TEKNIS BUDIDAYA UDANG VANAME
I. PENDAHULUAN
Dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tambak udang perlu
dilakukan penerapan teknologi untuk mencegah penularan penyakit dan
mengendalikan kualitas lingkungan agar stabil pada parameter kualitas air yang
sesuai dengan kehidupan dan pertumbuhan udang. Oleh karena itu diperlukan
pedoman teknis budidaya udang sebagai acuan dasar operasional kegiatan
pembesaran udang.
Dalam
pelaksanaan di lapangan perlu disesuaikan dengan kondisi lokasi, mulai
dari pengaturan tata letak tambak, persiapan tambak, penebaran benih,
pengelolaan air, pengelolaan pakan, pengendalian penyakit dan panen.
II. KEGIATAN
BUDIDAYA UDANG VANAME
2.1. Pemilihan Lokasi
Lokasi tambak untuk kegiatan
budidaya udang harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Sesuai penggunaan tata ruang dan wilayah yang diperuntukkan untuk
kegiatan budidaya udang.
b. Dekat dengan sumber air
dengan kualitas dan kuantitas yang cukup untuk proses produksi.
c. Bebas dari banjir dan
bahan pencemar.
d. Infrastruktur memadai.
2.2. Desain, Tata Letak
dan Konstruksi Tambak
Desain dan tata letak tambak pembesaran udang vaname dengan penerapan
biosekuriti dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Biosekuriti pada kawasan/cluster tambak dibatasi oleh barier
atau pagar berupa pematang yang kedap, saluran atau petak tambak yang dikelola
sebagai biofilter dan pagar biosekuriti untuk mencegah carier.
b. Sumber air payau/laut
berasal dari inlet berupa saluran sekunder/tersier.
c. Petak tandon/biofilter
untuk mencampur air tawar dan laut atau sebagai petak penampungan air pasok
yang sehat untuk petak pembesaran.
d. Petak pembesaran udang
diupayakan kedap air untuk meminimalisir perembesan dari petak lainnya.
e. Petak/tandon atau saluran
buang digunakan sebagai penampungan limbah sebelum dibuang ke saluran umum.
f. Saluran buang/tandon dilengkapi sistem biofilter (ikan dan tanaman
air).
2.3. Petak
Tandon/Biofilter/Resevoar
Petak tandon/biofilter/resevoar
berfungsi sebagai petak penampungan air sehat. Petak ini juga berfungsi untuk
memperbaiki kualitas air secara dengan cara pengendapan untuk menurunkan bahan
organik dan mencegah karier udang liar.
a. Berisi tanaman air berupa makroalga (lumut, ganggang) dengan
kepadatan maksimum 40% menutupi (covered) dari luas petak biofilter dan
ikan herbivora ikan nila dan bandeng, padat tebar disesuaikan dengan kelimpahan
tanaman air (makroalga).
b. Berisi
ikan karnivora/herbivora berfungsi mencegah karier penyakit seperti udang liar
dan krustacea liar lainnya dan ditebari ikan predator kecil.
c. Dilakukan pemberantasan udang liar dengan crustaesida setiap
penambahan air baru.
2.4. Petak
Sterilisasi/Tandon
Petak
sterilisasi berfungsi untuk membasmi patogen penyakit sebelum digunakan untuk menambah/mengganti
air petak pembesaran udang, luas petakan sekitar 20% dari luas/volume petak
pembesaran udang.
2.5. Petak Pembesaran
Udang
a. Petak pembesaran udang dikelilingi oleh petak tandon/ biofilter dan
saluran buang dengan pematang yang kedap, luas petak berkisar 0,2 – 0,5 ha per
petak.
b. Petak pembesaran kedap air dengan tingkat rembesan air maksimum 10%
per minggu.
c. Kedalaman
air petak pembesaran minimal 80 cm.
d. Petak pembesaran dilengkapi sistem pasok air (inlet) dan
sistem buang (outlet).
2.6. Saluran Buang Air
(out let)
Air
buang sebelum digunakan untuk resirkulasi atau dibuang ke saluran umum harus
diolah dengan biofilter untuk menghindari cemaran bahan organik dan cemaran
lingkungan.
III. Persiapan tambak
3.1. Persiapan Konstruksi
Tambak
3.1.1. Pengedapan Pematang Utama
a. Pengeringan, pengedapan dan peninggian pematang utama yang membatasi
kawasan/cluster tambak dengan kawasan tambak lain.
b. Ketinggian pematang utama disesuaikan dengan kondisi lahan sehingga
terhindar limpasan air pasang atau banjir.
3.1.2. Pengedapan dan Peninggian
Pematang Antara
a. Pengedapan
pematang antara petak tambak pembesaran dalam kawasan tambak.
b. Peninggian
pematang antara agar mampu menampung air minimal 80 cm.
3.1.3. Pemasangan Pagar Biosekuriti
(fencing)
a. Pemasangan pagar biosekuriti dilakukan pada pematang utama yang
mengelilingi kawasan tambak.
b. Pagar biosekuriti dapat menggunakan plastik, waring kasa dengan cara
pemasangan tegak dan ketinggian minimal 30 cm untuk mencegah masuknya hewan dan
krustacea lainnya.
c. Plastik masuk ke dalam pematang sekitar 10 cm.
3.2. Perbaikan
Dasar Tambak
3.2.1. Pengeringan Tambak
a. Keringkan seluruh petak tambak baik petak tandon/biofilter, petak
pembesaran udang dan saluran buang untuk memperbaiki kualitas tanah dasar,
untuk mempercepat pengeringan tanah dasar perlu dibuat caren atau parit.
b. Pemberatasan hama baik
ikan liar atau udang liar dengan menggunakan saponin dan chlorin.
3.2.2. Pelapisan (lining)
dengan Plastik Mulsa
a. Pelapisan plastik pada penampang dasar dilakukan untuk mengurangi
penyerapan oksigen oleh dasar tambak (Sediment oxygen demand), kekeruhan
air karena pengadukan lumpur dasar oleh kincir dan pertumbuhan alga dasar
berupa ganggang dan klekap.
b. Sebelum
dipasang plastik dasar tambak harus dikeringkan.
c. Apabila nilai pH tanah
dasar tambak kurang dari 6 dilakukan pengapuran dengan dosis 1-2 ton per ha
sebelum dipasang plastik.
d. Apabila ada bagian tanah dasar tambak yang masih basah atau berwarna
hitam, dilakukan pengapuran 200 g/m2.
e. Cara pasang plastik dengan menutup seluruh permukaan tanah dasar
tambak.
IV. Persiapan
Air
4.1. Persiapan Air
Petak Pengendapan
a. Pengisian air pada
petak tandon/biofilter dilakukan pada saat air pasang, pemasukan air
memanfaatkan gravitasi pasang surut atau dengan pompa.
b. Tebar
ikan herbivora dan carnivora untuk mengendalikan makroalga dan udang.
c. Pemberantasan hama
udang liar dan krustacea lainnya secara manual.
4.2. Persiapan Petak
Sterilisasi
a. Isi petak sterilisasi dari
sumber air atau petak tandon.
b. Sterilisasi air menggunakan
kaporit dosis 30 ppm (kandungan bahan aktif 60 - 65%).
c. Aplikasi bahan
sterilisasi dilakukan secara merata.
d. Bahan aktif akan lebih
efektif pada nilai pH air kurang dari 7,5.
4.3. Persiapan Air
Petak Pembesaran Udang
4.3.1. Sterilisasi Air
a. Pengisian
air pada petak pembesaran udang dengan ketinggian minimal 80 cm.
b. Sterilisasi air dengan menggunakan kaporit dosis 30 ppm (bahan aktif
chlorin 60 - 65%) atau TCCA dengan dosis 15 ppm (bahan aktif chlorin 90%)
secara merata dengan cara sebagai berikut :
1) Ukur ketinggian dan volume air tiap petak.
2) Timbang kaporit atau TCCA sesuai dengan kebutuhan.
3) Gunakan masker dan sarung tangan dari karet (untuk
keamanan).
4) Cairkan TCCA atau kaporit dalam ember
kemudian disebar pada petak tambak.
5) Penebaran ke tambak harus memperhatikan arah
angin.
6) Hidupkan
kincir untuk mempercepat pengadukan secara merata kurang lebih 2 jam,
selanjutnya dibiarkan selama sekitar 1 - 2 hari untuk menetralisir bahan aktif
chlorin.
4.3.2. Penumbuhan
Plankton/Flok
a. Penumbuhan bakteri probiotik Bacillus
sp untuk 1 Ha tambak sebagai berikut :
1) Reactor/wadah 50 l : 0,5
nutrient (ragi, glukosa/ molase) dan sumber nitrogen (0,5 Pakan D-0 atau pupuk
Nitrogen) dan tambah kapur secukupnya sekitar 500 g untuk menaikan pH menjadi
7.
2) Tambahkan 50 lt : 0,5 liter/kg starter bacillus.
3) Campuran
tersebut diaerasi/pengaduk (aerator/pompa celup) selama 24 - 36 jam dan
dilakukan penebaran di tambak.
b. Penumbuhan
plankton
1) Pembuatan fermentasi untuk merangsang pertumbuhan plankton sebagai
berikut :
a) Wadah/reactor fermentasi berupa drum (200 - 300 lt).
b) Masukan bahan berupa molasi sekitar 15 kg; katul yang halus 50 kg;
pakan D-0 10 kg atau pupuk ZA 100 g; dan ragi roti atau mauripan 3 kg.
c) Aduk merata bahan tersebut dan tutup rapat dengan plastik selama 24
- 36 jam, selanjutnya ditebar di tambak.
2) Penumbuhan
plankton sebagai penyeimbang kualitas air (water stability) dilakukan
pada awal pemeliharaan. Adapun cara penumbuhan plankton sebagai berikut :
a) Kegiatan penumbuhan
plankton dilakukan paling cepat 5 hari setelah perlakukan sterilisasi air tambak.
b) Aplikasi kapur carbonat (CaCO3)/kaptan 15 ‐ 20 ppm dengan dosis untuk
meningkatkan alkalinitas. Dapat dilakukan 3 hari setelah sterilisasi air.
c) Penambahan pupuk Nitrogen dosis 5 ppm dan Phospat
dengan dosis 1 ppm. Pupuk TSP sebelum ditebar dicairkan terlebih dahulu agar
mudah larut dalam air tambak.
V. Pemilihan
dan Penebaran Benih
5.1 Pemilihan Benih
a. Benih
udang bersertifikat atau surat keterangan sehat;
b. Benih vaname tidak
terdeteksi virus WSSV, TSV, IMNV; IHHNV. Dilengkapi laporan hasil uji dari
laboratorium.
c. Secara visual ukuran seragam (>95%) panjang minimal
0,8 cm (PL 10).
d. Benih dilakukan adaptasi sesuai salinitas air tambak.
e. Benih diangkut dengan teknik transportasi yang baik sesuai
persyaratan SNI.
5.2. Penebaran Benih
a. Dilakukan adaptasi suhu
dengan cara mengapungkan kantong dalam air atau menambah air sedikit demi
sedikit dalam kantong tempat benur. Sambil adaptasi suhu dilakukan penghitungan
jumlah benih dalam kantung sebagai sampel.
b. Penambahan pakan
artemia sebelum ditebar.
c. Penebaran benih udang
dengan kepadatan 50 - 100 ekor/m2 dengan rataan 70 ekor/m2
tergantung ketersediaan sarana dan prasarana. Waktu penebaran dilakukan pada
pagi atau sore hari.
VI. Pengelolaan
air
Pengelolaan air diarahkan pada semi
flok dengan keseimbangan dominasi plankton dan total
bakteri.
6.1. Penumbuhan Plankton
Cara pengelolaan kestabilan plankton
selama pemeliharaan adalah sebagai berikut :
a. Lakukan pengukuran
kecerahan harian sekitar jam 09.00 pagi. Nilai kecerahan yang optimum adalah 30
- 40 cm.
b. Lakukan pengukuran pH
harian pada pagi dan sore hari antara 7,5 - 8,0, kisaran fluktuasi pH 0,2
- 0,5.
c. Pemupukan susulan
secara rutin dengan pupuk nitrogen setiap 4 - 7 hari dengan dosis 2 ppm hingga
air berwarna hijau kecoklatan.
d. Pemupukan posfat
dihentikan pada saat pakan sudah mencapai sekitar 1.500 kg/ha (tambak lining).
Kandungan posfat (PO4) lebih dari 0,25 ppm.
e. Pemberian
pupuk dihentikan setelah air berwarna hijau kecoklatan dengan kecerahan 40.
6.2. Penumbuhan Bakteri
Probiotik
a. Probiotik yang digunakan harus terdaftar.
b. Perlakukan untuk penumbuhan probiotik mulai dilakukan 7 hari,
setelah sterilisasi, selanjutnya secara rutin dilakukan tiap seminggu 1 - 2
kali sesuai dengan petunjuk pada label kemasan.
6.3. Pembiakan
Bakteri Probiotik (pilih sendiri)
a. Adapun teknik pembiakan dan
aplikasi probiotik adalah sebagai berikut :
1) Persiapan wadah biakan
berupa drum plastik 200 liter dilengkapi peralatan aerasi dengan DO4.
2) Pengisian drum dengan air tambak (dengan salinitas sama) sampai
penuh.
3) Sterilisasi air dalam drum dengan aplikasi TCCA 15 ppm atau kaporit
30 ppm.
4) Air
diaerasi yang kuat selama minimal 24 jam. Bila belum netral dilakukan penambahan
tiosulfat dengan dosis 10 ppm.
5) Penambahan
molase sebanyak 2 - 4 liter per drum (200
liter).
6) Penambahan pupuk nitrogen (ZA) sebanyak 200 g/drum.
7) Penambahan kapur kaptan (CaCO3) untuk menaikan pH
mencapai 7.
8) Memasukan bibit probiotik sebanyak 50 - 100 g dalam media kultur.
9) Kultur dilakukan selama 1 -
2 x 24 jam.
10) Penebaran bakteri
probiotik ke tambak tiap 2 - 4 hari sekali. Flock akan terbentuk setelah 1 -
1,5 bulan yang ditandai terjadinya busa (foam) yang berwarna putih.
b. Aktivasi Bakteri
Cara lain aplikasi bakteri dengan
menebar secara langsung bakteri ke tambak. Sebelum ditebar
dilakukan aktivasi bakteri sebagai
berikut:
1) Persiapan wadah aktivasi berupa ember kapasitas 20 liter.
2) Masukan air tambak dalam ember.
3) Tambahkan sumber karbon (molase) sekitar 250
cc dan diaduk merata.
4) Ukur nilai pH air, bila kurang dari 6 tambahkan
kapur sekitar 50 - 100 g agar nilai pH 7.
5) Tambahkan
sumber Nitrogen berupa pupuk Urea/ZA dosis 100 g dan aduk merata.
6) Masukan probiotik sekitar 100 g atau 100 ml dan
aduk secara merata. Biarkan spora bakter berkembang selama 0,5 - 1 jam dan
kemudian ditebar pada tambak.
6.4. Pengamatan Kualitas Air
a. Pengukuran kualitas air
secara harian dilakukan terhadap parameter (Tabel paramater, alat dan kisaran)
1) suhu antara 280
- 320C.
2) pH antara 7,5 - 8,0
dengan kisaran harian 0,2 - 0,5.
3) oksigen terlarut
minimal 4 ppm.
4) kecerahan minimal 30
cm.
5) warna air hijau
kecoklatan.
b. Pengukuran kualitas
air secara mingguan
Tabel parameter alat kisaran :
1) Alkalinitas 90 - 200 ppm.
2) Total bahan organik maksimum 250 ppm.
3) Kelimpahan
dan jenis plankton dominasi chloropiceae dan diatom minimal 80%.
4) Total bakteri maksimum 105
dengan total vibrio maksimum 5%.
c. Pengamatan kondisi
lumpur dasar tambak dibagian central drain. Lakukan penyiponan bila
sudah terjadi penumpukan lumpur dasar tambak mulai umur pemeliharaan 45 hari,
penyiponan berikutnya dilakukan tiap 10 - 15 hari tergantung ketebalan lumpur.
d. Pengelolaan oksigen
1) Penggunaan kincir/aerasi
dengan penempatan diatur sesuai dengan bentuk petak tambak sehingga
aliran/gerakan air merata dengan kecepatan minimal 0,8 m/menit agar
oksigen terlarut merata pada seluruh kolom air pada tambak.
2) Pada kondisi darurat
terutama malam hari oksigen < 3 ppm, dapat diaplikasikan peroksida
dengan dosis 1 - 2 ppm setiap jam hingga kelarutan
oksigen normal (≥ 4 ppm).
e. Pengelolaan nilai pH
1) Bila pH kurang dari
7,5 dilakukan penambahan kapur dengan dosis 2 - 5 ppm hingga nilai pH mencapai
≥ 7,5.
2) Bila pH air lebih dari
8 lakukan penambahan molase (sumber karbon) dengan dosis 1 - 2 ppm hingga pH
turun mencapai ≤ 8.
f. Pengendalian bioflok
Untuk mempertahankan pertumbuhan
bakteri probiotik (bioflok) dilakukan dengan aplikasi
bakteri secara rutin 2 kali
seminggu.
Adapun caranya adalah :
1) Penyiapan pembiakan
bakteri atau aktivasi bakteri.
2) Penambahan
sumber karbon pada air tambak dengan dosis 2 - 5% dari total pakan yang telah
digunakan dalam tambak. Sebagai contoh pakan harian 50 kg selama 4 hari telah
menggunakan pakan 4 x 50 kg sebesar 200 kg maka penambahan molase adalah
2% x 200 kg = 4 kg.
3) Setelah penambahan
molase dan teraduk merata dengan kincir dilakukan penebaran bakteri yang telah
dibiakan atau diaktivasi.
4) Penambahan molase di
kurangi bila pH kurang dari 7,5 dan di tambah bila pH air lebih dari 8.
5) Indikator keberhasilan
bioflok secara visual :
- Warna air hijau
kecoklatan.
- Partikel flok dalam
air dalam bentuk suspensi/ masir.
- Ketebalan flok
maksimum 20 cm (mengunakan tabung Imhoff).
VII. Pengelolaan
pakan
a. Pakan buatan (pellet)
mulai diberikan dari penebaran benih dengan dosis disesuaikan dengan laju
konsumsi pakan.
b. Untuk kontrol laju konsumsi
pakan dilakukan dengan pemberian pakan pada anco dengan dosis dan waktu cek di
anco sesuai dangan ukuran udang (lampiran 2).
c. Kontrol pertumbuhan
dilakukan dengan pengambilan sampel udang atau sampling yang dilakukan setiap 7
- 10 hari sekali.
Sampling dilakukan pada waktu fajar
atau sore hari untuk menghindari cuaca panas. Udang yang
tertangkap tidak dikembalikan ke
tambak.
VIII. PANEN
a. Untuk menghindari moulting/ganti
kulit menjelang panen :
- Lakukan peningkatan pH air
hingga 9 dengan aplikasi kapur.
- Jangan lakukan pergantian air
2 hari sebelum panen.
- Lakukan pembuangan air secara cepat
(terutama pada pagi hari).
b. Panen dilakukan setelah
mencapai ukuran pasar (marketable
size).
c. Sebelum dipanen dilakukan
penyiponan tambak plastik agar bersih dan lumpur tidak menyebar ke seluruh
petakan tambak.
d. Panen dilakukan secara
hati-hati dengan menggunakan jaring kearah pembuangan agar dapat mengurangi
kerusakan plastik mulsa.
e. Semua peralatan panen
sudah disiapkan.
f. Udang yang tertangkap
segera dipindahkan dalam wadah penampungan yang bersih dan air dingin.
Sumber : Supito, S.Pi.M.Si
BBPBAP Jepara 2015