Kamis, 11 Agustus 2016

RUMPUT LAUT JENIS “Eucheuma spinosum”



RUMPUT LAUT JENIS “Eucheuma spinosum”

1.  Latar Belakang
Saat ini yang sedang banyak dikembangkan di Indonesia adalah pembudidayaan rumput laut. Bahkan di beberapa daerah sudah dilakukan secara besar-besaran. Contohnya, di teluk Jakarta, bahkan di  propinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di daerah pesisir Takala, Bulukumba, dan Maros, areal budidaya rumput laut lebih kurang seluas 775 Ha dengan hasil sekali panen lebih kurang 170 ton.
Rumput laut (sea weed) merupakan hasil perikanan yang bukan berupa ikan, tetapi berupa tanaman. Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan mentah, seperti agar agar, karaginan dan algin. Pada produk makanan, karaginan  berfungsi sebagai stabilisator, bahan pengental, pembentuk gel, pengemulsi. Usaha budidaya ini dilakukan mengingat potensi rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor non migas ternyata mempunyai prospek ekonomi yang cukup cerah. 
Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus, tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio Thallophyta (Anggadiredja dkk, 2009). Rumput laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira-kira tahun 2700 SM. Dimasa itu, rumput laut digunakan untuk sayuran dan obat-obatan (Aslan, 1998).

2. Kandungan Rumput Laut
Secara kimia rumput laut terdiri dari protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain itu juga mengandung asam amino, vitamin, dan mineral seperti natrium, kalium, kalsium, iodium, zat besi dan magnesium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat (Murti, 2011).

3. Pengelompokkan Rumput Laut
Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokan ke dalam empat kelas, yaitu:
1) Rhodophyceae (ganggang merah)
2) Phaeophyceae (ganggang coklat)
3) Chlorophyceae (ganggang hijau)
4) Cyanophyceae (ganggang biru) (Anggadiredja dkk, 2009).
Jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah dari kelas Rhodophyceae yang mengandung agar-agar dan karaginan. Alga yang termasuk ke dalam kelas Rhodophyceae yang mengandung karaginan adalah Eucheuma dengan nama lokal agar-agar. Sebagian besar rumput laut yang diperjualbelikan yaitu jenis Eucheuma spinosum, hal ini disebabkan karena spesies Eucheuma spinosum banyak terdapat di Indonesia dan dibutuhkan oleh banyak industri farmasi: kosmetik, makanan dan minuman seperti saus, keju, biskuit, es krim dan sirup (Winarno, 1990).


4. Rumput Laut Eucheuma spinosum
Taksonomi Eucheuma spinosum:
Divisio        : Rhodophyta
Kelas          : Rhodophyceae
Bangsa       : Gigartinales
Suku           : Solieriaceae
Marga         : Eucheuma
Spesies       : Eucheuma spinosum    (Anggadiredja dkk, 2009).
Nama daerah rumput laut jenis ini yaitu agar-agar (Sulawesi Selatan). Ciri-ciri rumput laut ini yaitu thallus berbentuk silindris, percabangan thallus berujung runcing atau tumpul dan ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), berupa duri lunak yang mengelilingi cabang. Habitat Eucheuma spinosum tubuh melekat pada rataan terumbu karang, batuan, benda keras dan cangkang kerang. Eucheuma spinosum memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis sehingga hanya hidup pada lapisan fotik (Anggadiredja dkk, 2009).

5.    Budidaya Rumput Laut
Penanaman rumput laut dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: metode rakit apung (floating rack method), lepas dasar (off bottom method) dan rawai (long line method).  (Anggadiredja dkk, 2009).
5.1.   Metode Rakit Apung (Floating Rack Method)
Metode ini diterapkan pada perairan yang lebih dalam, caranya yaitu: rumput laut diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu dengan ukuran 2,5 x 5 m, rakit apung dibuat dalam satu rangkaian yang masing-masing rangkaian terdiri dari lima unit dengan jarak antar unit satu meter, kedua ujung rangkaian diikatkan dengan tali yang ujungnya diberi pemberat atau jangkar agar rakit tidak hanyut oleh arus atau gelombang. Jarak tanam antar rumput laut sekitar 25 x 25 cm dengan berat rumput laut 100 g untuk setiap ikatan.
5.2.   Metode Lepas Dasar (Off Bottom Method)
Penanaman rumput laut dengan metode ini dilakukan pada dasar perairan, caranya yaitu: dua buah patok dipancangkan pada dasar perairan dengan jarak 2,5- 5 m, kedua patok dihubungkan dengan tali pancing atau tali yang kuat, tinggi kedudukan tali penghubung dari dasar antara 10-50 cm. Sebaiknya juga jarak disesuaikan dengan kedalaman pada air surut terendah. Ikatkan bibit masing-masing seberat 75-150 g, yang diikat dengan menggunakan tali rafia, tiap ikatan terdiri dari 2-3 thalus, kemudian diikatkan pada tali pancing dengan jarak 20-25 cm.
5.3.   Metode Rawai (Long Line Method)
Metode yang paling banyak diminati karena disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi juga biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah. Caranya: ikat bibit rumput laut pada tali utama yang panjangnya mencapai 50-75 m dengan jarak 25 cm ikatkan tali jangkar pada kedua ujung tali utama yang di bawahnya sudah diikatkan pada jangkar, batu karang atau batu pemberat, untuk pengapungan rumput laut ikatkan pelampung yang terbuat dari styrofoam, botol polietilen atau pelampung khusus pada tali, ikat pelampung-pelampung tersebut dengan tali penghubung ke tali utama sepanjang 10-15 cm, agar rumput laut tidak mengapung dipermukaan dan diupayakan tetap berada pada kedalaman 10-15 cm di bawah permukaan air laut, pada tali utama diberikan tambahan beban (Winarno, 1990).
Pemanenan dilakukan bila rumput laut telah mencapai berat tertentu, yakni sekitar empat kali berat awal (dalam waktu pemeliharaan 1,5 - 4 bulan). Untuk jenis Eucheuma dapat mencapai sekitar 400-600 gram, maka jenis ini biasanya sudah bisa dipanen (Aslan, 1999).

5.4.   Penanganan Pascapanen Rumput Laut
Rumput laut (Eucheuma spinosum) dicuci dengan air laut sebelum diangkat ke darat, rumput laut yang telah bersih dikeringkan di atas para-para bambu atau di atas plastik atau terpal sehingga tidak terkontaminasi oleh tanaman atau pasir. Pada kondisi panas matahari, rumput laut akan kering dalam waktu 2-3 hari. Kadar air rumput laut Eucheuma spinosum yang dicapai dalam pengeringan berkisar 31-35%. Pada saat pengeringan akan terjadi penguapan air laut dari rumput laut kemudian membentuk butiran garam yang melekat di permukaan thalusnya. Butiran garam tersebut perlu dibuang dengan cara mengayak rumput laut kering sehingga butiran garam turun. Apabila masih banyak butiran garam yang melekat, maka garam tersebut akan kembali menghisap uap air di udara sehingga rumput laut menjadi lembab kembali, akibatnya dapat menurunkan kualitas rumput laut itu sendiri. Rumput laut dikatakan berkualitas baik apabila total garam dan kotoran yang melekat tidak lebih dari 3-5% (Anggadiredja dkk, 2009).
Rumput laut yang diperjualbelikan untuk tujuan sebagai bahan makanan, setelah proses pengeringan dilanjutkan dengan proses pemucatan caranya: rumput laut dicuci dengan air tawar sampai bersih, kemudian direndam dengan air sebanyak 20 kali berat rumput laut selama tiga hari. Pemucatan dilakukan dengan cara merendam rumput laut dengan larutan kapor tohor (CaO) 5% sambil diaduk selama 4-6 jam, setelah itu dicuci, kemudian dikeringkan selama dua hari. Setelah kering dikemas dan siap untuk dipasarkan.



0 komentar:

Posting Komentar