Rabu, 20 Juli 2016

BUDIDAYA IKAN BAWAL PUTIH





BUDIDAYA IKAN BAWAL PUTIH




1. Latar Belakang
Ikan bawal putih  memiliki nama latin Pampus Argenteus. Dilihat asal usulnya, ikan bawal ini bukanlah asli Indonesia, tetapi berasal dari negeri Samba, Brazil. Ikan ini dibawa ke Indonesia oleh para importis ikan hias dari Singapura dan Brazil pada tahun 1980. Selain ke Indonesia, ikan bawal pun sudah tersebar hampir ke seluruh penjuru dunia. Di setiap negara, ikan ini mempunyai nama yang berlainan (Bangsa, 2012). 
Bentuk badan pipih dengan badannya yang tinggi sehingga hampir menyerupai bentuk belah ketupat. Ikan bawal ini merupakan ikan herbivor yang cenderung bersifat omnivor, selain suka melahap tumbuhan air juga suka memakan udang ataupun ikan-ikan kecil dan hewan air lainnya (Nelson, 1984). Ikan bawal putih merupakan jjenis ikan yang habitatnya dari air laut. Pada umumnya ikan bawal putih memiliki bobot 500 gram, namun ada juga yang mencapai  bobot 1,5 hingga 2  kg per ekor (Junianto, 2011).
Ikan bawal putih melimpah pada musim barat dan puncak musim ikan bawal putih bertepatan dengan puncak musim hujan atau mangsa ke 5 – 7. Ikan bawal putih ditangkap dengan jaring insang dasar. Musim panen bawal putih sering kali  terkendala tingginya gelombang laut di Samudera Indonesia pada Oktober-Desember yang rata – rata mencapai tiga meter. Ikan bawal putih hidup bergerombol di dasar perairan atau kolom air perairan dekat pantai sampai kedalaman 100 m, makanan ikan ini berupa ikan ikan kecil. Munculnya jenis ikan ini juga berkaitan dengan adanya penyuburan daerah pantai seiring datangnya musim hujan (Partosuwiryo, 2008).

2.    Klasifikasi Ikan Bawal Putih
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata                                                        
Subfilum         : Vertebrata
Kelas               : Actinopterygii
Ordo                : Perciformes
Famili              : Bramidae
Genus              : Pampus
Spesies            :  Pampus argenteus

3.    Pemilihan Lokasi Budidaya
Lokasi budidaya yang dipilih sebagai kawasan untuk pengembangan budidaya ikan sistem KJA dengan memperhatikan daya dukungnya. Pemilihan lokasi budidaya juga harus memenuhi kebutuhan faktor fisik, kimiawi dan kualitas air yang dibutuhkan komoditi budidaya serta salinitas yang sesuai. Pemanfaatan daerah perairan untuk kegiatan budidaya ikan sistem KJA harus dilakukan secara rasional dan tetap mengacu pada tata ruang yang telah ditentukan serta kondisi sumber daya dan daya dukung perairannya dengan maksud untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mempertahankan fungsi utama daerah perairan. Pembagian zonasi untuk perairan secara umum dilakukan dengan mengacu pada kondisi lingkungan fisik, sifat kehidupan dan penyebaran populasi ikan dalam usahanya mengelola perikanan yang terpadu dan lestari (Rahardjo, 2010).
Salah satu penyebab kematian massal ikan budidaya adalah penurunan tinggi muka air. Apabila tinggi muka air menurun maka jarak karamba jaring apung dengan dasar menjadi lebih dekat, akibatnya ikan budidaya semakin mendekati lapisan hipolimnion yang reduktif. Sementara kedalaman perairan dangkal, sehingga jarak KJA dan dasar menjadi semakin dekat. Akibatnya kolom air yang reduktif semakin mendekati KJA. Kolom air menjadi anoksik atau lapisan anoksik telah mencapai permukaan sehingga dapat disebutkan bahwa penyebab kematian massal karena kekurangan oksigen dan tingginya konsentrasi zat toksik (H2S). Sebaiknya pada saat tinggi muka air minimum, padat tebar ikan di KJA dikurangi atau ikan budidaya diganti dengan jenis yang lebih toleran terhadap konsentrasi DO yang rendah. Kegiatan budaya ikan sistem KJA di perairan, kedalaman air disyaratkan minimal 5 meter pada jalur yang berarus horizontal. Kedalaman tersebut untuk menghindari pengaruh langsung kualitas air yang jelek dari dasar perairan (Rahardjo, 2010).

PERSIAPAN BUDIDAYA
1.    Persiapan KJA (Keramba Jaring Apung)
KJA (Keramba Jaring Apung) yang terbuat dari bambu dengan pelampung polystyrene foam merupakan KJA yang paling ramah lingkungan dibandingkan dengan KJA lainnya. Letak antara jaring apung sebaiknya berjarak 10–30 m agar arus air leluasa membawa air segar ke dalam jaring-jaring tersebut. Untuk meningkatkan DO di perairan menggunakan: 1). kincir yang dapat dipasang pada setiap unit KJA atau pada satu lokasi KJA ; 2). pompa air yang dipancarkan dari atas dengan penambahan oksigen murni yang diberikan pada saat oksigen kritis (dini hari). Keramba jaring apung ganda/berlapis dikembangkan dengan tujuan untuk mengurangi beban dari sisa pakan, yang dapat mencemari perairan (Rahardjo, 2010).
Tempat pemeliharaan pada tahap pendederan dengan menggunakan waring ukuran 3m x 1,2m x 1,5m dan jaring 3m x 1,2m x 1,5m mesh size ¾ inchi. Sedangkan untuk penggelondongan menggunakan jaring 3m x 3m x 3m atau jaring 6m x 3m x 3m mesh size 1¼ inchi dan tahap pembesaran menggunakan jaring 6m x 3m x 3m mesh size 1¼ – 2 inchi yang berada di Keramba Jaring Apung (KJA) 3X3 meter tiap lubangnya (Anonim, 2010).
Penggantian dan pembersihan jaring selama masa pemeliharaan mutlak harus dilakukan. Jaring yang kotor akibat penempelan lumpur atau biota penempel seperti berbagi jenis kerang, teritip dan tumbuh-tumbuhan, dapat menghambat sirkulasi air, pertukaran air dan oksigen.
2. Pemeliharaan
2.1. Padat Tebar Benih
Bibit yang ditebar dapat berbobot antara 25 - 50 gram atau 75 - 100 gram . Bibit dewasa yang banyak dibeli para petani yang berbobot 150 - 200 gram, karena bibit yang telah memiliki berat badan sebesar ini, cukup tahan terhadap kondisi cuaca dan tempat. Sehingga risiko kematian ketika dalam lahan pembesaran relatif sedikit. Namun harganya agak sedikit mahal, antara Rp 400,00 - Rp 500,00 per ekor. Untuk petani pemula, sebaiknya bibit yang sebesar ini karena risikonya lebih kecil (Anonim, 2010).
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Aklimatisasi perlu dilakukan karena adanya perbedaan, suhu dan salinitas antara daerah asal benih atau media transportasi dengan kondisi air tempat pemeliharaan. Apabila sistem transportasi dengan menggunakan kantong plastik, maka aklimatisasi dilakukan dengan membuka kantong plastik dan memasukkan air laut kedalam kantong sedikit demi sedikit. Setelah suhu dan salinitas hampir sama maka benih dapat ditebarkan. Untuk pengangkutan jarak pendek, aklimatisasi dilakukan dengan cara menambahkan air laut sedikit demi sedikit kedalam wadah pengangkutan. Padat tebar berkaitan erat dengan pertumbuhan dan angka kelulushidupan. Apabila kepadatan terlalu tinggi pertumbuhannya lambat akibat adanya persaingan ruang, oksigen dan pakan. (Anonymous, 2009). Dengan cepatnya pertumbuhan benih bawal putih maka kegiatan pemisahan ukuran (grading) dilakukan 3-4 hari sekali. Di akhir pemeliharaan kepadatan benih ikan bawal putih dalam media pemeliharaan mencapai 0,5 ekor/liter. Kelulushidupan (SR) benih di unit pendederan dapat mencapai 80% yang berarti tingkat kematian ikan tidak terlau tinggi (Rustadi, 2011).
2.2. Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan harus memiliki nilai gizi yang cukup. Hal ini akan mempercepat pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan yang diberikan dapat berupa pakan buatan ataupun pakan ikan rucah. Pada tahap awal pemeliharaan, frekuensi pemberian pakan dilakukan 4-6 kali sehari. Selanjutnya pemberian pakan dapat dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Pertumbuhan harian ikan bawal bintang dengan menggunakan pakan buatan adalah sebesar 2,89 gram/hari, sedangkan dengan pemberian pakan ikan rucah pertumbuhan hariannya sebesar 1,6 gram/hari. FCR yang diperoleh selama masa pemeliharaan 6 bulan dengan menggunakan pakan buatan sebesar 1:2, sedangkan dengan menggunakan pakan ikan rucah sebesar 1 : 7 (Anoymous, 2009).
2.3. Pengendalian Hama dan Penyakit
Ada dua cara pengendalian hama dan penyakit yang bisa dilakukan, yaitu pencegahan dan pengobatan. Pencegahan merupakan upaya untuk menjaga agar tidak terjadi serangan, sedangkan pengobatan merupakan upaya untuk mengobati ikan-ikan yang sakit agar sembuh. Dari kedua cara tersebut pencegahan merupakan cara yang paling efektif dibanding pengobatan karena biayanya lebih murah dan tidak ada efek sampingan terhadap ikan dan orang yang mengkonsumsi ikan.
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan adalah menjaga kondisi ikan agar tetap sehat dan tidak stress, menjaga kondisi lingkungan hidup agar sesuai kebutuhan ikan dan mengurangi kepadatan ikan untuk mencegah kontak langsung antar ikan, menghindari terjadinya penurunan kadar oksigen dalam air serta meningkatnya kadar NH, memberi pakan tambahan yang cukup, tetapi tidak berlebihan dan mencegah terjadinya luka pada tubuh ikan dengan penanganan yang baik lalu mencegah masuknya binatang pembawa penyakit, seperti burung, siput dan lain-lain (Bangsa, 2012).

3.    Panen
Budidaya ikan bawal putih membutuhkan waktu 3 – 6 bulan untuk mencapai panen.  Rentang waktu panen bisa diperpendek dengan  menggunakan benih dengan ukuran sedikit lebih besar. Dengan penggunaan benih yang sudah berukuran 2 inchi atau lebih akan mempercepat masa panen, yaitu 1 (satu) bulan sudah bisa dipanen. Ikan bawal putih sudah layak panen jika telah memiliki bobot 500 – 1.000 gram/ekor dan panjang tubuh maksimal mencapai 60 cm. Sebelum panen ikan bawal putih harus dipuasakan selama 1 – 3 hari agar ikan terbebas dari sisa bahan kimiawi selam proses pembesaran dan bersih dari jamur serta parasit yang membahayakan bila dikonsumsi. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan jaring 6m x 3m x 3m dengan mesh size 1¼ – 2 inchi pada KJA (Keramba Jaring Apung).
Masa panen ikan bawal putih dapat dilakukan dalam dua siklus hidup, yaitu pada masa larva dan masa dewasa atau layak konsumsi. Pada panen larva dapat dilakukan pada umur 21 hari dengan menggunakan seser 500 mikron. Setelah panaen, dilakukan pemisahan ukuran (grading) sebelum dipindahkan ke unit pendederan. Kelulushidupan (SR) larva dapat mencapai 20%.


0 komentar:

Posting Komentar