Sabtu, 28 Juli 2018

Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemeliharaan Udang Vanname (Litopenaeus vannamei)


Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemeliharaan
Udang Vanname (Litopenaeus vannamei)

Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.41/MEN/2001 Indonesia melakukan introduksi udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang berasal dari negeri Paman Sam (Amerika Serikat), sebagai solusi adanya serangan WSSV (White spots syndrome virus) terhadap udang asli Indonesia yaitu udang windu (Penaeus monodon) yang pada tahun 2000 terjadi gagal panen. Akibat serangan WSSV menyebabkan kerugian negara berupa devisa diperkirakan mencapai 2,5 trilyun rupiah per tahun (Ditjen Perikanan Budidaya - KKP, 2005). Berdasarkan kejadian tersebut maka mulailah banyak pembudidaya udang windu (Penaeus monodon) yang  beralih ke udang vanname.

Bisnis udang menjanjikan untung yang cukup besar. Selain sebagai komoditi andalan, udang mempunyai pangsa pasar yang luas dengan harga jual yang relativ  stabil di pasaran.

Untuk pembudidaya udang windu (Penaeus monodon) yang akan beralih ke udang vanname atau bagi para pemula dalam pemeliharaan udang vanname, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan udang vannamei adalah sebagai berikut :

1.    Mengenal Perilaku Udang yang Akan Dipelihara
Jika udang windu lebih aktif di dasar kolam, berbeda dengan udang vanname yang aktif mengisi dan beraktivitas di semua ruang kolam pemeliharaan. Udang vanname memiliki tingkat kanibalisme lebih rendah jika dibandingkan dengan udang windu. Jika dilihat dari nafsu makan, udang vanname mempunyai tingkat nafsu makan cukup tinggi dan fluktuatif, namun demikian angka FCR (Food Conversation Rate) yang umum dicapai adalah 1 : 1,5 (FCR untuk udang windu 1 : 1,8 - 1 : 2,0).

2.    Persiapan Lahan Tambak
Mempersiapkan lahan merupakan awal dalam usaha pemeliharaan udang dan hal ini erat kaitannya dengan daya dukung lahan. Biasanya budidaya udang vanname pola intensif padat tebarnya di atas 80 ekor/m² dan bahkan sampai 150 ekor/ m² (udang windu 30 - 50 ekor/m²), maka penggunaan kincir (genset / PLN) dan ketinggian air di kolam harus memadai dan sesuai dengan kebutuhan. Untuk pola tradisional padat tebarnya < dari 80 ekor/m² dan tidak menggunakan kincir.

Pengolahan lahan tambak/tanah terdiri dari : (1) pengangkatan lumpur , lumpur organik dari sisa pakan dan kotoran-kotoran harus diangkat/dikeluarkan karena bersifat racun yang membahayakan (2) pembalikan tanah, dengan cara dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan amoniak) dan menggemburkan tanah (3) pengapuran , untuk menetralkan keasaman tanah (4) pengeringan, biarkan tanah menjadi kering dan pecah-pecah untuk membunuh bibit penyakit (5) pemupukan, untuk menumbuhkan pakan alami pada tambak.

Pemakaian pakan yang cukup banyak menyebabkan akumulasi bahan organik akan  meningkat, sehingga persiapan lahan harus lebih matang. Selain kapasitas lahan ( carrying capacity ) dan fasilitas tambak yang harus mampu mendukung kegiatan pemeliharaan selama kurang lebih 4 bulan, maka kapasitas sumber daya manusia ( SDM ) harus betul-betul disiapkan.



3.    Memilih Benur yang Bagus dan Berkualitas
Dapatkan benur dari hatchery yang bisa dipercaya dan sudah mempunyai teknologi yang bagus, serta hasilnya konsisten. Amati benur secara visual seperti : gerakannya lincah dan apabila terjadi perubahan lingkungan yang mendadak maka benur akan melompat, ukuran seragam, mempunyai panjang   > 10 mm (PL 12), pada saat transportasi benur menyebar tidak bergerombol, responsive terhadap cahaya, tubuhnya bening tidak terlihat penempelan parasit,  usus terlihat penuh makanan dan berwarna gelap. Harga benur vanname bervariasi dari Rp.12/ekor sampai Rp.38/ekor. Jangan membeli benur hanya karena harganya murah, tapi belilah benur karena berkualitas bagus.

4.    Manajemen Kualitas Air
Lakukan monitor kualitas air secara rutin seperti pH, suhu, alkalinity, oksigen terlarut (DO), NH3, dll. Setelah udang berumur sekitar 30 hari, lakukan ganti air  5 – 15 % dan haruslah dari tandon (reservoir) yang sudah di treatment. Supply oksigen harus cukup, bisa berpatokan per 1 unit kincir (1 HP) pada saat pakan 10 – 12 kg pakan per hari atau biomass 500 – 600 kg. Selain itu perlu diperhatikan timbulnya kondisi lingkungan yang dapat menghambat pertumbuhan udang, bahkan dapat mematikan udang, misalnya munculnya gas-gas beracun serta mikroorganisme patogen. 

Udang yang tumbuh pada lingkungan yang kurang sesuai mempunyai daya tahan tubuh rendah. Daya tahan tubuh rendah secara langsung berpengaruh pada pertumbuhan dan kesehatannya. Karena nafsu makan ikut berpengaruh, kondisi badan lemah dan penyakit mudah menyerang.

5.    Manajemen Pakan
Untuk pertumbuhannya, udang memerlukan pakan. Udang vanname memerlukan pakan dengan kandungan protein 35%. Ini lebih rendah dibanding dengan kebutuhan untuk udang windu dimana kebutuhan protein pakannya mencapai 45% agar dapat tumbuh baik. Ini berarti dari segi pakan udang vanname lebih ekonomis, sebab bahan pangan yang mengandung protein banyak tentu lebih mahal. Konsumsi pakan harus dimonitor secara seksama. Berdasarkan pengalaman dalam memelihara udang windu FCR 1,8 – 2,0 maka untuk udang vanname sasaran FCR akhir sekitar 1,5.

Sampling udang dapat dilakukan mulai umur  ± 45 hari dan dilakukan setiap 7 -10 hari sekali. Pertumbuhan normal udang rata-rata berkisar 0,16 – 0,18 gram/hari. Pakan harus memenuhi persyaratan dalam hal kelayakan nutrisi, sifat fisik, serta pengelolaan pakan yang tepat.  Kelayakan nutrisi dapat dilihat dari kelengkapan dan keseimbangan nutriennya, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.  Sifat fisik pakan, pada umumnya dilihat dari stabilitas pakan, yaitu ketahanannya untuk tidak hancur, terurai, atau tercuci dalam air. Pengelolaan pakan meliputi penentuan jumlah, ukuran dan bentuk pakan, serta frekuensi, waktu, dan cara pemberian pakan.

6.    Mencegah Masuknya Penyakit ke Dalam Sistem Pemeliharaan Udang
Berbagai penyakit oleh bakteri dan virus merupakan penyebab utama kematian udang yang dibudidayakan. Mencegah masuknya penyakit dapat dilakukan secara langsung (sterilisasi air, pemasangan saringan/filter yang efektif dll) maupun yang melalui carrier. Istilah lain bahwa biosecurity harus ketat. Sebab udang windu ataupun vanname tetap rentan terhadap penyakit. Untuk penyakit yang disebabkan virus belum ada obatnya sampai sekarang dan kerugiannya secara ekonomi sangat besar.  Kerugian karena penyakit diperkirakan mencapai lebih dari 300 juta US$ per tahun (Wahyono, 1999 dalam Rukyani, 2000). Pemberian Vitamin C untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan udang sangat penting, begitu juga dengan probiotik.

7.    Panen Udang
Sebelum panen , lakukan negoisasi terlebih dahulu dengan cold storage (buyer) dan informasikan estimasi hasil panen yang akan diperoleh (tonase, size udang). Estimasi hasil panen ini terkait dengan fasilitas panen seperti truck, es, keranjang, tenaga panen, dll. Jika udang masih bisa tumbuh mencapai size 40 – 50 maka panen bisa di tunda. Panen sebaiknya dilakukan pada sore atau malam hari agar mutu udang tetap bagus (sebab kulit udang vannamei lebih tipis dibanding udang windu). Panen diusahakan selesai secepat mungkin, karena udang vannamei tidak sekuat udang windu. 
        

Sumber :
Rukyani, A., 2000. Masalah penyakit udang dan harapan solusinya. Sarasehan Akuakultur Nasional,Bogor.
EM ES Bulletin, 2004. Edisi keempat , Oktober, Surabaya.







TEKNIS BUDIDAYA UDANG VANAME


TEKNIS BUDIDAYA UDANG VANAME


I.  PENDAHULUAN
          Dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tambak udang perlu dilakukan penerapan teknologi untuk mencegah penularan penyakit dan mengendalikan kualitas lingkungan agar stabil pada parameter kualitas air yang sesuai dengan kehidupan dan pertumbuhan udang. Oleh karena itu diperlukan pedoman teknis budidaya udang sebagai acuan dasar operasional kegiatan pembesaran udang.

Dalam pelaksanaan di lapangan perlu disesuaikan  dengan kondisi lokasi, mulai dari pengaturan tata letak tambak, persiapan tambak, penebaran benih, pengelolaan air, pengelolaan pakan, pengendalian penyakit dan panen.

II.  KEGIATAN BUDIDAYA UDANG VANAME

2.1.    Pemilihan Lokasi
          Lokasi tambak untuk kegiatan budidaya udang harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a.  Sesuai penggunaan tata ruang dan wilayah yang diperuntukkan untuk kegiatan budidaya udang.
b.  Dekat dengan sumber air dengan kualitas dan kuantitas  yang cukup untuk proses produksi.
c.  Bebas dari banjir dan bahan pencemar.
d.  Infrastruktur memadai.

2.2.  Desain, Tata Letak dan Konstruksi Tambak
          Desain dan tata letak tambak pembesaran udang vaname dengan penerapan biosekuriti dengan persyaratan sebagai   berikut :
a.  Biosekuriti pada kawasan/cluster tambak dibatasi oleh barier atau pagar berupa pematang yang kedap, saluran atau petak tambak yang dikelola sebagai biofilter dan pagar biosekuriti untuk mencegah carier.  
b.  Sumber air payau/laut berasal dari inlet berupa saluran sekunder/tersier.
c.  Petak tandon/biofilter untuk mencampur air tawar dan laut atau sebagai petak penampungan air pasok yang sehat untuk petak pembesaran.
d.  Petak pembesaran udang diupayakan kedap air untuk meminimalisir perembesan dari petak lainnya.
e.  Petak/tandon atau saluran buang digunakan sebagai penampungan limbah sebelum dibuang ke saluran umum.
f.  Saluran buang/tandon dilengkapi sistem biofilter (ikan dan tanaman air).


2.3.    Petak Tandon/Biofilter/Resevoar
          Petak tandon/biofilter/resevoar berfungsi sebagai petak penampungan air sehat. Petak ini juga berfungsi untuk memperbaiki kualitas air secara dengan cara pengendapan untuk menurunkan bahan organik dan mencegah karier udang liar.
a.  Berisi tanaman air berupa makroalga (lumut, ganggang) dengan kepadatan maksimum 40% menutupi (covered) dari luas petak biofilter dan ikan herbivora ikan nila dan bandeng, padat tebar disesuaikan dengan kelimpahan tanaman air (makroalga).
b.  Berisi ikan karnivora/herbivora berfungsi mencegah karier penyakit seperti udang liar dan krustacea liar lainnya dan ditebari ikan predator kecil.
c.  Dilakukan pemberantasan udang liar dengan crustaesida setiap penambahan air baru.

2.4.    Petak Sterilisasi/Tandon
Petak sterilisasi berfungsi untuk membasmi patogen penyakit sebelum digunakan untuk menambah/mengganti air petak pembesaran udang, luas petakan sekitar 20% dari luas/volume petak pembesaran udang.

2.5.    Petak Pembesaran Udang
a.  Petak pembesaran udang dikelilingi oleh petak tandon/ biofilter dan saluran buang dengan pematang yang kedap, luas petak berkisar 0,2 – 0,5 ha per petak.
b.  Petak pembesaran kedap air dengan tingkat rembesan air maksimum 10% per minggu.
c.  Kedalaman air petak pembesaran minimal 80 cm.
d.  Petak pembesaran dilengkapi sistem pasok air (inlet) dan sistem buang (outlet).

2.6.    Saluran Buang Air (out let)
Air buang sebelum digunakan untuk resirkulasi atau dibuang ke saluran umum harus diolah dengan biofilter untuk menghindari cemaran bahan organik dan cemaran lingkungan.

III.  Persiapan tambak

3.1.    Persiapan Konstruksi Tambak
3.1.1. Pengedapan Pematang Utama
a.  Pengeringan, pengedapan dan peninggian pematang utama yang membatasi kawasan/cluster tambak dengan kawasan tambak lain.
b.  Ketinggian pematang utama disesuaikan dengan kondisi lahan sehingga terhindar limpasan air pasang atau banjir.

3.1.2. Pengedapan dan Peninggian Pematang Antara
a.  Pengedapan pematang antara petak tambak pembesaran dalam kawasan tambak.
b.  Peninggian pematang antara agar mampu menampung air minimal 80 cm.

3.1.3. Pemasangan Pagar Biosekuriti (fencing)
a.  Pemasangan pagar biosekuriti dilakukan pada pematang utama yang mengelilingi kawasan tambak.
b.  Pagar biosekuriti dapat menggunakan plastik, waring kasa dengan cara pemasangan tegak dan ketinggian minimal 30 cm untuk mencegah masuknya hewan dan krustacea lainnya.
c.  Plastik masuk ke dalam pematang sekitar 10 cm.

3.2.    Perbaikan Dasar Tambak
3.2.1. Pengeringan Tambak
a.  Keringkan seluruh petak tambak baik petak tandon/biofilter, petak pembesaran udang dan saluran buang untuk memperbaiki kualitas tanah dasar, untuk mempercepat pengeringan tanah dasar perlu dibuat caren atau parit.
b.  Pemberatasan hama baik ikan liar atau udang liar dengan menggunakan saponin dan chlorin.

3.2.2. Pelapisan (lining) dengan Plastik Mulsa
a.  Pelapisan plastik pada penampang dasar dilakukan untuk mengurangi penyerapan oksigen oleh dasar tambak (Sediment oxygen demand), kekeruhan air karena pengadukan lumpur dasar oleh kincir dan pertumbuhan alga dasar berupa ganggang dan klekap.
b.  Sebelum dipasang plastik dasar tambak harus dikeringkan.
c.  Apabila nilai pH tanah dasar tambak kurang dari 6 dilakukan pengapuran dengan dosis 1-2 ton per ha sebelum dipasang plastik.
d.  Apabila ada bagian tanah dasar tambak yang masih basah atau berwarna hitam, dilakukan pengapuran 200 g/m2.
e.  Cara pasang plastik dengan menutup seluruh permukaan tanah dasar tambak.

IV. Persiapan Air

4.1.    Persiapan Air Petak Pengendapan
a.  Pengisian air pada petak tandon/biofilter dilakukan pada saat air pasang, pemasukan air memanfaatkan gravitasi pasang surut atau dengan pompa.
b.  Tebar ikan herbivora dan carnivora untuk mengendalikan makroalga dan udang.
c.  Pemberantasan hama udang liar dan krustacea lainnya secara manual.

4.2.    Persiapan Petak Sterilisasi
a. Isi petak sterilisasi dari sumber air atau petak tandon.
b. Sterilisasi air menggunakan kaporit dosis 30 ppm (kandungan bahan aktif 60 - 65%).
c.  Aplikasi bahan sterilisasi dilakukan secara merata.
d.  Bahan aktif akan lebih efektif pada nilai pH air kurang dari 7,5.

4.3.    Persiapan Air Petak Pembesaran Udang
4.3.1. Sterilisasi Air
a.  Pengisian air pada petak pembesaran udang dengan ketinggian minimal 80 cm.
b.  Sterilisasi air dengan menggunakan kaporit dosis 30 ppm (bahan aktif chlorin 60 - 65%) atau TCCA dengan dosis 15 ppm (bahan aktif chlorin 90%) secara merata dengan cara sebagai berikut :
1)  Ukur ketinggian dan volume air tiap petak.
2)  Timbang kaporit atau TCCA sesuai dengan kebutuhan.
3)  Gunakan masker dan sarung tangan dari karet (untuk keamanan).
4)  Cairkan TCCA atau kaporit dalam ember kemudian disebar pada petak tambak.
5)  Penebaran ke tambak harus memperhatikan arah angin.
6)  Hidupkan kincir untuk mempercepat pengadukan secara merata kurang lebih 2 jam, selanjutnya dibiarkan selama sekitar 1 - 2 hari untuk menetralisir bahan aktif chlorin.

4.3.2.   Penumbuhan Plankton/Flok
a. Penumbuhan bakteri probiotik Bacillus sp untuk 1 Ha tambak sebagai berikut :
1) Reactor/wadah 50 l : 0,5 nutrient (ragi, glukosa/ molase) dan sumber nitrogen (0,5 Pakan D-0 atau pupuk Nitrogen) dan tambah kapur secukupnya sekitar 500 g untuk menaikan pH menjadi 7.
2)  Tambahkan 50 lt : 0,5 liter/kg starter bacillus.
3)  Campuran tersebut diaerasi/pengaduk (aerator/pompa celup) selama 24 - 36 jam dan dilakukan penebaran di tambak.
b.  Penumbuhan plankton
1)  Pembuatan fermentasi untuk merangsang pertumbuhan plankton sebagai berikut :
a)  Wadah/reactor fermentasi berupa drum (200 - 300 lt).
b)  Masukan bahan berupa molasi sekitar 15 kg; katul yang halus 50 kg; pakan D-0 10 kg atau pupuk ZA 100 g; dan ragi roti atau mauripan 3 kg.
c)  Aduk merata bahan tersebut dan tutup rapat dengan plastik selama 24 - 36 jam, selanjutnya ditebar di tambak.
2)  Penumbuhan plankton sebagai penyeimbang kualitas air (water stability) dilakukan pada awal pemeliharaan. Adapun cara penumbuhan plankton sebagai berikut :
a)  Kegiatan penumbuhan plankton dilakukan paling cepat 5 hari setelah perlakukan sterilisasi air tambak.
b)  Aplikasi kapur carbonat (CaCO3)/kaptan 15 20 ppm dengan dosis untuk meningkatkan alkalinitas. Dapat dilakukan 3 hari setelah sterilisasi air.
c)  Penambahan pupuk Nitrogen dosis 5 ppm dan Phospat dengan dosis 1 ppm. Pupuk TSP sebelum ditebar dicairkan terlebih dahulu agar mudah larut dalam air tambak.

V.  Pemilihan dan Penebaran Benih

5.1  Pemilihan Benih
a.  Benih udang bersertifikat atau surat keterangan sehat;
b.  Benih vaname tidak terdeteksi virus WSSV, TSV, IMNV; IHHNV. Dilengkapi laporan hasil uji dari laboratorium.
c.  Secara visual ukuran seragam (>95%) panjang minimal     0,8 cm (PL 10).
d.  Benih dilakukan adaptasi sesuai salinitas air tambak.
e.  Benih diangkut dengan teknik transportasi yang baik sesuai persyaratan SNI.

5.2.    Penebaran Benih
a. Dilakukan adaptasi suhu dengan cara mengapungkan kantong dalam air atau menambah air sedikit demi sedikit dalam kantong tempat benur. Sambil adaptasi suhu dilakukan penghitungan jumlah benih dalam kantung sebagai sampel.
b.  Penambahan pakan artemia sebelum ditebar.
c.  Penebaran benih udang dengan kepadatan  50 - 100 ekor/m2 dengan rataan 70 ekor/m2 tergantung ketersediaan sarana dan prasarana. Waktu penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari.

VI.  Pengelolaan air
Pengelolaan air diarahkan pada semi flok dengan keseimbangan dominasi plankton dan total
bakteri.

6.1.  Penumbuhan Plankton
Cara pengelolaan kestabilan plankton selama pemeliharaan adalah sebagai berikut :
a.  Lakukan pengukuran kecerahan harian sekitar jam 09.00 pagi. Nilai kecerahan yang optimum adalah 30 - 40 cm.
b.  Lakukan pengukuran pH harian pada pagi dan sore hari antara 7,5 - 8,0, kisaran fluktuasi pH  0,2 - 0,5. 
c.  Pemupukan susulan secara rutin dengan pupuk nitrogen setiap 4 - 7 hari dengan dosis 2 ppm hingga air berwarna hijau kecoklatan.
d.  Pemupukan posfat dihentikan pada saat pakan sudah mencapai sekitar 1.500 kg/ha (tambak lining). Kandungan posfat (PO4) lebih dari 0,25 ppm.
e.  Pemberian pupuk dihentikan setelah air berwarna hijau kecoklatan dengan kecerahan 40.
6.2.  Penumbuhan Bakteri Probiotik
a.  Probiotik yang digunakan harus terdaftar.
b.  Perlakukan untuk penumbuhan probiotik mulai dilakukan 7 hari, setelah sterilisasi, selanjutnya secara rutin dilakukan tiap seminggu 1 - 2 kali  sesuai dengan petunjuk pada label kemasan.

6.3.    Pembiakan  Bakteri Probiotik (pilih sendiri)
a. Adapun teknik pembiakan dan aplikasi probiotik adalah sebagai berikut :
1) Persiapan wadah biakan berupa drum plastik 200 liter dilengkapi peralatan aerasi dengan DO4.
2)  Pengisian drum dengan air tambak (dengan salinitas sama) sampai penuh.
3)  Sterilisasi air dalam drum dengan aplikasi TCCA 15 ppm atau kaporit 30 ppm.
4)  Air diaerasi yang kuat selama minimal 24 jam. Bila belum netral dilakukan penambahan tiosulfat dengan dosis  10 ppm.
5)  Penambahan molase sebanyak 2 - 4 liter per drum       (200 liter).
6)  Penambahan pupuk nitrogen (ZA) sebanyak 200 g/drum.
7)  Penambahan kapur kaptan (CaCO3) untuk menaikan pH mencapai 7.
8)  Memasukan bibit probiotik sebanyak 50 - 100 g dalam media kultur.
9) Kultur dilakukan selama 1 - 2  x 24 jam.
10)  Penebaran bakteri probiotik ke tambak tiap 2 - 4 hari sekali. Flock akan terbentuk setelah 1 - 1,5 bulan yang ditandai terjadinya busa (foam) yang berwarna putih.

b.  Aktivasi Bakteri
Cara lain aplikasi bakteri dengan menebar secara langsung bakteri ke tambak. Sebelum ditebar
dilakukan aktivasi bakteri sebagai berikut:
1)    Persiapan wadah aktivasi berupa ember kapasitas 20 liter.
2)    Masukan air tambak dalam ember.
3)    Tambahkan sumber karbon (molase) sekitar 250 cc dan diaduk merata.
4)    Ukur nilai pH air, bila kurang dari 6 tambahkan kapur sekitar 50 - 100 g agar nilai pH 7.
5)    Tambahkan sumber Nitrogen berupa pupuk Urea/ZA dosis 100 g dan aduk merata.
6)    Masukan probiotik sekitar 100 g atau 100 ml dan aduk secara merata. Biarkan spora bakter berkembang selama 0,5 - 1 jam dan kemudian ditebar pada tambak.


6.4.  Pengamatan Kualitas Air
a. Pengukuran kualitas air secara harian dilakukan terhadap parameter (Tabel paramater, alat dan kisaran)
1)  suhu antara 280 - 320C.
2)  pH antara 7,5 - 8,0 dengan kisaran harian 0,2 - 0,5.  
3)  oksigen terlarut minimal 4 ppm.
4)  kecerahan minimal 30 cm.
5)  warna air hijau kecoklatan.
b.  Pengukuran kualitas air secara mingguan
Tabel parameter alat kisaran :
1)  Alkalinitas 90 - 200 ppm.
2)  Total bahan organik maksimum 250 ppm.
3)  Kelimpahan dan jenis plankton dominasi chloropiceae dan diatom minimal 80%.
4)  Total bakteri maksimum 105 dengan total vibrio maksimum 5%.
c.  Pengamatan kondisi lumpur dasar tambak dibagian central drain. Lakukan penyiponan bila sudah terjadi penumpukan lumpur dasar tambak mulai umur pemeliharaan 45 hari, penyiponan berikutnya dilakukan tiap 10 - 15 hari tergantung ketebalan lumpur.


d. Pengelolaan oksigen
1) Penggunaan kincir/aerasi dengan penempatan diatur sesuai dengan bentuk petak tambak sehingga aliran/gerakan air merata dengan kecepatan minimal   0,8 m/menit agar oksigen terlarut merata pada seluruh kolom air pada tambak.
2) Pada kondisi darurat terutama malam hari oksigen < 3 ppm, dapat diaplikasikan peroksida dengan dosis     1 - 2 ppm setiap jam hingga kelarutan oksigen normal   (≥ 4 ppm).
e.  Pengelolaan nilai pH
1)  Bila pH kurang dari 7,5 dilakukan penambahan kapur dengan dosis 2 - 5 ppm hingga nilai pH mencapai ≥ 7,5.
2)  Bila pH air lebih dari 8 lakukan penambahan molase (sumber karbon) dengan dosis 1 - 2 ppm hingga pH turun mencapai  ≤ 8.
f.  Pengendalian bioflok
Untuk mempertahankan pertumbuhan bakteri probiotik (bioflok) dilakukan dengan aplikasi
bakteri secara rutin 2 kali seminggu.
Adapun caranya adalah :
1)  Penyiapan pembiakan bakteri atau aktivasi bakteri.
2)   Penambahan sumber karbon pada air tambak dengan dosis 2 - 5% dari total pakan yang telah digunakan dalam tambak. Sebagai contoh pakan harian 50 kg selama 4 hari telah menggunakan pakan 4 x 50 kg sebesar 200 kg maka penambahan  molase adalah 2% x 200 kg = 4 kg.
3)  Setelah penambahan molase dan teraduk merata dengan kincir dilakukan penebaran bakteri yang telah dibiakan atau diaktivasi.
4)  Penambahan molase di kurangi bila pH kurang dari 7,5 dan di tambah bila pH air lebih dari 8.
5)  Indikator keberhasilan bioflok secara visual :
*   - Warna air hijau kecoklatan.
*   - Partikel flok dalam air dalam bentuk suspensi/ masir.
*   - Ketebalan flok maksimum 20 cm (mengunakan tabung Imhoff).

VII.  Pengelolaan pakan

a.  Pakan buatan (pellet) mulai diberikan dari penebaran benih dengan dosis disesuaikan dengan laju konsumsi pakan.
b. Untuk kontrol laju konsumsi pakan dilakukan dengan pemberian pakan pada anco dengan dosis dan waktu cek di anco sesuai dangan ukuran udang (lampiran 2).
c.  Kontrol pertumbuhan dilakukan dengan pengambilan sampel udang atau sampling yang dilakukan setiap 7 - 10 hari sekali.
Sampling dilakukan pada waktu fajar atau sore hari untuk menghindari cuaca panas. Udang yang
tertangkap tidak dikembalikan ke tambak.

VIII.  PANEN
a. Untuk menghindari moulting/ganti kulit menjelang panen :
* - Lakukan peningkatan pH air hingga 9 dengan aplikasi kapur.
* - Jangan lakukan pergantian air 2 hari sebelum panen.
* - Lakukan pembuangan air secara cepat (terutama pada pagi hari).
b. Panen dilakukan setelah mencapai ukuran pasar  (marketable size).
c. Sebelum dipanen dilakukan penyiponan tambak plastik agar bersih dan lumpur tidak menyebar ke seluruh petakan tambak.
d.  Panen dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan jaring kearah pembuangan agar dapat mengurangi kerusakan plastik mulsa.
e.  Semua peralatan panen sudah disiapkan.
f.  Udang yang tertangkap segera dipindahkan dalam wadah penampungan yang bersih dan air dingin.

Sumber : Supito, S.Pi.M.Si
BBPBAP Jepara 2015