BUDIDAYA IKAN BAWAL PUTIH
1. Latar
Belakang
Ikan bawal putih memiliki nama latin
Pampus Argenteus. Dilihat asal
usulnya, ikan bawal ini bukanlah asli Indonesia, tetapi berasal dari negeri
Samba, Brazil. Ikan ini dibawa ke Indonesia oleh para importis ikan hias dari
Singapura dan Brazil pada tahun 1980. Selain ke Indonesia, ikan bawal pun sudah
tersebar hampir ke seluruh penjuru dunia. Di setiap negara, ikan ini mempunyai
nama yang berlainan (Bangsa, 2012).
Bentuk badan pipih dengan badannya yang tinggi
sehingga hampir menyerupai bentuk belah ketupat. Ikan bawal ini merupakan ikan
herbivor yang cenderung bersifat omnivor, selain suka melahap tumbuhan air juga
suka memakan udang ataupun ikan-ikan kecil dan hewan air lainnya (Nelson,
1984). Ikan bawal putih merupakan jjenis ikan yang habitatnya dari air laut.
Pada umumnya ikan bawal putih memiliki bobot 500 gram, namun ada juga yang
mencapai bobot 1,5 hingga 2 kg per ekor (Junianto, 2011).
Ikan bawal putih melimpah pada musim barat dan
puncak musim ikan bawal putih bertepatan dengan puncak musim hujan atau mangsa
ke 5 – 7. Ikan bawal putih ditangkap dengan jaring insang dasar. Musim panen
bawal putih sering kali terkendala tingginya gelombang laut di Samudera
Indonesia pada Oktober-Desember yang rata – rata mencapai tiga meter. Ikan
bawal putih hidup bergerombol di dasar perairan atau kolom air perairan dekat
pantai sampai kedalaman 100 m, makanan ikan ini berupa ikan ikan kecil.
Munculnya jenis ikan ini juga berkaitan dengan adanya penyuburan daerah pantai
seiring datangnya musim hujan (Partosuwiryo, 2008).
2. Klasifikasi Ikan
Bawal Putih
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Bramidae
Genus
: Pampus
Spesies
: Pampus argenteus
3. Pemilihan Lokasi
Budidaya
Lokasi budidaya
yang dipilih sebagai kawasan untuk pengembangan budidaya ikan sistem KJA dengan
memperhatikan daya dukungnya. Pemilihan lokasi budidaya juga harus memenuhi
kebutuhan faktor fisik, kimiawi dan kualitas air yang dibutuhkan komoditi
budidaya serta salinitas yang sesuai. Pemanfaatan daerah perairan untuk
kegiatan budidaya ikan sistem KJA harus dilakukan secara rasional dan tetap
mengacu pada tata ruang yang telah ditentukan serta kondisi sumber daya dan
daya dukung perairannya dengan maksud untuk menjaga kelestarian lingkungan dan
mempertahankan fungsi utama daerah perairan. Pembagian zonasi untuk perairan
secara umum dilakukan dengan mengacu pada kondisi lingkungan fisik, sifat
kehidupan dan penyebaran populasi ikan dalam usahanya mengelola perikanan yang
terpadu dan lestari (Rahardjo, 2010).
Salah satu
penyebab kematian massal ikan budidaya adalah penurunan tinggi muka air.
Apabila tinggi muka air menurun maka jarak karamba jaring apung dengan dasar
menjadi lebih dekat, akibatnya ikan budidaya semakin mendekati lapisan
hipolimnion yang reduktif. Sementara kedalaman perairan dangkal, sehingga jarak
KJA dan dasar menjadi semakin dekat. Akibatnya kolom air yang reduktif semakin
mendekati KJA. Kolom air menjadi anoksik atau lapisan anoksik telah mencapai
permukaan sehingga dapat disebutkan bahwa penyebab kematian massal karena
kekurangan oksigen dan tingginya konsentrasi zat toksik (H2S). Sebaiknya pada
saat tinggi muka air minimum, padat tebar ikan di KJA dikurangi atau ikan
budidaya diganti dengan jenis yang lebih toleran terhadap konsentrasi DO yang
rendah. Kegiatan budaya ikan sistem KJA di perairan, kedalaman air disyaratkan
minimal 5 meter pada jalur yang berarus horizontal. Kedalaman tersebut untuk
menghindari pengaruh langsung kualitas air yang jelek dari dasar perairan
(Rahardjo, 2010).
PERSIAPAN
BUDIDAYA
1. Persiapan KJA (Keramba Jaring Apung)
KJA (Keramba
Jaring Apung) yang terbuat dari bambu dengan pelampung polystyrene foam
merupakan KJA yang paling ramah lingkungan dibandingkan dengan KJA lainnya.
Letak antara jaring apung sebaiknya berjarak 10–30 m agar arus air leluasa
membawa air segar ke dalam jaring-jaring tersebut. Untuk meningkatkan DO di
perairan menggunakan: 1). kincir yang dapat dipasang pada setiap unit KJA atau
pada satu lokasi KJA ; 2). pompa air yang dipancarkan dari atas dengan
penambahan oksigen murni yang diberikan pada saat oksigen
kritis (dini hari). Keramba jaring apung ganda/berlapis
dikembangkan dengan tujuan untuk mengurangi beban dari sisa pakan, yang dapat
mencemari perairan (Rahardjo, 2010).
Tempat
pemeliharaan pada tahap pendederan dengan menggunakan waring ukuran 3m x 1,2m x
1,5m dan jaring 3m x 1,2m x 1,5m mesh size ¾ inchi. Sedangkan untuk
penggelondongan menggunakan jaring 3m x 3m x 3m atau jaring 6m x 3m x 3m mesh
size 1¼ inchi dan tahap pembesaran menggunakan jaring 6m x 3m x 3m mesh size 1¼
– 2 inchi yang berada di Keramba Jaring Apung (KJA) 3X3 meter tiap lubangnya
(Anonim, 2010).
Penggantian dan
pembersihan jaring selama masa pemeliharaan mutlak harus dilakukan. Jaring yang
kotor akibat penempelan lumpur atau biota penempel seperti berbagi jenis
kerang, teritip dan tumbuh-tumbuhan, dapat menghambat sirkulasi air, pertukaran
air dan oksigen.
2.
Pemeliharaan
2.1.
Padat Tebar Benih
Bibit
yang ditebar dapat berbobot antara 25 - 50 gram atau 75 - 100 gram . Bibit
dewasa yang banyak dibeli para petani yang berbobot 150 - 200 gram, karena
bibit yang telah memiliki berat badan sebesar ini, cukup tahan terhadap kondisi
cuaca dan tempat. Sehingga risiko kematian ketika dalam lahan pembesaran
relatif sedikit. Namun harganya agak sedikit mahal, antara Rp 400,00 - Rp
500,00 per ekor. Untuk petani pemula, sebaiknya bibit yang sebesar ini karena
risikonya lebih kecil (Anonim, 2010).
Penebaran
benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Aklimatisasi perlu
dilakukan karena adanya perbedaan, suhu dan salinitas antara daerah asal benih
atau media transportasi dengan kondisi air tempat pemeliharaan. Apabila sistem
transportasi dengan menggunakan kantong plastik, maka aklimatisasi dilakukan
dengan membuka kantong plastik dan memasukkan air laut kedalam kantong sedikit
demi sedikit. Setelah suhu dan salinitas hampir sama maka benih dapat
ditebarkan. Untuk pengangkutan jarak pendek, aklimatisasi dilakukan dengan cara
menambahkan air laut sedikit demi sedikit kedalam wadah pengangkutan. Padat
tebar berkaitan erat dengan pertumbuhan dan angka kelulushidupan. Apabila
kepadatan terlalu tinggi pertumbuhannya lambat akibat adanya persaingan ruang,
oksigen dan pakan.
(Anonymous, 2009). Dengan cepatnya pertumbuhan benih
bawal putih maka kegiatan pemisahan ukuran (grading) dilakukan 3-4 hari sekali.
Di akhir pemeliharaan kepadatan benih ikan bawal putih dalam media pemeliharaan
mencapai 0,5 ekor/liter. Kelulushidupan (SR) benih di unit pendederan dapat
mencapai 80% yang berarti tingkat kematian ikan tidak terlau tinggi (Rustadi,
2011).
2.2. Pemberian Pakan
Pakan
yang diberikan harus memiliki nilai gizi yang cukup. Hal ini akan mempercepat
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan yang diberikan dapat berupa
pakan buatan ataupun pakan ikan rucah. Pada tahap awal pemeliharaan, frekuensi
pemberian pakan dilakukan 4-6 kali sehari. Selanjutnya pemberian pakan dapat
dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Pertumbuhan harian ikan
bawal bintang dengan menggunakan pakan buatan adalah sebesar 2,89 gram/hari,
sedangkan dengan pemberian pakan ikan rucah pertumbuhan hariannya sebesar 1,6
gram/hari. FCR yang diperoleh selama masa pemeliharaan 6 bulan dengan
menggunakan pakan buatan sebesar 1:2, sedangkan dengan menggunakan pakan ikan
rucah sebesar 1 : 7 (Anoymous, 2009).
2.3. Pengendalian Hama dan Penyakit
Ada dua cara
pengendalian hama dan penyakit yang bisa dilakukan, yaitu pencegahan dan
pengobatan. Pencegahan merupakan upaya untuk menjaga agar tidak terjadi
serangan, sedangkan pengobatan merupakan upaya untuk mengobati ikan-ikan yang
sakit agar sembuh. Dari kedua cara tersebut pencegahan merupakan cara yang
paling efektif dibanding pengobatan karena biayanya lebih murah dan tidak ada efek sampingan terhadap
ikan dan orang yang mengkonsumsi ikan.
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan adalah
menjaga kondisi ikan agar tetap sehat dan tidak stress, menjaga kondisi
lingkungan hidup agar sesuai kebutuhan ikan dan mengurangi kepadatan ikan untuk
mencegah kontak langsung antar ikan, menghindari terjadinya penurunan kadar
oksigen dalam air serta meningkatnya kadar NH, memberi pakan tambahan yang cukup, tetapi tidak
berlebihan dan mencegah terjadinya luka pada tubuh ikan
dengan penanganan yang baik lalu mencegah masuknya binatang pembawa penyakit,
seperti burung, siput dan lain-lain (Bangsa, 2012).
3. Panen
Budidaya ikan
bawal putih membutuhkan waktu 3 – 6
bulan untuk mencapai panen. Rentang waktu panen bisa diperpendek
dengan menggunakan benih dengan ukuran sedikit lebih besar. Dengan
penggunaan benih yang sudah berukuran 2 inchi atau lebih akan mempercepat masa
panen, yaitu 1 (satu) bulan sudah bisa dipanen. Ikan bawal putih sudah layak
panen jika telah memiliki bobot 500 – 1.000 gram/ekor dan panjang tubuh
maksimal mencapai 60 cm. Sebelum panen ikan bawal putih harus dipuasakan selama
1 – 3 hari agar ikan terbebas dari sisa bahan kimiawi selam proses pembesaran
dan bersih dari jamur serta parasit yang membahayakan bila dikonsumsi.
Pemanenan dilakukan dengan menggunakan jaring 6m x 3m x 3m dengan mesh size 1¼
– 2 inchi pada KJA (Keramba Jaring Apung).
Masa panen ikan
bawal putih dapat dilakukan dalam dua siklus hidup, yaitu pada masa larva dan
masa dewasa atau layak konsumsi. Pada panen larva dapat dilakukan pada umur 21
hari dengan menggunakan seser 500 mikron. Setelah panaen, dilakukan pemisahan
ukuran (grading) sebelum dipindahkan ke unit pendederan. Kelulushidupan (SR)
larva dapat mencapai 20%.
0 komentar:
Posting Komentar