirkulasikan untuk beberapa kolam, penggunaan bak penyaringan air lebih direkomendasikan. Air yang berkualitas akan membuat ikan selalu berada dalam kondisi bugar dan sehat.
·       Pakan.
Pemberian pakan harus tepat jenis dan takaran. Pakan yang tersisa akan mengendap di dasar kolam, menurunkan kualitas air dan menimbulkan gas-gas berbahaya bagi ikan.
·       Keracunan.
Keracunan pada ikan biasanya disebabkan oleh pemberian pakan yang salah, misalnya pakan kadaluarsa. Bisa juga disebabkan oleh adanya senyawa beracun dalam kolam, seperti H2S yang timbul dari pembusukan material organik di dasar kolam. Atau, polutan berbahaya yang terbawa dari sumber air.
·       Penanganan ikan.
Dalam menangani ikan usahakan secara hari-hati. Misalnya saat penebaran atau pemindahan kolam, jangan sampai tubuh ikan terluka karena jaring atau benda keras lainnya. Luka pada tubuh ikan akan memicu penyakit.
·       Genetis.
Gunakan selalu benih ikan yang baik. Penyakit juga bisa disebabkan oleh keturunan. Misalnya, bentuk tubuh ikan yang tidak sempurna atau cacat.


















Senin, 26 September 2016

“ PEMIJAHAN IKAN LELE (Clarias gariepinus)”



“ PEMIJAHAN IKAN LELE (Clarias gariepinus)”

1.  Latar Belakang
Nama Lele Dumbo di Indonesia pertama kali muncul pada akhir tahun 1985. Tadinya ikan jenis lele ini dimasukkan ke Indonesia oleh sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang Perikanan sebagai ikan hias. Namun, dalam perkembangan selanjutnya entah bagaimana caranya Lele Dumbo itu muncul dan tenar sebagai ikan konsumsi. Begitu cepat populernya Lele Dumbo ini sehingga membuat pengusaha kewalahan dalam menyediakan benih-benih yang dipesan oleh para petani lele. Tidak sampai di situ saja hebatnya nama lele Dumbo ini, karena ternyata kemunculannya seakan-akan menenggelamkan nama-nama ikan budidaya lainnya. Dari satu daerah ke daerah lain nama Lele Dumbo dikenal. Dan sekarang ini Lele Dumbo sudah dikenal di seluruh Indonesia.Memang banyak segi keunggulan ikan jenis ini bila dibandingkan dengan ikan lele lokal. Siapa yang tidak angkat topi atau salut melihat pesatnya pertumbuhan lele dumbo ini. Dalam waktu yang relative singkat lele dumbo ini sudah dapat dikonsumsi. Lebih kurang dua sampai tiga bulan lele dumbo sudah dapat mencapai ukuran berat 0,5 kg. sedangkan bagi ikan lele lokal untuk mencapai ukuran seperti itu diperlukan waktu yang cukup lama yakni kurang satu tahun. Itupun kalau dipelihara dengan baik.
Sebelum kita membicarakan masalah pemeliharaannya, perlu kita ketahui secara umum tentang asal mula lele dumbo ini. Ada beberapa nama yang sempat disandang lele dumbo ini sebelum resmi memakai nama Dumbo. Begitu juga mengenai nama ilmiahnya sempat membingungkan para ahli perikanan.
Ikan Lele ini sebelum digelari sebagai lele dumbo rupanya dikenal sebagai Giant catfish alias king catfish atau bila diartikan ke dalam bahasa kita sehari-hari disebut sebagi raja/raksasa ikan lele. Mungkin karena bentuknya besar dan panjang maka orang mengasosiasikan ikan jenis baru ini dengan raksasa. Nama ini sempat tersebar di kalangan petani pada saat itu. Dari mulut kemulut tersebar begitu cepat, dan entah bagaimana tahu-tahu Menteri Penerangan melalui TVRI pada masa itu mengumumkan bahwa ikan lele ini bernama Lele Dumbo. hal ini pernah ditanyakan kepada salah satu Direktur Perusahaan yang bergerak dalam perikanan, beliau mengatakan bahwa nama Dumbo tersebut berasal dari bahasa Inggris Jumbo yang artinya besar.
Mengapa jumbo diucapkan dumbo? Ini mungkin karena lidah kita agak sulit mengucapkan kata jumbo, sehingga ketika diucapkan kedengarannya dumbo. Dan begitulah akhirnya ditulis dengan kata dumbo saja. Namun karena pada waktu itu kedengaran diucapkan seperti dumbo, yah jadilah nama ikan lele tersebut dumbo, dan itulah yang kita kenal sekarang ini.
Bagaimana sekarang nama ilmiah Lele Dumbo ini? Sama saja halnya dengan nama dumbo tadi, nama ilmiah lele dumbo ini sempat membingungkan para ahli Perikanan. Boleh dikatakan bahwa nama ilmiah yang diberikan adalah salah. Tapi karena para ahli pada waktu itu baru mulai memperbincangkannya sedangkan nama ilmiahnya sudah ada, maka nama ilmiah tersebut terus disandang/dipakai sampai sekarang ini.
Semula pada waktu Lele Dumbo ini tiba di Indonesia sedah berinisial atau bernama ilmiah Clarias fuscus. Tapi pertengahan tahun 1986, nama ilmiah tersebut diuabh menjadi Clarias gariepinus. Inilah yang membuat banyak orang bingung. Mengapa nama ilmiah dari Clarias fuscus diganti dengan Clarias gariepinus?
Menurut W.J.A.R. Viveen dkk, di Afrika ada 4 spesies atau jenis ikan lele yang dominan yakni : Clarias mossambicus, Clarias seneglensis, Clarias lazera, dan Clarias gariepinus. Sebenarnya keempat spesies ini mempunyai perbedaan tapi tidak begitu menyolok. Yang berbeda hanya daerah sebenarnya saja. Tapi oleh salah seorang ahli bernama Burchell (1992) keempat spesies ini dilebur menjadi satu species yakni Clarias gariepinus.
2.  Biologi Ikan Lele
Nama ilmiah Clarias fuscus yang tadinya diberikan pada lele dumbo ternyata dikatakan kurang tepat, karena warna maupun ukuran lele dumbo, tidak mirip dengan lele Clarias fuscus. Oleh sebab itu BBAT  menyimpulkan Lele Dumbo ini lebih tepat disebut sebagai Clarias gariepinus. Maka lengkaplah sudah, dan ikan lele jenis ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

3. Klasifikasi
v  Phylum      : Chordata (bangsa hewan yang bertulang belakang)
v  Klass         : Pisces (bernafas dengan insang)
v  Sub Kelas  : Teleostei (bertulang keras)
v  Ordo          : Ostariopysi
v  Sub Ordo  : Siluroidea (bentuk memanjang dan tidak bersisik)
v  Famili                     : Clariidae (mempunyai bentuk kepala yang gepeng dan
                           Mempunyai alat pernafasan tambahan.
v  Genus        : Clarias
v  Species      : Clarias gariepinus

4. Habitat dan Tingkah Laku
            Ikan  lele di alam hidup ini di sungai-sungai terutama di daerah dataran rendah bahkan mampu hidup diperairan payau. Ia lebih menyukai tempat yang gelap, agak dalam, perairan yang tenang (tidak terlalu deras) dan aktif pada malam hari. Bisa hidup di air tergenang bahkan pada lingkungan perairan yang kotor. Ikan lele dapat disebut juga “ Walking Catfish” karena dapat merayap didarat. Memiliki alat pernafasan tambahan ssehingga mamapu memanfaatkan atau menghirup oksigen langsung dari udara.

5. Kebiasaan Makan dan Makanannya
            Lele tergolong jenis ikan pemakan segala macam seperti cacing, serangga, udang-udangan dan lain-lain. Yang lebih disukai adalah bahan organik yang membusuk sebagai makanannya, oleh kerena itu sering digolongkan sebagai jenis ikan Scevengers. Untuk usaha budidaya, makanan tambahan (adding food) atau makanan buatan (artificial food) yang bernilai protein tinggi terutama yang berasal dari hewan sangat diperlukan. Kebiasaan makan ikan lele di alam adalah pada malam hari dan mencari makan di dasar kolam.

6.  Pembenihan ikan lele Dumbo
6.1. Seleksi induk
            Induk untuk pemijahan dipilih yang benar-benar telah matang telur dan siap memijah. Pemilihan induk matang telur itu memerlukan keterampilan khusus dari seorang pembudidaya. Secara umum, ciri-ciri induk lele lokal yang siap dipijahkan adalah sebagai berikut:
a.    Induk Jantan
·       Umur minimal 10 bulan
·       Berat rata-rata 150-250 gram
·       Geran lincah
·       Badan sehat dan tidak cacat
·       Alat kelamin tampak jelas meruncing
·       Warna tubuh lebih gelap
·       Tulang kepala agak mendatar
·       Kepala kecil
·       Kulit lebih kasar
b.   Induk Betina
·       Umur lebih dari 1 tahun
·       Berat rata-rata 150-250 gram
·       Gerakan lembat
·       Warna tubuh lebih cerah
·       Bentuk alat kelamin bulat telur, terletak di dekat lubang dubur
·       Bentuk kepala agak cembung
·       Perut lembek
·       Kepala agak besar
·       Kulit lebih halus

6.2. Persiapan Kolam
            Kolam yang digunakan berupa bak/ kolam tembok berukuran 2 x 1 x 0,5 m, pada salah satu sudut atau sisi bak dibuatkan sarang untuk bertelur berupa kakaban. Untuk tempat menempel telur.
Sebelum pemijahan, bak dikeringkan dan dibersihkan dari kotoran untuk membunuh bibit-bibit penyakit. Selanjutnya bak diisi air bersih setinggi 15-20 cm. induk yang akan akan dipijahkan dari lele yang telah matang kelamin.

6.3. Sumber Air
Untuk mengairi bak pemijahan itu sebaiknya dipakai air yang bersih dan tidak tercemar. Air yang dikotori oleh limbah industri sama sekali tidak dipakai untuk mengairi bak pemijahan itu, sebab selalu ada bahaya keracunana oleh bahan-bahan kimia.
Bila dipakai air sungai yang keruh karena bahan tanah yang tererosi, maka air tersebut harus disaring dengan sand filter (saringan pasir) atau diendapkan selama 2 hari dalam bak pengendapan sebelum air itu dimasukkan kedalam bak pemijahan.
Apabila dipakai air sumur, maka air itu perlu diukur pH-nya, sebab kerap kali air sumur bersifat asam (pH rendah) (Moch. Soetomo, 1987).
           
6.4. Pemijahan
Adapun teknik pemijahan lele dumbo secara alami dan buatan adalah sebagai berikut.
a. Pemijhan alami
Pemijahan secara alami adalah pemijahan yang dilakukan dialam terbuka sesuai dengan sifat hidupnya tanpa perlakuan dan bantuan manusia.
b.  Pemijahan secara buatan.
Pemijahan secara buatan dilakukan dengan merangsang ikan lele untuk memijah atau terjadi ovulasi dengan suntikan ekstra kelenjar hypofisa.

6.5. Penetasan Telur
Penetasan secara buatan dilakukan di bak fibre yang berukuran 2 x 1 x 0,3 m dan ketinggian air sekitar 30-40 cm. biasanya telur-telur akan menetas selama 1-2 hari selama pemijahan. (Heru Susanto, 1988).

6.6. Pemeliharaan Larva
Beberapa hari setelah menetas, larva dapt diberi makan berupa larutan kuning telur ayam yang sudah direbus atau dapat berupa makanan hidup seperti cacing sutera, daphnia dan lain sebaginya. Pemberian makanan ini biasanya larva sudah siap ditebar dalam kolam pendederan (Usni Arie, 1999).

6.7. Hama dan Penyakit
6.7.1. Hama
            yang dimaksud hama adalah binatang-binatang yang menyebabkan matinya atau hilangnya ikan karena dimakan atau dirusak tubuhnya. Hama yang dimaksud adalah binatang-binatang yang agak besar ukurannya, jadi beda dengan penyakit yang menyebabkan suatu gejala penyakit (Dra. Ny. S. Rachmatun Suyanto, 2000).
            Adapun hama yang biasanya menyerang ikan lele adalh binatang-binatang seperti ular dan ikan gabus. Cara pemberantasan yang peling efektif adalah secara mekanis atau membunuhnya langsung jika hama tersebut diketemukan.
6.7.2. Penyakit
Adapun jenis-jenis penyakit yang diketahui menyerang ikan lele adalah :
·      Bintik Putih
Penyakit ini disebabakan oleh protozoa (binatang bersel satu) Ichtyopthirius multifiliis. Gejala yang timbul berupa bintik-bintik putih pada permukaan kulit dan juga insang lele.
            Penyakit ini timbul pada bak pemeliharaan karena airnya tidak mengalir, tapi pada kolam yang airnya mengalir, penyakit ini jarang terjadi pencegahan. Beberapa obat yang dapat dipakai untuk mengobati penyakit bintik putih ialah : Malachyte green, Dosis yang dipakai adalah 1 gram (berupa serbuk) untuk air kolam 10 m2 . pengobatan diulang selama 2 hari ; dalam 10 hari, ikan yang sakit akan sembuh. Formalin, ikan yang terkena penyakit bintik putih dapat diobati dengan cara direndam selama 24 jam dalam larutan formalin dengan dosis 1 cc untuk tiap 15 ltr air. Kemudian air bekas perendaman diganti dengan air yang bersih. Pengobatan ini dilakukan setiap hari sampai penyakitnya hilang. Garam dapur, larutan garam dapur sebanyak 30 mg/ lt air dengan waktu perendaman selama 1 menit dan dilakukan setiap hari sampai penyakitnya hilang.
·      Jamur
Jamur yang bisa menyerang adalah jamur Saprolegnia dan Achlya. Ciri-ciri adanya jamur lerlihat sebagi serabut putih seperti kapas yang tumbuh pada bagian tubuh ikan yang terkena luka. Jamur ini tumbuh pada ikan-ikan yang sebelumnya memang sudah menderita luka-luka, lemah, sakit, atau pada ikan yang sudah mati. Jamur juga menyerang telur ikan yang gagal menetas, dan kemudian menulari telur-telur lain yang sehat. Ikan diperlakukan kurang cermat waktu penangkapan, sering menderita luka-luka yang kemudian terserang jamur.
Ikan yang disebabkan oleh jamur dapat diobati dengan direndam larutan kalium pemangat sebanyak 1 gram / 100 liter selama 60-90 menit (Suyanto, Rachmatun. 2000).

6.8.  Pemanenan
Setelah benih berukuran 1 minggu, benih sudah siap untuk di panen. Pemanenan ini tidak begitu sulit, cukup dengan mengeluarkan air dari bak pemeliharaan larva itu dengan menggunakan selang yang diberi saringan halus sampai airnya surut. Maka dengan sendirinya benih lele gtersebut akan berkumpul di dalam cekungan di dasar bak yang masih sedikit berair. Maka dengan mudah larva ditangkap dengan seser.