Jumat, 09 November 2018

PENYAKIT UDANG WINDU DI TAMBAK


PENYAKIT UDANG WINDU DI TAMBAK

Penyakit menurut beberapa ahli didefinisikan sebagai gangguan beberapa fungsi sebagian atau seluruh organ tubuh dikarenakan adanya factor abiotik (Kualitas air, makanan dan lainnya) dan factor biotk (organisme penyebab penyakit atau pathogen).  Masalah utama yang merupakan kendala yang utama dalam budidaya udang adalah masalah manajemen, pakan dan penyakit.
     
Di dalam budidaya udang windu penyakit dapat menyebabakan kerugian ekonomis. Kerugian yang ditimbulkan tergantung kepada:
1.   Persentase populasi udang yang terserang penyakit
2.   Umur udang yang terinfeksi penyakit.
3.   Parahnya penyakit    
4.   Adanya infeksi sekunder.

Penyakit kebanyakan bersifat infektif tetapi tidak dilupakan bahwa faktor - faktor non-infektif  juga sangat berperan dalam kesehatan udang. Peran ini berhubungan dengan :
1.   Lingkungan tempat hidup udang : udang terkungkung oleh air beserta semua jenis organisme dan polusi.    
2.    Sifat udang yang nonkturnal yaitu, sifat yang aktif mencari makan pada waktu malam hari dan kanibal ( sifat yang suka memangsa jenisnya sendiri ). Sifat ini dapat mengakibatkan  rendahnya tingkat metabolisme apabila terjadi difensiesi makanan, intoksidasi oleh asam sulfide ( H2S ), Amoniak ( NH3) dan steress akibat kurangnya kandungan oksigen terlarut dalam air.

Penyebab penyakit pada udang dapat dibagi menyadi dua kelompok  :
Non-infeksi :    - Stres
                          - Intoksikasi (keracunan)
                          -  Defisiensi (kekurangan  makanan )
  Infeksi         :  - virus
                          - Bakteri
                        - Jamur
                          - Protozoa
                          - Metazoa
       
Pada umunya intoksikasi (keracunan) dan infesi virus terjadi secara mendadak dan mengakibatkan kematian udang secara tajam. Intoksikasi dan infeksi virus yang terjadi hanya beberapa jam atau beberapa hari dan sebagian besar populasi udang yang dibudidayakan bisa musnah. Infeksi bakteri  lamanya berlangsung dari beberapa hari sampai baberapa minggu dan masih bisa memberikan informasi yang diperlukan tentang penyebabnya.
        
Pemberian pakan yang berlebihan dapat mengkibatkan tinggihnya kadar amoniak karena terjadi akumulasi ( penimbunan) sisa makanan dan kotoran udang yang mengandung nitrogen amoniak yang terlarut dalam air terdapat dalam bentuk ion ( NH4+) dalam bentuk union (NH3) dan selalu dalam persenyawaan equilibrium. Amoniak (NH3) adalah senyawa union yang bersifat racun terhadap udang keseimbangan kadar NH3 dan NH4 tergantung pada suhu, pH, salinitas, alkalinitas, dan oksigen terlarut.

1. Penyakit Disebabkan Oleh Virus
Sampai dengan saat sekarang ada 3 jenis penyakit yang disebabkan oleh virus pada udang windu yang dibudidayakan yaitu, Monodon Baculo Virus (MBV), Infection Hypodermal and Hematopoietic Necrosi Virus (IHHNV) dan Hepantopancreatic Parvo- like virus (HPP).

Jenis virus yang sering diisolasi dari tubuh larva udang penaeid adalah kelompok Baculo virus yang terdapat pada sel-sel epithel hepatopankreas dan usus pada udang yang terserang penyakit sekresi rendi (mucus) mengalami peningkatan, permukaan kulit dan insang ditempeli oleh kotoran (lumpur) sehingga permukaan tubuh menjadi kasar.Tanda-tanda kerusakan pada hati (hepatopankreas) adalah terjadi pembengkakan berwarna pucat disertai dengan lubang- lubang kecil dibagian usus tengah (midgut) dalam jumlah banyak, padat dan berwarna hitam (melamin).

Penyakit yang disebabkan oleh Monodon Baculo Virus (MBV) yang  dapat  mengakibatkan kematian yang cukup tinggi yaitu memusnahkan 90 % udang pada stadia pasca larva hanya dalam lebih kurang dua minggu pemeliharaan. Penyakit ini sering diketemukan menyerang pada PL 20 ke atas. 
Namun ada dua jenis penyakit yang ganas  disebabkan oleh virus yaitu:
a.    Penyakit Kepala kuning (Yellow Head disease) yang disebabkan oleh virus  YHV (Yellow
Head Baculo Virus).
Gejala: mula – mula nafsu makan meningkat dalam beberapa hari kemudian berhenti sama sekali. Kepala dan insang berwarna kuning.
b.  Penyakit Bercak Putih (White Spot Diseas)yang disebabakan oleh virus SEMBV (System Ektodermal and Mesodermal Baculo Virus). Udang yang sakit tampak lemah dan berenang ke pinggir tambak, usus kosong, Tubuh pucat dan kemerah – merahan dan kadang ditempeli organisme penempel.
Gejala khas berupa bercak putih dengan diameter 1-2 mm, mula-mula terlihat di karapas dibagian kepala dan bila sudah parah bercak putih menyebar keseluruh tubuh.

Sampai dengan sekarang ini belum diketemukan  cara untuk memberantas penyakit virus maupun jenis obat yang efektif untuk penyakit ini, oleh karena itu tindak pencegahan adalah langkah yang paling tepat. Upaya penanggulangan dapat dilakukan antara lain dengan jalan mengganti air secara rutin setiap hari minimal 5 % dari total volume air tambak, penggunanaan pakan harus dipantau secara ketat agar tidak menimbulkan penimbunan sisa pakan yang menyebabkan pembusukan, mengeluarkan tanah dasar tambak berwarna hitam dan berbau busuk, mengiosolasi daerah yang terserang penyakit. Dalam keadaan parah perlu segera dilakukan tindakan pemusnahan dengan jalan pembakaran dan penguburan.

2. Penyakit Disebabkan Oleh Bakteri
Meskipun bakteri sangat umum menyerang udang namun infeksinya bersifat                    “oportunis’’ yang mana bakteri tersebut bukan merupakan penyebab utama timbulnya penyakit pada udang. Dalam kondisi  dimana udang mengalami stress maka bakteri tersebut akan menimbulkan gerjala-gejala sakit. Hampir semua jenis bakteri yang menyerang udang bersifat motil, oxidase positif dan berbentuk silindir atau batang ( rods) dengan ukuran 0,5-3,0 µm dan negative.

Bakteri yang bersifat pathogen terhadap udang terbagi dalam dua kelompok yaitu bakteri non-filamen dan   bakteri berfilamen ( Leucothrix mucor). Bakteri yang non - filamen antara lain adalah genera Vibrio, Aeromonas Sp, Pseudomonas Sp, Beneckea Sp dan Flavobacterium Sp. Bakteri yang berfilamen adalah bakteri  yang berbentuk benang (filament) dan menyerang tubuh bagian luar terutama insang.

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri antara lain adalah :
a. Penyakit Bercak – Merah ( Red Discoloration Disease)
Ciri – ciri udang yang terserang penyakit ini antara lain  kondisi badan lemah, berenang lambat, tidak mempunyai nafsu makan dan badan berwarna bercak – bercak kemerahan (red discoloration ). Udang yang terserang  adalah mulai dari stadia  mysis dan penyebabnya adalah bakteri yang termasuk genera vibria yang sensitif terhadap choloramphenicol 20 ppm, furazolidona 10 ppm dan prefuran 1,0 ppm.

Pencegahannya adalah dengan menyaring air yang masuk, pengatian air secara teratur dan mengadakan desinfeksi air dan ozonisasi pada bak kolam pemeliharaan dan mereduksi kadar amoniak atau bahan organik.

b. Penyakit bercak Cokelat – putih pada cangkang ( Brown white  dicolaration of carapace disease)
Berdasarkan pengamatan menyerang udang dewasa dengan ciri- ciri pada cangkang ( carapace) dijumpai bercak- bercak cokelat berbentuk bulat yang pada infeksi berat terdapat pada batas warnah  disekeliling bercak cokelat yang dapat menimbulkan luka pada jaringan di bawahnya. Luka yang memberi peluang bagi pathogen yang lainnya untuk menginfeksi.

Berdasarkan penelitian penyakit ini disebabkan oleh bakteri penghambat kitin ( chitine) yang berasosiasi  antara lain: Beneckea, Vibrio Spp,Flavobacterium sp, dan pseudomonas sp,  Cara menanggulanginya dapat dilakukan dengan jalan memperbaikai mutu air, pengaturan pakan, dan pengaturan padat penebaran, yang sesuai dengan kondisi lahan. Atau dengan jalan dapat memberikan antibiotika. Antibiotik merupakan bahan organik yang berasal dari mikroba yang merupakan racun untuk menghambat pertumbuhan organisme lain, yang sasaran utamanya adalah menghambat sintesa unsur pokok peptidoglikan dinding sel bakteri bersatu dengan sterol di dalam membran sel sehingga mempengaruhi permeabilitas dan menghambat sintesa protein. Khususnya menghambat fungsi ribosom. Antibiotika ini dapat diberikan  melalui percampuran dengan telur ayam atau telur bebek mentah dengan  perbandingan 1 butir telur untuk 10 kg pakan. Campuran telur dengan antibiotika disemprotkan pada pakan yang dikeringkan di tempat yang teduh lalu ditebar ke dalam tambak. Dosis yang dianjurkan untuk penggunaan antibiotika adalah: Teramycin 30 mg/kg pakan, Erytromycin 40 mg / kg pakan, furanance /Tilocion 100 mg / kg pakan. Pemberian antibiotika dalam makanan dilakukan terus menerus 3 hingga 5 hari, kecuali bagi Furanance / Tylocin selama 14 hari.

c. Penyakit Insang Hitam (Black Gill Disease)
Penyakit ini sering dijumpai di tambak yang sukar untuk mengadakan pergantian air, dengan ciri – ciri pada insang berwarna kehitaman seperti luka yang terbakar. Insang hitam tersebut oleh bakteri benang dari jenis Leucothrix sp.

Penanggulangannya dilakukan dengan cara pergantian air sesering mungkin.  Pengendalian pertumbuhan bakteri tersebut dengan menggunakan Cuprisulfat 1ppm atau Cutrine plus 0,05 ppm bersamaan dengan penggantian air  terus menerus selama 24 jam. Pengobatan untuk udangnya  dapat diberikan Kalium Permanganat (PK) 5-10 ppm selama 1 jam atau Furance 1 ppm.

3.  Penyakit Disebabkan Oleh  Protozoa
Protozoa merupakan salah satu penyebaba penyakit pada udang yang dinamakan organisme ektokomensal yang biasa menempel pada bagian luar tubuh udang namun tidak menimbulkan kerusakan jaringan tubuh di mana ia menempel. Parasit ini sangat berbahaya jika terdapat dalam jumlah banyak menempel dan menutupi seluruh permukaan tubuh yang meliputi insang, kaki renang dan kaki jalan sehingga mengakibatkan kesulitan dalam pergerakan, pernafasan, makan, dan proses pergantian kulit.
 Penyakit ini terdiri dari:
a.  Penyakit udang kapas atau penyakit udang  susu
Penyakit ini disebabkan oleh Protozoa yang meliputi 3 generasi 20aitu: Nosema, Thelohania, dan Pleistophora. Penyakit ini menyerang pada tubuh udang sehingga tubuh udang tersebut berwarna putih buram, putih susu, dan lembek. Umumnya menyerang udang yang dipelihara pada perairan dengan kandungan bahan organik cukup tinggi (lebih besar dari 70 %).

Cara Pencegahan yang paling efektif sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun demikian upaya yang dilakukan antara lain dengan melakukan penggantian air untuk mengurangi bahan organik dalam tambak serta menumbuhkan pakan alami.

b. Penyakit Lumutan atau penyakit udang   bersepatu.
Penyakit ini biasa menempel bagian luar tubuh yaitu pada insang, karapas, kaki renang, kaki jalan, ekor kipas, dan terkadang di mata. Pada infeksi berat memperlihatkan pergerakan lemah berenang lambat dan otot abdomen terlihat pucat, jenis penyakit ini sering dijumpai pada tambak yang airnya tidak dikelola dengan baik. Penyebabnya adalah jenis Zoothamnium sp, Epistylis Sp, Verticella Sp, dan  Acineta Sp.

Penanggulangannya dapat dilakukan pergantian secar teratur,mengurangi pemasukan bahan organik,  pemberian bahan stabilisator air seperti Zeolit (3-5 ppm), Dolomit atau Kaptan (2-3 ppm). Menambah jumlah kincir air agar kandungan oksigen perairan meningkat serta pemberian formalin 25 ppm.
4. Penyakit Defisiensi (Kekurangan Makanan).
Dalam pertumbuhan udang memerlukan unsure – unsur nutrient yang penting untuk  pertumbuhan dan kelangsungan hidupnuya baik protein, lemak, karbohidrat, maupun Vitamin. Beberapa unsure ini harus disuplai terus menerus agar udang bisa tumbuh, berkembang  dan bereproduksi.  Apabila salah satu atau beberapa unsur ini kekurangan bisa mengakibatkan penyakit. Misal saja kekurangan Vitamin dapat menyebabkan penyakit seperti:
Penyakit Hitam Mematikan
Penyakit ini sering terjadi pada udang yang kekurangan Vitamin C (Ascorbic acid) dan umumnya dijumpai pada perairan  tambak yang miskin makanan alami  (Alga Plankton).
Penanggulanganya adalah menambah vitamin C. sebanyak 2.000 mg perkilogram pakan yang diberikan serta penumbuhan pakan alami. 

Secara ringkas upaya penanggulangan penyakit dapat dilakukan melalui:
- Peningkatan Kesehatan Udang
- Imunisasi pada  udang baik dengan pemberian Vaksin maupun Imunostimulan untuk meningkatkan kekebalan tubuh udang sehingga lebih tahan terhadap serangan penyakit dan kelangsungan hidup udang.
-  Suplemen Vitamin C dan astaxanthin dalam pakan untuk meningkatkan daya tahan udang terhadap serangan penyakit.
-  Penggunaan bakteri Probiotik antara lain: Lactobacillus sp strain non-patogen, Bacillus Spp.
-  Peningkatan Kualitas Budidaya
  Perbaikan kualitas air dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip bioromediasi yaitu penguraian limbah dengan menggunakan mikroba seperti Nitrosomonas, Nitrobacter, dan spirulina.

Cara penanggulangan penyakit yang utama adalah mencegah terjadinya infeksi dan kontaminasi pathogen penyebab penyakit antara lain:
Pencucian dasar tambak dilakkukan 2 kali yaitu, dengan cara menggelontorkan atau dengan cara mengisi tambak sampai ketinggian 30 cm, kemudian dibiarkan sehari semalam setelah itu dibuang sampai habis. Pencucian  kedua dimaksudkan :
-       untuk  membuang sisa – sisa penggelontoran pertama yang belum  terbuang.
-       menggunakan sistim tertutup. (closed system), semi- tetutup (semi –   closed system). dan resirkulasi untuk mencegah pemasukan penyakit dari luar.

PRODUK OLAHAN IKAN TRADISIONAL YANG BERSIH, SEHAT, BERMUTU, DAN AMAN


PRODUK OLAHAN IKAN TRADISIONAL YANG BERSIH,
SEHAT, BERMUTU, DAN AMAN

Pengolahan hasil perikanan merupakan kegiatan manusia untuk mengolah hasil perikanan menjadi bahan konsumsi manusia. Ikan adalah bahan pangan yang mudah sekali rusak (perishable foods), terutama bila dalam keadaan segar, akan cepat sekali mengalami kerusakan sehingga mutunya menjadi rendah. Jika tidak ditangani dengan baik, maka dampak yang dapat ditimbulkan akan sangat merugikan. Kerugian tersebut akan mencakup kerugian materi bagi perusahaan, juga kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya.

Kerusakan tersebut dapat terjadi secara biokimiawi (otolisa) maupun  secara biologik. Proses kerusakan biokimiawi atau kerusakan oleh dirinya sendiri, dimulai dari ketika ikan masih hidup, enzim-enzim aktif bekerja pada proses metabolisme seperti halnya metabolisme protein dan komponen-komponennya, metabolisme lemak dan penyusunnya, metabolisme karbohidrat dan lain sebagainya,  yang kesemuanya merupakan rangkaian reaksi yang  dipersyaratkan dalam kehidupan.

Enzim-enzim tersebut lebih banyak bersifat membangun, membentuk dan mengadakan sintesa dari pada merusak. Namun ketika ikan mati, pasok oksigen pada darah berhenti, maka enzim-enzim tersebut kehilangan salah satu bahan untuk menjalankan peranannya, maka enzim-enzim akan berubah peranannya menjadi perusak. Mula-mula enzim akan membongkar beberapa senyawa saja, namun lama kelamaan aktivitas enzim makin tidak terkendali, dan enzim akan dapat membongkar  senyawa apa saja yang ada. Senyawa-senyawa makromolekul akan diurai menjadi senyawa – senyawa yang lebih kecil , sampai akhirnya terjadi senyawa yang mudah menguap dan menimbulkan bau yang tidak sedap (ikan menjadi busuk).

Kerusakan mikrobiologik disebabkan oleh aktifitas mikrobia terutama bakteri.Didalam pertumbuhannya atau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mikroba memerlukan energi yang dapat diperoleh dari substrat tempat hidupnya. Daging ikan merupakan substrat yang baik sekali untuk bakteri, karena dapat menyediakan senyawa-senyawa yang dapat menjadi sumber nitrogen, karbon dan nutrien-nutrien lainnya untuk kebutuhan hidupnya.Karena sifat-sifat alamiah bahan makanan, daging ikan sebagai substrat atau media tumbuh bakteri adalah sangat cocok.Mikrobia terutama bakteri tersebut sudah terdapat pada ikan sejak ikan masih hidup (berenang dalam air) utamanya ikan-ikan yang hidup di perairan tercemar, sampai ikan ditangkap dan setelah ikan mati. Terjadinya otolisa sangat membantu dalam menyediakan kebutuhan bakteri. Perkembang biakan bakteri selain tergantung pada faktor lingkungan, juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan.

Pengolahan ikan tradisional adalah pengolahan ikan yang dilakukan secara sederhana, dan umumnya diusahakan pada Unit Pengolahan Ikan (UPI) skala rumah tangga atau termasuk dalam kategori Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jenis produknya antara lain ikan kering atau ikan asin kering, ikan pindang, ikan asap (panggang), serta produk fermentasi seperti kecap ikan, peda, terasi, dan sejenisnya.
Ciri khas pengolahan ikan tradisional yaitu jenis dan mutu bahan baku serta bahan pembantu sangat bervariasi, kondisi lingkungan pengolahan sulit dikontrol, cara pengolahan berbeda menurut tempat, individu dan keadaan, perlakuan tidak terukur dan kadang tidak rasional, serta banyak tergantung pada faktor alam. Akibatnya, produk yang dihasilkan tidak seragam dan daya awetnya bervariasi.

Dari segi cita rasa, produk tersebut disukai oleh masyarakat kita, sehingga konsumen yang memanfaatkan produk ini sangat besar, dari berbagai strata sosial ekonomi. Namun dari segi sanitasi dan higiene dalam proses pengolahannya masih perlu perhatian dan perbaikan, untuk memenuhi jaminan mutu dan keamanan pangan bagi konsumennya.

Tindakan perbaikan yang diperlukan meliputi penggunaan cara pengolahan yang benar, menegakkan prinsip sanitasi dan higiene yang baik, serta melakukan rasionalisasi dan standarisasi mulai dari bahan baku, bahan pembantu, proses, hingga produk akhir, agar produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan jaminan perlindungan keamanan bagi konsumen.

Dalam hal ini, setidaknya ada tiga pihak yang berperan untuk mewujudkan produk olahan ikan tradisional yang bersih, sehat, bermutu, dan aman, yaitu :
1) Pemerintah
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, bersama Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah, berkewajiban untuk membina UPI tradisional sesuai amanat Pasal 51 PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, agar produk yang dihasilkan memenuhi standar mutu dan keamanan pangan.

Pembinaan dapat berupa riset, diseminasi, serta penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan. Ini telah dilakukan oleh pemerintah, walaupun masih perlu terus ditingkatkan. Untuk menjamin produksi memenuhi standar mutu dan keamanan pangan, UPI terus dibina hingga mampu memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP). SKP dikeluarkan setelah UPI yang bersangkutan menerapkan Prosedur Operasional Standar Sanitasi (POSS) dan Cara Pengolahan Yang Baik (CPB).

Untuk standarisasi produk, sudah banyak produk olahan ikan tradisional yang diterbitkan SNI-nya.

2) Pengolah ikan tradisional
Dengan kondisi pengolahan yang dilakukan oleh para pengolah ikan tradisional saat ini, maka produk yang dihasilkan rentan terhadap berbagai cemaran dari proses pengolahan maupun bahan pembantu, dan kerusakan mikrobiologis berupa pembusukan produk oleh bakteri atau jamur pathogen, maupun racun yang dihasilkan oleh bakteri. Juga rentan dari kerusakan fisik seperti bertelurnya lalat pada ikan asin yang sedang dijemur, terutama pada ikan yang berukuran besar yang tidak dapat kering dalam waktu satu hari, dimana telur tersebut akan menetas menjadi belatung.
Terhadap para pengolah ini telah diupayakan pembinaan agar memahami dan membiasakan diri menerapkan prinsip dasar pengolahan yang benar. Jadi sebenarnya mereka sudah memahami apa yang harus dilakukan, namun enggan untuk menerapkannya. Alasannya bermacam-macam, antara lain akan timbulnya tambahan beban biaya atau permodalan. Yang menyedihkan, ada yang beralasan bahwa dengan kondisi produk seperti yang sekarang ini saja sudah laris manis di pasaran, artinya dengan mutu rendahpun pasar tetap menyerap, sehingga pengolah enggan melakukan perbaikan.

Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi mengakibatkan industri makanan, terutama produk perikanan cukup mengalami kesulitan untuk bersaing pada skala internasional.

3) Konsumen
Dalam kondisi seperti ini, peranan konsumen sendirilah yang dapat memaksa agar para pengolah ikan tradisional mau memperbaiki produknya. Kondisi masyarakat kita sebagai konsumen, saat ini masih belum mengutamakan mutu dan keamanan pangan, tetapi cenderung mengutamakan harga produk yang murah.

Selama kondisinya masih seperti itu, akan tetap sulit memaksa pengolah ikan tradisional untuk menerapkan prinsip dasar pengolahan yang benar. Perlu disiapkan konsumen yang hanya memilih produk olahan ikan tradisional yang bermutu, sehat, dan aman.

Dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, serta hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Pembinaan dan pendidikan konsumen inilah yang juga perlu dilakukan.

Maka dari itu untuk menangani produk perikanan diperlukan ketelitian dalam setiap tahap proses produksi, terutama sanitasi. Dengan penanganan sanitasi yang baik dan benar, juga disesuaikan dengan bahan makanan yang diolah, maka produk yang akan dihasilkan mempunyai kualitas yang tidak diragukan lagi.