Beberapa
Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemeliharaan
Udang
Vanname (Litopenaeus vannamei)
Berdasarkan SK Menteri Kelautan
dan Perikanan No. KEP.41/MEN/2001 Indonesia melakukan introduksi udang Vannamei
(Litopenaeus
vannamei) yang berasal dari negeri Paman Sam (Amerika Serikat), sebagai
solusi adanya serangan WSSV (White spots syndrome virus) terhadap udang asli
Indonesia yaitu udang windu (Penaeus monodon) yang pada tahun 2000
terjadi gagal panen. Akibat serangan WSSV menyebabkan kerugian negara berupa
devisa diperkirakan mencapai 2,5 trilyun rupiah per tahun (Ditjen Perikanan
Budidaya - KKP, 2005). Berdasarkan kejadian tersebut maka mulailah banyak
pembudidaya udang windu (Penaeus monodon) yang
beralih ke udang vanname.
Bisnis udang menjanjikan
untung yang cukup besar. Selain sebagai komoditi andalan, udang mempunyai
pangsa pasar yang luas dengan harga jual yang relativ stabil di
pasaran.
Untuk pembudidaya udang windu
(Penaeus monodon) yang akan beralih ke udang vanname atau bagi para pemula
dalam pemeliharaan udang vanname, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pemeliharaan udang vannamei adalah sebagai berikut :
1.
Mengenal
Perilaku Udang yang Akan Dipelihara
Jika
udang windu lebih aktif di dasar kolam, berbeda dengan udang vanname yang aktif
mengisi dan beraktivitas di semua ruang kolam pemeliharaan. Udang vanname
memiliki tingkat kanibalisme lebih rendah jika dibandingkan dengan udang windu.
Jika dilihat dari nafsu makan, udang vanname mempunyai tingkat nafsu makan cukup
tinggi dan fluktuatif, namun demikian angka FCR (Food Conversation Rate) yang
umum dicapai adalah 1 : 1,5 (FCR untuk udang windu 1 : 1,8 - 1 : 2,0).
2.
Persiapan
Lahan Tambak
Mempersiapkan
lahan merupakan awal dalam usaha pemeliharaan udang dan hal ini erat kaitannya
dengan daya dukung lahan. Biasanya budidaya udang vanname pola intensif padat
tebarnya di atas 80 ekor/m² dan bahkan sampai 150 ekor/ m² (udang windu 30 - 50
ekor/m²), maka penggunaan kincir (genset / PLN) dan ketinggian air di kolam
harus memadai dan sesuai dengan kebutuhan. Untuk pola tradisional padat
tebarnya < dari 80 ekor/m² dan tidak menggunakan kincir.
Pengolahan
lahan tambak/tanah terdiri dari : (1) pengangkatan lumpur , lumpur organik dari
sisa pakan dan kotoran-kotoran harus diangkat/dikeluarkan karena bersifat racun
yang membahayakan (2) pembalikan tanah, dengan cara dicangkul untuk membebaskan
gas-gas beracun (H2S dan amoniak) dan menggemburkan tanah (3)
pengapuran , untuk menetralkan keasaman tanah (4) pengeringan, biarkan tanah menjadi
kering dan pecah-pecah untuk membunuh bibit penyakit (5) pemupukan, untuk
menumbuhkan pakan alami pada tambak.
Pemakaian
pakan yang cukup banyak menyebabkan akumulasi bahan organik akan meningkat, sehingga persiapan lahan harus
lebih matang. Selain kapasitas lahan ( carrying capacity ) dan fasilitas tambak
yang harus mampu mendukung kegiatan pemeliharaan selama kurang lebih 4 bulan,
maka kapasitas sumber daya manusia ( SDM ) harus betul-betul disiapkan.
3.
Memilih
Benur yang Bagus dan Berkualitas
Dapatkan
benur dari hatchery yang bisa dipercaya dan sudah mempunyai teknologi yang
bagus, serta hasilnya konsisten. Amati benur secara visual seperti : gerakannya
lincah dan apabila terjadi perubahan lingkungan yang mendadak maka benur akan
melompat, ukuran seragam, mempunyai panjang
> 10 mm (PL 12), pada saat transportasi benur menyebar tidak
bergerombol, responsive terhadap cahaya, tubuhnya bening tidak terlihat
penempelan parasit, usus terlihat penuh
makanan dan berwarna gelap. Harga benur vanname bervariasi dari Rp.12/ekor
sampai Rp.38/ekor. Jangan membeli benur hanya karena harganya murah, tapi
belilah benur karena berkualitas bagus.
4.
Manajemen
Kualitas Air
Lakukan
monitor kualitas air secara rutin seperti pH, suhu, alkalinity, oksigen
terlarut (DO), NH3, dll. Setelah udang berumur sekitar 30 hari, lakukan ganti
air 5 – 15 % dan haruslah dari tandon
(reservoir) yang sudah di treatment. Supply oksigen harus cukup, bisa
berpatokan per 1 unit kincir (1 HP) pada saat pakan 10 – 12 kg pakan per hari
atau biomass 500 – 600 kg. Selain itu perlu diperhatikan timbulnya kondisi
lingkungan yang dapat menghambat pertumbuhan udang, bahkan dapat mematikan
udang, misalnya munculnya gas-gas beracun serta mikroorganisme patogen.
Udang yang tumbuh pada lingkungan yang kurang sesuai
mempunyai daya tahan tubuh rendah. Daya tahan tubuh rendah secara langsung
berpengaruh pada pertumbuhan dan kesehatannya. Karena nafsu makan ikut
berpengaruh, kondisi badan lemah dan penyakit mudah menyerang.
5.
Manajemen
Pakan
Untuk pertumbuhannya, udang memerlukan pakan. Udang vanname memerlukan
pakan dengan kandungan protein 35%. Ini lebih rendah dibanding dengan kebutuhan
untuk udang windu dimana kebutuhan protein pakannya mencapai 45% agar dapat
tumbuh baik. Ini berarti dari segi pakan udang vanname lebih ekonomis, sebab
bahan pangan yang mengandung protein banyak tentu lebih mahal. Konsumsi pakan
harus dimonitor secara seksama. Berdasarkan pengalaman dalam memelihara udang
windu FCR 1,8 – 2,0 maka untuk udang vanname sasaran FCR akhir sekitar 1,5.
Sampling udang dapat dilakukan mulai umur ± 45 hari dan dilakukan setiap 7 -10 hari
sekali. Pertumbuhan normal udang rata-rata berkisar 0,16 – 0,18 gram/hari.
Pakan harus memenuhi persyaratan dalam hal kelayakan nutrisi, sifat fisik,
serta pengelolaan pakan yang tepat. Kelayakan nutrisi dapat dilihat dari
kelengkapan dan keseimbangan nutriennya, yaitu karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral. Sifat fisik pakan, pada umumnya dilihat dari
stabilitas pakan, yaitu ketahanannya untuk tidak hancur, terurai, atau tercuci
dalam air. Pengelolaan pakan meliputi penentuan jumlah, ukuran dan bentuk
pakan, serta frekuensi, waktu, dan cara pemberian pakan.
6.
Mencegah
Masuknya Penyakit ke Dalam Sistem Pemeliharaan Udang
Berbagai penyakit oleh bakteri dan virus merupakan penyebab utama
kematian udang yang dibudidayakan. Mencegah masuknya penyakit dapat dilakukan
secara langsung (sterilisasi air, pemasangan saringan/filter yang efektif dll)
maupun yang melalui carrier. Istilah lain bahwa biosecurity harus ketat. Sebab
udang windu ataupun vanname tetap rentan terhadap penyakit. Untuk penyakit yang
disebabkan virus belum ada obatnya sampai sekarang dan kerugiannya secara
ekonomi sangat besar. Kerugian karena penyakit diperkirakan mencapai
lebih dari 300 juta US$ per tahun (Wahyono, 1999 dalam Rukyani, 2000).
Pemberian Vitamin C untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan udang
sangat penting, begitu juga dengan probiotik.
7.
Panen
Udang
Sebelum
panen , lakukan negoisasi terlebih dahulu dengan cold storage (buyer) dan
informasikan estimasi hasil panen yang akan diperoleh (tonase, size udang).
Estimasi hasil panen ini terkait dengan fasilitas panen seperti truck, es,
keranjang, tenaga panen, dll. Jika udang masih bisa tumbuh mencapai size 40 –
50 maka panen bisa di tunda. Panen sebaiknya dilakukan pada sore atau malam
hari agar mutu udang tetap bagus (sebab kulit udang vannamei lebih tipis
dibanding udang windu). Panen diusahakan selesai secepat mungkin, karena udang
vannamei tidak sekuat udang windu.
Sumber :
Rukyani, A., 2000. Masalah penyakit udang dan harapan solusinya.
Sarasehan Akuakultur Nasional,Bogor.
EM
ES Bulletin, 2004. Edisi keempat , Oktober, Surabaya.
👍🏻
BalasHapus