Senin, 22 Agustus 2016

IKAN BELIDA




IKAN BELIDA





1. Latar Belakang
Ikan lopis merupakan jenis ikan sungai yang tergolong dalam suku Notopteridae (ikan berpunggung pisau). Ikan ini lebih populer dengan nama ikan belida/belido, yang diambil dari nama salah satu sungai di Sumatera Selatan yang menjadi habitatnya. Orang Banjar menyebutnya ikan pipih. Jenis ini dapat ditemui di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Semenanjung Malaya, meskipun sekarang sudah sulit ditangkap karena rusaknya mutu sungai dan penangkapan. Saat ini ikan belida sudah sangat jarang ditemukan dihabitat asalnya dan termasuk ikan yang terancam punah.
Ikan ini merupakan bahan baku untuk sejenis kerupuk khas dari Palembang yang dikenal sebagai kemplang. Dulu lopis juga dipakai untuk pembuatan pempek namun sekarang diganti dengan tenggiri. Tampilannya yang unik juga membuatnya dipelihara di akuarium sebagai ikan hias.
Selain keunikan dari bentuk tubuhnya, yang menjadikan belida menjadi ikan hias yang dipelihara di aquarium juga karena semakin langkanya belida ditemukan di habitat asalnya.
Sebagai ikan hias, belida corak warnanya tak seindah dan secerah jenis ikan hias lainya. Bahkan bisa dibilang ikan belida tak mempunyai nilai lebih pada segi warna. Ikan belida juga tak selincah ikan hias air tawar yang lain, yang gesit berenang kesana-kemari di dalam aquarium. Bisa dibilang ikan belida sangat tidak menarik, karena dia cenderung diam di dasar aquarium. Bentuk ikan belida adalah badannya pipih dengan punggung yang menjulang tinggi layaknya bukit.  Belida juga dikenal dengan nama knife fish yang berarti ikan yang berbentuk seperti pisau.

2. Klasifikasi Ikan Belida
Ahli taksonomi mengklasifikasikan ikan belida sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
Pilum               : Chordata
Kelas               : Actinopterygii
Ordo               : Osteoglossiformes
Famili              : Notopteridae
Genus              : Chitala
Spesies            : C.  lopis

3. Karakteristik Ikan Belida
Ciri khas ikan ini berupa bentuk tubuh yang menyerupai pisau dengan berat rata-rata 1 kg dan panjang tubuh 87,5 cm. Makanan utamanya berupa anak ikan dan udang. Ikan belida mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Badan pipih dan memanjang dengan bagian punggung yang tampak mencembung. Bagian perut berduri ganda. Bagian ekor juga memanjang. Sisik kecil, sikloid, pada samping badan membentuk gurat sisi.
Berukuran sedang, panjang maksimum 100 cm dan berat rata-rata 0,5-1 kg, di alam asli bisa mencapai 2 - 4 Kg. Bentuk badannya pipih dengan kepala yang berukuran kecil dan di bagian tengkuknya terlihat bungkuk. Rahang atas letaknya jauh di belakang mata. Badan tertutup oleh sisik yang berukuran kecil. Sisik di bagian punggungnya berwarna kelabu sedangkan di bagian perutnya putih keperakan. Pada bagian sisinya terdapat lingkaran putih seperti bola-bola hitam yang masing-masing dikelilingi lingkaran putih. Dengan bertambahnya umur hiasan tubuh ikan belida akan hilang dengan sendirinya dan diganti oleh garis-garis kehitaman, sistem reproduksi ikan ini dengan bertelur.
Merupakan ikan air tawar yang bersifat predator atau pemangsa dan nokturnal (aktif pada malam hari). Pada siang hari biasanya bersembunyi diantara vegetasi. Makanannya berupa anak-anak ikan dan udang. Tak jarang mangsanya berukuran lebih besar. Ikan belida jantan bertugas membuat sarang yang dibuatnya dari ranting dan daun, juga menjaga telur dan anak-anaknya. Ikan belida dapat menghirup udara dari atmosfir. Ikan karnivora ini hidup di kedalaman 2-3 meter di tempat-tempat gelap. Saat air sungai meluap, mereka naik ke rawa-rawa untuk kawin dan melepas telurnya di sana.

4.    Reproduksi Ikan Belida
a. Belida Jantan
Ikan air tawar, pemangsa ikan kecil dan krustasea, dewasa berukuran 1,5-7 kg, dengan ciri khas ikan berpunggung pisau: punggungnya meninggi sehingga bagian perut tampak lebar dan pipih. Lopis dicirikan melalui sirip duburnya yang menyambung dengan sirip ekor berawal tepat di belakang sirip perut yang dihubungkan dengan sisik-sisik kecil. Bentuk kepala dekat punggung cekung dan rahangnya semakin panjang sesuai dengan meningkatnya umur sampai jauh melampaui batas bagian belakang mata pada ikan yang sudah besar.
b. Belida Betina
Betina memiliki sirip perut relatif pendek dan tidak menutup bagian urogenital, alat kelamin berbentuk bulat. Ketika birahi (matang gonad), bagian perut membesar dan kelamin memerah. Jantan memiliki sirip perut lebih panjang dan menutup bagian urogenital, alat kelamin berbentuk tabung, ukuran lebih kecil daripada betina. Jika jantan siap pijah alat kelamin memerah dan mengeluarkan cairan putih (cairan sperma) jika ditekan/diurut. Telur biasanya diletakkan di batang terendam pada kedalaman hingga 1 m. Dalam rekayasa penangkaran, batang bambu atau papan dipakai sebagai tempat penempelan telur. Pemijahan dilakukan pada musim penghujan (di BBAT Agustus hingga Maret).
Dalam sekali pemijahan, seekor betina rata-rata menghasilkan 288 butir telur, meskipun dapat menghasilkan hampir dua kali lipat dari jumlah itu. Derajat pembuahan berkisar 30-100 %. Derajat penetasan 72,2% dan sintasan (survival rate) larva adalah 64,2%. Larva menetas sekitar 72-120 jam (3-5 hari) pada suhu air 29-30 °C.
Larva bersifat kanibal sehingga perlu perlindungan. Benih berusia 3 hari sudah mulai dapat makan udang artemia. Benih berusia satu bulan sudah dapat dideder di akuarium, dan satu bulan kemudian siap dideder di kolam. Ikan dengan ukuran 15 cm siap untuk pembesaran.
Belida lebih aktif pada malam hari, dan mulai respon terhadap makanan pada sore hari. Hewan ini menyukai bagian gelap dari sungai, biasanya hidup di lubuk di bawah pepohonan.

5.    Jenis- jenis Ikan Belida
5.1. Ikan Belida Bangkok ( N. chitala )
Ikan belida bangkok (N. Chitala) :  tubuh pipihnya diselimuti warna perak abu-abu, yang menarik dari belida bangkok ini adalah totol-totol hitam dan besar-besar yang membentang sampai ke ekor. Panjangnya bisa mencapai 90 cm dan juga tersebar di Birma dan India.
5.2. Ikan Belida Afrika
Ikan belida Afrika panjang tubuhnya bisa mencapai 60 cm, yang mana jenis ini tersebar di Afrika barat, mulai dari Kamerun sampai Zaire.Ikan belida Afrika sangat mirip ikan salmon apalagi yang masih muda. Warna pada tubuh jenis Afrika ini dihiasi garis-garis hitam tebal yang tak beraturan, layaknya sebuah lukisan batik. Akan tetapi seiring berjalanya waktu dan ikan belida Afrika ini makin besar maka lukisan batik yang indah ini memudar dan pada akhirnya menghilang. Setelah itu punggungnya berubah menjadi polos dan pada bagian lainnya berubah menjadi totol-totol hitam.
5.3. Ikan Belida Lokal ( N. notopterus )
Jenis yang ini adalah yang paling polos warna tubuhnya, yakni abu-abu kehitaman. Hanya saja pada saat masih muda bertotol hitam dan kecil-kecil dan menghilang dengan sendirinya pada saat dewasa.

6.  Cara Memelihara Ikan Belida
Berikut adalah beberapa tips cara merawat ikan hias belida:
Ikan belida terbesar beratnya bisa mencapai 7 kg, bahkan yang pernah teridentifikasi ikan belida mampu tumbuh sepanjang 1 meter dengan berat maksimal 15 kg. Untuk itu pertama kali yang dibutuhkan untuk memelihara dan merawat ikan belida adalah :
1.    Aquarium besar, ukuran yang paling ideal 2x1,5 meter. Isi dengan air yang ketinggiannya 30 hingga 45 cm.
2.    Jaga suhu air aquarium tetap sekitar 24 - 28 °Celcius
3.    pH air 6,2
4.    Beri aquarium kayu-kayuan yang berserakan atau tumbuhan untuk tempat sembunyi ikan belida
5.    Berilah pakan secara teratur 2 kali sehari, pagi dan sore hari. Udang kecil yang masih hidup dan anak-anak ikan mas yang masih kecil adalah makanan ikan belida yang paling disukai.
6.    Campur ikan belida dengan ikan hias predator yang seukuran.
    

Kamis, 11 Agustus 2016

RUMPUT LAUT JENIS “Eucheuma spinosum”



RUMPUT LAUT JENIS “Eucheuma spinosum”

1.  Latar Belakang
Saat ini yang sedang banyak dikembangkan di Indonesia adalah pembudidayaan rumput laut. Bahkan di beberapa daerah sudah dilakukan secara besar-besaran. Contohnya, di teluk Jakarta, bahkan di  propinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di daerah pesisir Takala, Bulukumba, dan Maros, areal budidaya rumput laut lebih kurang seluas 775 Ha dengan hasil sekali panen lebih kurang 170 ton.
Rumput laut (sea weed) merupakan hasil perikanan yang bukan berupa ikan, tetapi berupa tanaman. Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan mentah, seperti agar agar, karaginan dan algin. Pada produk makanan, karaginan  berfungsi sebagai stabilisator, bahan pengental, pembentuk gel, pengemulsi. Usaha budidaya ini dilakukan mengingat potensi rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor non migas ternyata mempunyai prospek ekonomi yang cukup cerah. 
Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus, tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio Thallophyta (Anggadiredja dkk, 2009). Rumput laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira-kira tahun 2700 SM. Dimasa itu, rumput laut digunakan untuk sayuran dan obat-obatan (Aslan, 1998).

2. Kandungan Rumput Laut
Secara kimia rumput laut terdiri dari protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain itu juga mengandung asam amino, vitamin, dan mineral seperti natrium, kalium, kalsium, iodium, zat besi dan magnesium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat (Murti, 2011).

3. Pengelompokkan Rumput Laut
Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokan ke dalam empat kelas, yaitu:
1) Rhodophyceae (ganggang merah)
2) Phaeophyceae (ganggang coklat)
3) Chlorophyceae (ganggang hijau)
4) Cyanophyceae (ganggang biru) (Anggadiredja dkk, 2009).
Jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah dari kelas Rhodophyceae yang mengandung agar-agar dan karaginan. Alga yang termasuk ke dalam kelas Rhodophyceae yang mengandung karaginan adalah Eucheuma dengan nama lokal agar-agar. Sebagian besar rumput laut yang diperjualbelikan yaitu jenis Eucheuma spinosum, hal ini disebabkan karena spesies Eucheuma spinosum banyak terdapat di Indonesia dan dibutuhkan oleh banyak industri farmasi: kosmetik, makanan dan minuman seperti saus, keju, biskuit, es krim dan sirup (Winarno, 1990).


4. Rumput Laut Eucheuma spinosum
Taksonomi Eucheuma spinosum:
Divisio        : Rhodophyta
Kelas          : Rhodophyceae
Bangsa       : Gigartinales
Suku           : Solieriaceae
Marga         : Eucheuma
Spesies       : Eucheuma spinosum    (Anggadiredja dkk, 2009).
Nama daerah rumput laut jenis ini yaitu agar-agar (Sulawesi Selatan). Ciri-ciri rumput laut ini yaitu thallus berbentuk silindris, percabangan thallus berujung runcing atau tumpul dan ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), berupa duri lunak yang mengelilingi cabang. Habitat Eucheuma spinosum tubuh melekat pada rataan terumbu karang, batuan, benda keras dan cangkang kerang. Eucheuma spinosum memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis sehingga hanya hidup pada lapisan fotik (Anggadiredja dkk, 2009).

5.    Budidaya Rumput Laut
Penanaman rumput laut dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: metode rakit apung (floating rack method), lepas dasar (off bottom method) dan rawai (long line method).  (Anggadiredja dkk, 2009).
5.1.   Metode Rakit Apung (Floating Rack Method)
Metode ini diterapkan pada perairan yang lebih dalam, caranya yaitu: rumput laut diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu dengan ukuran 2,5 x 5 m, rakit apung dibuat dalam satu rangkaian yang masing-masing rangkaian terdiri dari lima unit dengan jarak antar unit satu meter, kedua ujung rangkaian diikatkan dengan tali yang ujungnya diberi pemberat atau jangkar agar rakit tidak hanyut oleh arus atau gelombang. Jarak tanam antar rumput laut sekitar 25 x 25 cm dengan berat rumput laut 100 g untuk setiap ikatan.
5.2.   Metode Lepas Dasar (Off Bottom Method)
Penanaman rumput laut dengan metode ini dilakukan pada dasar perairan, caranya yaitu: dua buah patok dipancangkan pada dasar perairan dengan jarak 2,5- 5 m, kedua patok dihubungkan dengan tali pancing atau tali yang kuat, tinggi kedudukan tali penghubung dari dasar antara 10-50 cm. Sebaiknya juga jarak disesuaikan dengan kedalaman pada air surut terendah. Ikatkan bibit masing-masing seberat 75-150 g, yang diikat dengan menggunakan tali rafia, tiap ikatan terdiri dari 2-3 thalus, kemudian diikatkan pada tali pancing dengan jarak 20-25 cm.
5.3.   Metode Rawai (Long Line Method)
Metode yang paling banyak diminati karena disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi juga biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah. Caranya: ikat bibit rumput laut pada tali utama yang panjangnya mencapai 50-75 m dengan jarak 25 cm ikatkan tali jangkar pada kedua ujung tali utama yang di bawahnya sudah diikatkan pada jangkar, batu karang atau batu pemberat, untuk pengapungan rumput laut ikatkan pelampung yang terbuat dari styrofoam, botol polietilen atau pelampung khusus pada tali, ikat pelampung-pelampung tersebut dengan tali penghubung ke tali utama sepanjang 10-15 cm, agar rumput laut tidak mengapung dipermukaan dan diupayakan tetap berada pada kedalaman 10-15 cm di bawah permukaan air laut, pada tali utama diberikan tambahan beban (Winarno, 1990).
Pemanenan dilakukan bila rumput laut telah mencapai berat tertentu, yakni sekitar empat kali berat awal (dalam waktu pemeliharaan 1,5 - 4 bulan). Untuk jenis Eucheuma dapat mencapai sekitar 400-600 gram, maka jenis ini biasanya sudah bisa dipanen (Aslan, 1999).

5.4.   Penanganan Pascapanen Rumput Laut
Rumput laut (Eucheuma spinosum) dicuci dengan air laut sebelum diangkat ke darat, rumput laut yang telah bersih dikeringkan di atas para-para bambu atau di atas plastik atau terpal sehingga tidak terkontaminasi oleh tanaman atau pasir. Pada kondisi panas matahari, rumput laut akan kering dalam waktu 2-3 hari. Kadar air rumput laut Eucheuma spinosum yang dicapai dalam pengeringan berkisar 31-35%. Pada saat pengeringan akan terjadi penguapan air laut dari rumput laut kemudian membentuk butiran garam yang melekat di permukaan thalusnya. Butiran garam tersebut perlu dibuang dengan cara mengayak rumput laut kering sehingga butiran garam turun. Apabila masih banyak butiran garam yang melekat, maka garam tersebut akan kembali menghisap uap air di udara sehingga rumput laut menjadi lembab kembali, akibatnya dapat menurunkan kualitas rumput laut itu sendiri. Rumput laut dikatakan berkualitas baik apabila total garam dan kotoran yang melekat tidak lebih dari 3-5% (Anggadiredja dkk, 2009).
Rumput laut yang diperjualbelikan untuk tujuan sebagai bahan makanan, setelah proses pengeringan dilanjutkan dengan proses pemucatan caranya: rumput laut dicuci dengan air tawar sampai bersih, kemudian direndam dengan air sebanyak 20 kali berat rumput laut selama tiga hari. Pemucatan dilakukan dengan cara merendam rumput laut dengan larutan kapor tohor (CaO) 5% sambil diaduk selama 4-6 jam, setelah itu dicuci, kemudian dikeringkan selama dua hari. Setelah kering dikemas dan siap untuk dipasarkan.