FASE- FASE KEMUNDURAN MUTU IKAN
Menurut Nurjannah et al, (2004) fase-fase kemunduran mutu ikan
adalah:
- Tahap prerigor terjadi selama 2 jam setelah ikan dimatikan. Tahap ini
ditandai dengan jaringan daging ikan yang mash lembut dan lentur serta adanya lapisan
bening di keliling tubuh ikan yang terbentuk oleh peristiwa pelepasan lendir
dan kelenjar bawah kulit.
- Tahap Rigormortis terjadi selama10 jam setelah ikan dimatikan dengan
daging yang kaku.
- Nilai 5 merupakan ambang batas kesegaran ikan. Cirri-ciri ikan yang
memiliki nilai 5 adalah sebagai berikut: bola mata agak cekung, pupil
keabu-abuan karena agak keruh. Insang menampakkan diskolorasi merah muda dan
berlendir. Sayatan daging mulai pudar banyakkemerahan. Pada tulang belakang bau
seperti bau asam, konsistensi agak lunak, mudah menyobek daging dari tulang
belakang.
Proses perubahan ikan setelah mati terjadi karena aktivitas enzim,
mikroorgnisme dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran
ikan menurun.Penurunan tingkat kesegaran ikan ini terlihat dengan adanya
perubahan fisik, kimia dan organoleptik pada ikan. Setelah ikan mati, berbagai
proses perubahan ini akhirnya ,mengarah pada pembusukan. Urutan proses
perubahan yang terjadi pada ikan adalah perubahan prerigor, rigor, aktivitas enzim,
aktivitas mikroba dan oksidasi.
Perubahan-Perubahan
Ikan Setelah Mati
1. Aspek Fisik
Menurut Adawiyah (2007), kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang
sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan kondisi
fisik, yaitu:
1.
Kenampakan luar : ikan yang masih segar mempunyai penampakan erah dan tidak
suram.
2.
Lenturan daging ikan: daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan akan
segera kembali ke bentuknya semula apabila di lepaskan.
3.
Keadaan mata: perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan nyata pada
kecerahan matanya.
4.
Keadaan daging : kualitas ikan ditentukan oleh daging nikan yang masih segar
dan berdaging kenyal. Jika ditekan dengan telunjuk maka bekasnya akan segera
kembali.
5. Keadaan
insang : ikan yang masih segar berwarna merah.
Secara fisikawi daging ikan mula-mula akan kehilangan kelenturannya.
Kemudian akan mengerut dan menjadi kaku lalu melemas lagi. Pada fase rigor,
daging akan tampak kering karena kehilangan daya menahan air. Pada fase
terakhir, struktur daging ikan sudah mengalami kerusakan (Hadiwiyoto, 1993)
Menurut Murniyati dan sunarman (2000), ikan yang elah mengalami
pembusukan menampakkan cirri-ciri fisik yang dapat dikenali dari luar. Adapun
yang membedakan antara iakn segar dan ikan busuk adalah pada ikan segar, mata
Nampak bening, cerah, cembung dan menonjol. Sedangkan pada ikan busuk, berwarna
pudar, berkerut, cekung dan tenggelam.
2. Biokimia
Menurut Adawiyah (2007), setelah ikan ditangkap dan dalam air ikan tidak
langsung menjadi mati perubahan biokimia yang terjadi sebelum ikan menjadi
kaku. Pada saat itu yang banyak mengalami perubahan adalah pembakaran ATP dan
Kreatin fosfat yang akan menghasilkan tenaga.
Aktivitas enzim pada tubuh hewan setelah mati untuk beberapa saat masih
aktif meskipun dalam aspek yang berbeda dengan saat masih hidup.Saat suplai
oksigen ke jaringan bereaksi, maka reaksi enzimatis berlangsung dalam kondisi
anaerobic.Kondisi ini berlangsung searah dimana pH daging ikan mendekati normal
(Sumardi, 2000).
3. Mikrobiologi
Proses pengawetan ikan dapat dilakukan secara biologis proses ini disebut
proses isiling. Isiling sudah banyak digunakan untuk mengawetkan bahan-bahan alami
secara mudah,sederhana dan aman serta akan memperbaiki sifat-sifat organoleptik
bahan pangan (Suriawira 1995 dalam Rostini 2007)
Setelah ikan mati, mikroba-mikroba yang terdapat secara alamiah pada ikan
khususnya bakteri aqkan tumbuh dengan cepat sekali sehingga ikan akan semakin
cepat mengalami penurunan nmutu. Disamping ditemukan pada tubuh ikan sehingga
penurunan mutu ikan akan dapat pula ditemukan pada tubuh ikan sehingga
penurunan mutu ikan akan semakin cepat (Rahayu et al, 1999). Akibat serangan bakteri, ikan mengalami berbagai perubahan yaitu dari
venolois menjadi pekat, bergetah, amis. Mata terbenam, pudar sinarnya serta
insang berubah warna dengan susunan tidak teratur dan berbau busuk.
Bakteri-bakteri tersebut menyerang tubuh ikan mulai dari insang atau luka yang
terdapat pada kulit (Junianto, 2003)
Faktor yang
Mempengaruhi Kemunduran Mutu Ikan
Menurut Adawiyah (2007), ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan
sanitasi yang baik. Semakin lala ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan
yang baik, maka akan menurunkan kesegaran mutu ikan tersebut.
Factor-faktor intrinsik yaitu mempengaruhi mutu ikan tangkapan antara
lain: lokasi tangkapan, musim, metode penangkapan atau yang lain sebagainya,
penanganan ikan diatas kapal, kondisi kebersihan kapan penangkapan ikan,
pemrosesan dan kondisi penyimpanan (Jica, 2008)
Menurut Sumardi,(2000) beberapa faktor yang mempengaruhi laju perubahan
yang dikelompokkan menjadi dua faktor , yaitu :
a. Faktor intrinsik
Spesies ikan, ukuran besar kecilnya, jenis kelamin
dan tingkat kedewasaan.
b. Faktor
Ekstrinsik
Jenis alat tangkap, keadaan cuaca, letak geografi,
cara handling.
Kerusakan Selama Penanganan Ikan
1. Luka dan Memar
Memar yang dialami oleh bahan pangan yang disebabkan karena dipukul, tergantung
atau tergencet.Ikan yang meronta sesat belum mati atau pedagang yang membanting
ikan agar segera mati telah menyebabkan ikan mengalami memar.Semua upaya
mematikan agar ikan mudah untuk disiangi. Bahan pangan yang memar akan
menyebabkan peningkatan aktivitas enzim proteolitik (Afrianto, 2000)
Penyimpanan dalampeti-peti yang tepat adalah sebuah lapisan es kira-kira
setebal 5 cm harus ditempatkan dibagian bawah peti, kontak langsung antara ikan
dan peti harus dihindari. Peti tersebut tidak boleh di isi terlalu penuh karena
dapat menyulitkan penyusunan ikan (Jica,2008)
2. Burst Belly
Menurut sintef (2006), Belly Bursting terjadi selama pemberian pakan yang
berlebih dan jika parah keadaannya dapat membuat ikan tak layak di konsumsi
oleh manusia dalam beberapa waktu.Hambatan utama dari sector pelagis adalah
deteroration dari bahan mentah yang menyebabkan belly bursting.
Tubuh ikan banyak mengandung mikroba terutama di bagian permukaan kulit,
insang dan bagian pencernaan ikan yang tertangkap dalam keaadaan perutnya
kencang. Maka disaluran pencernaan banyak mengandung enzim pencernaan
(Afrianto,2000)
3. Gaping
Menurut Margeirsson et al., (2006) selama beberapa tahun terahir,
empasi bertambah yang mana menyebabkan bertambahnya rasio pora, filet. Bagaimanapun
penelitian tentang ikan cod dalam penangkapan maupun pengolahannya di temukan
gaping yang rendah dalam ikan cod besar dan pada ikan cod kecil.
Kekacauan otot yang terjadi setelah ikan mati berpengaruh terhadap
teknologi karena proses tersebut mempengaruhi mutu filet. Idealnya, ikan
difilet setelah proses kekakuan berhenti. Apabila ikan difilet dipisahkan dari
tulang sebelum proses pengkakuan berlangsung otot akan berkontraksi secara
bebas sehingga filet akan menendak pada proses pengkakuan berlangsung. Fenomena
ini disebut perumpangan (gaping) (Jica,2008).
4. Melanosis
Menurut Shields (2007), melanosit utama yang dialami konjungtiva adalah
melanosis serius dan potensial yang berupa luka dan dapat makin parah dengan
membentuk melanoma. Dalam penelitian dalam onkologi okuler, PAM dihitung dari
11% dari tumor konjungtival dan 21% dari luka melanosit.
Pembentukan bintik – bintik atau melanosis adalah masalah yang ditemukan
pada kebanyakan udang, lobster dan jenis – jenis crustasea lain yang diperdagangkan
yang banyak menimbulkan dampak negative terhadap nilai komersial dan penerimaan
konsumen terhadap produk tersebut (Jica,2008).
Sumber :
Adawyah , R.
2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara : Jakarta.
Devies. 2009. Traditional
Improved Fish ProcessingTechnologies in Bayaeka State Negeria. European Journal
of Scientific Research
Djunarti , Susijahadi dan
Y. Witono. 2004. Studi Pembuatan Ikan Pindang Siap Saji Berdaya Simpan Tingggi.
Seminar Nasional dan Kongres PATPI.
DKP .2003. Pengolahan
Ikan dan Hasil Laut.Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Muchtadi. 2002. Ilmu
Pengetahuan Bahan. IPB: Bogor
Munandar, A ., Nurjanah
dan Mola N. 2005. Kemunduran Mutu Ikan Nila Pada Penyimpan Suhu Rendah dengan
Perlakuan Cara Kematian dan Penyiangan .Jurnal Teknologi Hasil Perikanan
Indoneseia vol. XII Nomor. 2. 2009.
Nurjanah, Setyaningsih,
Sukarno dan M. Muldani. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Nila Merah (Oreochromis
sp) Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Buletin THP. Volume VII no I.
Pramitasari; Sulistyani
Dyah. 2005. Modul untuk Pengembangan Mata Kuliah Manajemen Pelabuhan Perikanan.
UNDIP: Semarang.
Putra dan Eka. 2009.
Summary Desain Sistem Isolasi Ruang Penyimpanan es dan Ikan Untuk Kapal Ikan 30
6Y: ITS.
Shields, Jerry A.
2007.Primary Aquaried Melanosis of the Conjunctiva Trans an Optimal Soe vol
105.
Sinter. 2006. Belly
bursting in Pelagic Fish. North Sea Center Hume Tank, Hirtshals
Widiastuti, Indah. 2010.
Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap pada perbedaan Preparasi dan Waktu
Penyimpanan IPB: Bogor
Widiastuti, Indah. 2010.
Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap pada perbedaan Preparasi dan Waktu
Penyimpanan IPB: Bogor
Zainul, Choliq dan
Baheramsyah Alam. 2004. Simulasi Unjuk Kerja Sistem Refrigrasi Absorpsi Pada
Kpal Perikanan FTK-ITS: Surabaya
0 komentar:
Posting Komentar