Rabu, 27 Januari 2016

FASE- FASE KEMUNDURAN MUTU IKAN




FASE- FASE KEMUNDURAN MUTU IKAN

Menurut Nurjannah et al, (2004) fase-fase kemunduran mutu ikan adalah:
-       Tahap prerigor terjadi selama 2 jam setelah ikan dimatikan. Tahap ini ditandai dengan jaringan daging ikan yang mash lembut dan lentur serta adanya lapisan bening di keliling tubuh ikan yang terbentuk oleh peristiwa pelepasan lendir dan kelenjar bawah kulit.
-       Tahap Rigormortis terjadi selama10 jam setelah ikan dimatikan dengan daging yang kaku.
-       Nilai 5 merupakan ambang batas kesegaran ikan. Cirri-ciri ikan yang memiliki nilai 5 adalah sebagai berikut: bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan karena agak keruh. Insang menampakkan diskolorasi merah muda dan berlendir. Sayatan daging mulai pudar banyakkemerahan. Pada tulang belakang bau seperti bau asam, konsistensi agak lunak, mudah menyobek daging dari tulang belakang.
Proses perubahan ikan setelah mati terjadi karena aktivitas enzim, mikroorgnisme dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun.Penurunan tingkat kesegaran ikan ini terlihat dengan adanya perubahan fisik, kimia dan organoleptik pada ikan. Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan ini akhirnya ,mengarah pada pembusukan. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan adalah perubahan prerigor, rigor, aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan oksidasi.

Perubahan-Perubahan Ikan Setelah Mati
1. Aspek Fisik
Menurut Adawiyah (2007), kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan kondisi fisik, yaitu:
1.    Kenampakan luar : ikan yang masih segar mempunyai penampakan erah dan tidak suram.
2.    Lenturan daging ikan: daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan akan segera kembali ke bentuknya semula apabila di lepaskan.
3.    Keadaan mata: perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan nyata pada kecerahan matanya.
4.    Keadaan daging : kualitas ikan ditentukan oleh daging nikan yang masih segar dan berdaging kenyal. Jika ditekan dengan telunjuk maka bekasnya akan segera kembali.
5.    Keadaan insang : ikan yang masih segar berwarna merah.
Secara fisikawi daging ikan mula-mula akan kehilangan kelenturannya. Kemudian akan mengerut dan menjadi kaku lalu melemas lagi. Pada fase rigor, daging akan tampak kering karena kehilangan daya menahan air. Pada fase terakhir, struktur daging ikan sudah mengalami kerusakan (Hadiwiyoto, 1993)

Menurut Murniyati dan sunarman (2000), ikan yang elah mengalami pembusukan menampakkan cirri-ciri fisik yang dapat dikenali dari luar. Adapun yang membedakan antara iakn segar dan ikan busuk adalah pada ikan segar, mata Nampak bening, cerah, cembung dan menonjol. Sedangkan pada ikan busuk, berwarna pudar, berkerut, cekung dan tenggelam.

2. Biokimia
Menurut Adawiyah (2007), setelah ikan ditangkap dan dalam air ikan tidak langsung menjadi mati perubahan biokimia yang terjadi sebelum ikan menjadi kaku. Pada saat itu yang banyak mengalami perubahan adalah pembakaran ATP dan Kreatin fosfat yang akan menghasilkan tenaga.

Aktivitas enzim pada tubuh hewan setelah mati untuk beberapa saat masih aktif meskipun dalam aspek yang berbeda dengan saat masih hidup.Saat suplai oksigen ke jaringan bereaksi, maka reaksi enzimatis berlangsung dalam kondisi anaerobic.Kondisi ini berlangsung searah dimana pH daging ikan mendekati normal (Sumardi, 2000).

3.  Mikrobiologi
Proses pengawetan ikan dapat dilakukan secara biologis proses ini disebut proses isiling. Isiling sudah banyak digunakan untuk mengawetkan bahan-bahan alami secara mudah,sederhana dan aman serta akan memperbaiki sifat-sifat organoleptik bahan pangan (Suriawira 1995 dalam Rostini 2007)

Setelah ikan mati, mikroba-mikroba yang terdapat secara alamiah pada ikan khususnya bakteri aqkan tumbuh dengan cepat sekali sehingga ikan akan semakin cepat mengalami penurunan nmutu. Disamping ditemukan pada tubuh ikan sehingga penurunan mutu ikan akan dapat pula ditemukan pada tubuh ikan sehingga penurunan mutu ikan akan semakin cepat (Rahayu et al, 1999). Akibat serangan bakteri, ikan mengalami berbagai perubahan yaitu dari venolois menjadi pekat, bergetah, amis. Mata terbenam, pudar sinarnya serta insang berubah warna dengan susunan tidak teratur dan berbau busuk. Bakteri-bakteri tersebut menyerang tubuh ikan mulai dari insang atau luka yang terdapat pada kulit (Junianto, 2003)

Faktor yang Mempengaruhi Kemunduran Mutu Ikan
Menurut Adawiyah (2007), ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik. Semakin lala ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik, maka akan menurunkan kesegaran mutu ikan tersebut.

Factor-faktor intrinsik yaitu mempengaruhi mutu ikan tangkapan antara lain: lokasi tangkapan, musim, metode penangkapan atau yang lain sebagainya, penanganan ikan diatas kapal, kondisi kebersihan kapan penangkapan ikan, pemrosesan dan kondisi penyimpanan (Jica, 2008)

Menurut Sumardi,(2000) beberapa faktor yang mempengaruhi laju perubahan yang dikelompokkan menjadi dua faktor , yaitu :
a.  Faktor intrinsik
Spesies ikan, ukuran besar kecilnya, jenis kelamin dan tingkat kedewasaan.
b.  Faktor Ekstrinsik
Jenis alat tangkap, keadaan cuaca, letak geografi, cara handling.

Kerusakan Selama Penanganan Ikan
1.   Luka dan Memar
Memar yang dialami oleh bahan pangan yang disebabkan karena dipukul, tergantung atau tergencet.Ikan yang meronta sesat belum mati atau pedagang yang membanting ikan agar segera mati telah menyebabkan ikan mengalami memar.Semua upaya mematikan agar ikan mudah untuk disiangi. Bahan pangan yang memar akan menyebabkan peningkatan aktivitas enzim proteolitik (Afrianto, 2000)

Penyimpanan dalampeti-peti yang tepat adalah sebuah lapisan es kira-kira setebal 5 cm harus ditempatkan dibagian bawah peti, kontak langsung antara ikan dan peti harus dihindari. Peti tersebut tidak boleh di isi terlalu penuh karena dapat menyulitkan penyusunan ikan (Jica,2008)

 2.   Burst Belly
Menurut sintef (2006), Belly Bursting terjadi selama pemberian pakan yang berlebih dan jika parah keadaannya dapat membuat ikan tak layak di konsumsi oleh manusia dalam beberapa waktu.Hambatan utama dari sector pelagis adalah deteroration dari bahan mentah yang menyebabkan belly bursting.

Tubuh ikan banyak mengandung mikroba terutama di bagian permukaan kulit, insang dan bagian pencernaan ikan yang tertangkap dalam keaadaan perutnya kencang. Maka disaluran pencernaan banyak mengandung enzim pencernaan (Afrianto,2000)

3.    Gaping
Menurut Margeirsson et al., (2006) selama beberapa tahun terahir, empasi bertambah yang mana menyebabkan bertambahnya rasio pora, filet. Bagaimanapun penelitian tentang ikan cod dalam penangkapan maupun pengolahannya di temukan gaping yang rendah dalam ikan cod besar dan pada ikan cod kecil.

Kekacauan otot yang terjadi setelah ikan mati berpengaruh terhadap teknologi karena proses tersebut mempengaruhi mutu filet. Idealnya, ikan difilet setelah proses kekakuan berhenti. Apabila ikan difilet dipisahkan dari tulang sebelum proses pengkakuan berlangsung otot akan berkontraksi secara bebas sehingga filet akan menendak pada proses pengkakuan berlangsung. Fenomena ini disebut perumpangan (gaping) (Jica,2008).

4.    Melanosis
Menurut Shields (2007), melanosit utama yang dialami konjungtiva adalah melanosis serius dan potensial yang berupa luka dan dapat makin parah dengan membentuk melanoma. Dalam penelitian dalam onkologi okuler, PAM dihitung dari 11% dari tumor konjungtival dan 21% dari luka melanosit.

Pembentukan bintik – bintik atau melanosis adalah masalah yang ditemukan pada kebanyakan udang, lobster dan jenis – jenis crustasea lain yang diperdagangkan yang banyak menimbulkan dampak negative terhadap nilai komersial dan penerimaan konsumen terhadap produk tersebut (Jica,2008).

Sumber :
Adawyah , R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara : Jakarta.

Devies. 2009. Traditional Improved Fish ProcessingTechnologies in Bayaeka State Negeria. European Journal of Scientific Research
Djunarti , Susijahadi dan Y. Witono. 2004. Studi Pembuatan Ikan Pindang Siap Saji Berdaya Simpan Tingggi. Seminar Nasional dan Kongres PATPI.
DKP .2003. Pengolahan Ikan dan Hasil Laut.Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Muchtadi. 2002. Ilmu Pengetahuan Bahan. IPB: Bogor
Munandar, A ., Nurjanah dan Mola N. 2005. Kemunduran Mutu Ikan Nila Pada Penyimpan Suhu Rendah dengan Perlakuan Cara Kematian dan Penyiangan .Jurnal Teknologi Hasil Perikanan Indoneseia vol. XII Nomor. 2. 2009.
Nurjanah, Setyaningsih, Sukarno dan M. Muldani. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Buletin THP. Volume VII no I.
Pramitasari; Sulistyani Dyah. 2005. Modul untuk Pengembangan Mata Kuliah Manajemen Pelabuhan Perikanan. UNDIP: Semarang.
Putra dan Eka. 2009. Summary Desain Sistem Isolasi Ruang Penyimpanan es dan Ikan Untuk Kapal Ikan 30 6Y: ITS.
Shields, Jerry A. 2007.Primary Aquaried Melanosis of the Conjunctiva Trans an Optimal Soe vol 105.
Sinter. 2006. Belly bursting in Pelagic Fish. North Sea Center Hume Tank, Hirtshals
Widiastuti, Indah. 2010. Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap pada perbedaan Preparasi dan Waktu Penyimpanan IPB: Bogor
Widiastuti, Indah. 2010. Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap pada perbedaan Preparasi dan Waktu Penyimpanan IPB: Bogor
Zainul, Choliq dan Baheramsyah Alam. 2004. Simulasi Unjuk Kerja Sistem Refrigrasi Absorpsi Pada Kpal Perikanan FTK-ITS: Surabaya

0 komentar:

Posting Komentar