RUMPUT LAUT JENIS “Eucheuma
spinosum”
1. Latar Belakang
Saat ini yang
sedang banyak dikembangkan di Indonesia adalah pembudidayaan rumput laut.
Bahkan di beberapa daerah sudah dilakukan secara besar-besaran. Contohnya, di
teluk Jakarta, bahkan di propinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di daerah
pesisir Takala, Bulukumba, dan Maros, areal budidaya rumput laut lebih kurang
seluas 775 Ha dengan hasil sekali panen lebih kurang 170 ton.
Rumput laut (sea
weed) merupakan hasil perikanan yang bukan berupa ikan, tetapi berupa tanaman.
Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan mentah, seperti agar agar, karaginan dan
algin. Pada produk makanan, karaginan berfungsi sebagai stabilisator,
bahan pengental, pembentuk gel, pengemulsi. Usaha budidaya ini dilakukan mengingat
potensi rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor non migas ternyata
mempunyai prospek ekonomi yang cukup cerah.
Rumput laut
tergolong tanaman tingkat rendah, tidak mempunyai akar, batang maupun daun
sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus, tumbuh di alam
dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras
lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio Thallophyta (Anggadiredja
dkk, 2009). Rumput laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira-kira tahun
2700 SM. Dimasa itu, rumput laut digunakan untuk sayuran dan obat-obatan
(Aslan, 1998).
2.
Kandungan Rumput Laut
Secara kimia
rumput laut terdiri dari protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%)
serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain itu juga mengandung asam amino,
vitamin, dan mineral seperti natrium, kalium, kalsium, iodium, zat besi dan
magnesium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral mencapai 10-20 kali lipat
dibandingkan dengan tanaman darat (Murti, 2011).
3.
Pengelompokkan Rumput Laut
Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput
laut dikelompokan ke dalam empat kelas, yaitu:
1) Rhodophyceae (ganggang merah)
2) Phaeophyceae (ganggang coklat)
3) Chlorophyceae (ganggang hijau)
4) Cyanophyceae (ganggang biru) (Anggadiredja dkk,
2009).
Jenis rumput
laut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah dari kelas Rhodophyceae
yang mengandung agar-agar dan karaginan. Alga yang termasuk ke dalam kelas Rhodophyceae
yang mengandung karaginan adalah Eucheuma dengan nama lokal
agar-agar. Sebagian besar rumput laut yang diperjualbelikan yaitu jenis Eucheuma
spinosum, hal ini disebabkan karena spesies Eucheuma spinosum banyak
terdapat di Indonesia dan dibutuhkan oleh banyak industri farmasi: kosmetik,
makanan dan minuman seperti saus, keju, biskuit, es krim dan sirup (Winarno,
1990).
4. Rumput Laut Eucheuma spinosum
Taksonomi Eucheuma spinosum:
Divisio :
Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Bangsa :
Gigartinales
Suku :
Solieriaceae
Marga :
Eucheuma
Spesies :
Eucheuma spinosum (Anggadiredja
dkk, 2009).
Nama daerah
rumput laut jenis ini yaitu agar-agar (Sulawesi Selatan). Ciri-ciri rumput laut
ini yaitu thallus berbentuk silindris, percabangan thallus berujung runcing
atau tumpul dan ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), berupa duri lunak yang
mengelilingi cabang. Habitat Eucheuma spinosum tubuh melekat pada rataan
terumbu karang, batuan, benda keras dan cangkang kerang. Eucheuma spinosum memerlukan
sinar matahari untuk proses fotosintesis sehingga hanya hidup pada lapisan
fotik (Anggadiredja dkk, 2009).
5. Budidaya Rumput Laut
Penanaman rumput laut dapat dilakukan dengan beberapa metode,
yaitu: metode rakit apung (floating rack method), lepas dasar (off
bottom method) dan rawai (long line method). (Anggadiredja dkk, 2009).
5.1. Metode
Rakit Apung (Floating Rack Method)
Metode ini diterapkan pada perairan yang lebih dalam, caranya
yaitu: rumput laut diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu dengan
ukuran 2,5 x 5 m, rakit apung dibuat dalam satu rangkaian yang masing-masing
rangkaian terdiri dari lima unit dengan jarak antar unit satu meter, kedua
ujung rangkaian diikatkan dengan tali yang ujungnya diberi pemberat atau
jangkar agar rakit tidak hanyut oleh arus atau gelombang. Jarak tanam antar
rumput laut sekitar 25 x 25 cm dengan berat rumput laut 100 g untuk setiap
ikatan.
5.2. Metode
Lepas Dasar (Off Bottom Method)
Penanaman rumput laut dengan metode ini dilakukan pada dasar
perairan, caranya yaitu: dua buah patok dipancangkan pada dasar perairan dengan
jarak 2,5- 5 m, kedua patok dihubungkan dengan tali pancing atau tali yang
kuat, tinggi kedudukan tali penghubung dari dasar antara 10-50 cm. Sebaiknya
juga jarak disesuaikan dengan kedalaman pada air surut terendah. Ikatkan bibit
masing-masing seberat 75-150 g, yang diikat dengan menggunakan tali rafia, tiap
ikatan terdiri dari 2-3 thalus, kemudian diikatkan pada tali pancing dengan
jarak 20-25 cm.
5.3. Metode
Rawai (Long Line Method)
Metode yang paling banyak diminati karena
disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi juga biaya yang dikeluarkan jauh
lebih murah. Caranya: ikat bibit rumput laut pada tali utama yang panjangnya
mencapai 50-75 m dengan jarak 25 cm ikatkan tali jangkar pada kedua ujung tali
utama yang di bawahnya sudah diikatkan pada jangkar, batu karang atau batu
pemberat, untuk pengapungan rumput laut ikatkan pelampung yang terbuat dari styrofoam,
botol polietilen atau pelampung khusus pada tali, ikat pelampung-pelampung
tersebut dengan tali penghubung ke tali utama sepanjang 10-15 cm, agar rumput
laut tidak mengapung dipermukaan dan diupayakan tetap berada pada kedalaman
10-15 cm di bawah permukaan air laut, pada tali utama diberikan tambahan beban
(Winarno, 1990).
Pemanenan dilakukan bila rumput laut telah
mencapai berat tertentu, yakni sekitar empat kali berat awal (dalam waktu
pemeliharaan 1,5 - 4 bulan). Untuk jenis Eucheuma dapat mencapai sekitar
400-600 gram, maka jenis ini biasanya sudah bisa dipanen (Aslan, 1999).
5.4. Penanganan Pascapanen Rumput Laut
Rumput laut (Eucheuma
spinosum) dicuci dengan air laut sebelum diangkat ke darat, rumput laut
yang telah bersih dikeringkan di atas para-para bambu atau di atas plastik atau
terpal sehingga tidak terkontaminasi oleh tanaman atau pasir. Pada kondisi
panas matahari, rumput laut akan kering dalam waktu 2-3 hari. Kadar air rumput
laut Eucheuma spinosum yang dicapai dalam pengeringan berkisar 31-35%.
Pada saat pengeringan akan terjadi penguapan air laut dari rumput laut kemudian
membentuk butiran garam yang melekat di permukaan thalusnya. Butiran garam
tersebut perlu dibuang dengan cara mengayak rumput laut kering sehingga butiran
garam turun. Apabila masih banyak butiran garam yang melekat, maka garam
tersebut akan kembali menghisap uap air di udara sehingga rumput laut menjadi
lembab kembali, akibatnya dapat menurunkan kualitas rumput laut itu sendiri.
Rumput laut dikatakan berkualitas baik apabila total garam dan kotoran yang
melekat tidak lebih dari 3-5% (Anggadiredja dkk, 2009).
Rumput laut yang
diperjualbelikan untuk tujuan sebagai bahan makanan, setelah proses pengeringan
dilanjutkan dengan proses pemucatan caranya: rumput laut dicuci dengan air
tawar sampai bersih, kemudian direndam dengan air sebanyak 20 kali berat rumput
laut selama tiga hari. Pemucatan dilakukan dengan cara merendam rumput laut
dengan larutan kapor tohor (CaO) 5% sambil diaduk selama 4-6 jam, setelah itu
dicuci, kemudian dikeringkan selama dua hari. Setelah kering dikemas dan siap
untuk dipasarkan.
0 komentar:
Posting Komentar