SIDAT DAN PROSPEKNYA DI INDONESIA
PENDAHULUAN
Ikan sidat atau “moa”, ada juga yang menamakan
“pelus” untuk ukuran yang besar, merupakan salah satu jenis ikan yang populer,
baik di Eropa, Amerika, maupun Asia. Sidat tinggal di perairan tawar hingga
6-20 tahun, dan begitu mau memijah kembali ke laut; dalam perjalanan kembali ke
laut itu mereka tidak makan.
Ikan ini pun mati setelah menunaikan tugasnya
menurunkan generasinya (memijah). Di
Jepang ikan ini sangat populer dengan sebutan “unagi” dan umumnya disajikan
dalam bentuk panggang (grilled eel fillet). “Unadon” adalah salah satu makanan
termahal di dunia yang terbuat dari sidat).
Ikan ini mempunyai beberapa keistimewaan antara lain :
1.
Mempunyai
kandungan zat gizi yang tinggi terutama vitamin A
2.
Rasanya
sangat lezat
3.
Berkalori
tinggi (303.100 kcal/gram) dan
4.
Merupakan
sumber energi yang besar (di negara-negara tertentu diyakini sebagai sumber
energi yang sangat diperlukan pada musim-musim dingin).
Banyaknya keunggulan dari ikan sidat sebagai sumber
gizi membuat ikan ini sangat diminati di Jepang, Eropa, Amerika, Korea dan
Taiwan. Jenis masakan sidat yang paling poluler di Jepang adalah “unadon”.
Unadon berasal dari kata unagi no kabayaki (ikan sidat panggang atau smoked
eel) dan donburi (yaitu nasi dan berbagai menu yang diasjikan dalam mangkok besar). Boleh dicoba – dan kita akan menikmati setiap
gigitan menu ini.
Kalau di Indonesia kemana kita pergi akan ketemu
sate, maka bila di Jepang kita akan ketemu sidat panggang yang sanagat harum
menusuk hidung dan membangkitkan selera kita.
Pasar sidat meliputi pasar domestik dan internasional, namun suplainya
masih sangat terbatas, sehingga harga ikan ini cukup tinggi terutama untuk
ukuran benih (elver maupun fingerling). Selama ini tujuan ekspor utama adalah
Jepang, tetapi juga merupakan penghasil sidat dunia. Permintaan sidat negara
itu mencapai 130.000 ton per tahun, sementara produksinya baru 21.800 ton atau
baru 16,8%. Jumlah produksi tersebut sebagian besar dari hasil budidaya yaitu
21.000 ton (96,3%).
Permasalahan
yang dihadapi dalam budidaya di Jepang maupun negara-negara lain adalah semakin
menurunnya suplai benih. Beberapa sebab menurunnya suplai benih antara lain
adalah karena penangkapan glass eel yang tak terkendali, dan semakin rendahnya
jumlah sidat dewasa yang mampu kembali ke laut untuk memijah. Penangkapan yang tak terkendali di hampir
semua negara berlangsung sudah sejak lama, dimana glass eel biasa ditangkap
untuk makanan yang lezat. Kegiatan ini kemudian dilarang di Eropa, dan di
Indonsesia berhenti setelah mereka mengetahui bahwa harga glass eel ini sangat
mahal. Semakin rendahnya ikan dewasa
yang mampu kembali ke laut disebabkan oleh semakin intensifnya penangkapan
glass eel, banyaknya penghalang yang menghadang glass eel / elver naik ke hulu
(antara lain bangunan-bangunan pengatur irigasi), dan belum berhasilnya
produksi benih dari budidaya.
Berbeda dengan di Indonesia, sebagian daerah
potensial sidat seperti Sumatera, Sulawesi, dll. belum dimanfaatkan secara
optimal, kecuali di Selatan Pulau Jawa. Demikian pula budidaya ikan ini belum
sepenuhnya diusahakan secara maksimal.
Usaha budidaya sidat secara super intensif yang dulu pernah dilakukan
menjadikan harga pokoknya cukup tinggi, sedang harga ekspor kadang turun
bergantung musim panen di negara importir.
Dengan semakin menurunnya suplai benih, semakin
mahal harga sidat baik benih maupun ukuran konsumsi. Harga sidat ukuran
konsumsi secara bertahap terus meningkat; di pasaran lokal dari harga per
kilogram Rp.50.000 beberapa tahun lalu kini meningkat hingga Rp.80.000. Jepang
bahkan memberikan harga yang jauh lebih tinggi khususnya untuk sidat budidaya
yang dikemas hingga kualitas produk memenuhi persyaratan mereka. Untuk harga glass eel khususnya merangkak
cepat dari per kg Rp.5.000 pada tahun delapan puluhan, akhir-akhir ini menjadi
Rp.400.000-500.000. Tingginya harga glass eel di luar negeri bahkan menyebabkan
ekspor elver sidat secara diam-diam dan ini merupakan suatu hal yang sangat
tidak bijaksana. Pengembangan budidaya dengan demikian merupakan peluang baik
bagi masyarakat, yang perlu didukung oleh pemerintah.
Teknologi madya yang telah ditemukan pada
tahun-tahun tujuh puluhan oleh pengusaha swasta dan kemudian akhirakhir
ini dimulai oleh Balai Layanan Usaha
Produksi Budidaya Karawang (dulu PT. Pandu TIR) salah satu UPT Ditjen Budidaya,
Kementerian Kelautan dan Perikanan) di Karawang, membuka wawasan baru
menggeliatnya minat usaha sidat di Indonesia.
A. MENGENAL SIDAT
1.1 Klasifikasi menurut Djajadireja (1952), mengklasifikasikan sidat
dalam tata nama sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub Filum : Euchordata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinoptrygii
Infrakelas : Teleostei
Superordo : Elomorpha
Ordo : Anguiliformes
Famili : Anguilidae
Genus : Anguilla
Species : Anguilla spp.
1..2 Morfologi dan Anatomi
Selintas sidat mirip dengan belut. Tubuhnya bulat
dan panjang, warnanya juga sama yaitu kuning, abu-abu, cokelat, dan terkadang
hitam. Namun bila diperhatikan, ikan ini
berbeda dengan belut, yaitu adanya sirip dada (pectoral fin) di belakang
kepalanya (meski ada beberapa jenis tidak memiliki sirip ini); sirip punggung
(dorsal fin) dan sirip duburnya (anal fin) langsung menyatu hingga sisrip ekor
(caudal fin) membentuk suatu pita lembut. Sidat memiliki bentuk tubuh bulat
memanjang. Memiliki kepala, perut, dan ekor. Tubuhnya memanjang dengan perbandingan panjang dan tinggi 20 : 1.
Bentuk dan sirip (kiri), dan mulut (kanan). antara
Kepala sidat berbentuk segitiga, memiliki mata, hidung, mulut, dan tutup
insang. Mata sidat tidak tahan terhadap sinar matahari karena sidat termasuk
binatang malam (nocturnal). Oleh sebab itu, tempat pemeliharaan sidat, terutama
pada tahap pendederan, harus diberi peneduh berwarna hitam. Mulut sidat
berfungsi untuk mengambil makanan. Mulut sidat
membelah hampir di sepanjang bagian kepala. Hidung sidat sangat kecil, berfungsi
untuk alat penciuman. Tutup insang berada di bagian bawah kepala atau di depan
sirip dada. Sebagian besar spesies ikan ini nokturnal (aktif di malam hari),
hingga kita jarang melihatnya di alam; hanya kadang kita melihatnaya di
lubang-lubang atau di tempat khusus yang kadang dikeramatkan orang.
Sebagian species hidup di perairan lebih dalan di
paparan benua dan diderah dengan kedalaman hingga 4.000 m. Hanya yang termasuk
dalam famili Aguilidae yang secara teratur mendiami perairan tawar namun juga
kembali ke laut untuk memijah. Di Indonesia sendiri ada tujuh jenis dari total
18 jenis di dunia. Dari tujuh jenis itu,
dapat digolongkan menjadi dua yaitu yang bersirip dorsal pendek dan yang
bersirip dorsal panjang. Yang bersirip
dorsal pendek adalah Anguilla bicolor dan Anguilla bicolor Pacifica.
Sedang yang bersirip dorsal panjang adalah Anguilla borneoensis ,
Anguillamarmorata , Anguilla celebesensis , Anguilla megastoma dan
Anguilla interioris .
Prospek Budidaya Sidat di
Indonesia
Di Indonesia prospek budidaya sidat masih luas, hal
ini karena sumberdaya alam Indonesia sangat mendukung, yaitu :
1.
Indonesia
beriklim tropis, hujan dan kemarau
sangat baik bagi kehidupan sidat.
2.
Indonesia
memiliki sumber benih yang sangat melimpah.
3.
Teknologi
budidaya sidat sudah mulai dikuasai dan relafit mudah.
4.
Pembudidaya
sidat masih sangat sedikit, sehingga usaha sidat ini masih terbuka lebar.
Usaha komoditas sidat yang ada di Indonesia selama
ini ada tiga segmen, yaitu penangkapan, pendederan, dan pembesaran, disamping
usaha perdagangan terutama ekspor.
DAFTAR PUSTAKA
Sasongko, A., Joko Purwanto, Siti Mu’minah, Usni Arie. 2007.
SIDAT. Panduan Agribisnis,
Penangkapan, Pendederan, dan Pembesaran.
Boyd, C.E. 1982. WATER QUALITY MANAGEMENT FOR POND
CULTURE. Elsevier Scientific Publishing
Company. Amsterdam – Oxford - NY. 318
hal.
Wheaton, F.W. 1977. AQUACULTURAL ENGINEERING. A Wiley and Interscience Publications, John
Wiley & Sons. NY – Chichester – Brisbane – Toronto. 108 hal.
Haeru, Tb. R. 2007. HAMA DAN PENYAKIT IKAN; Pengenalan Penyakit
Infeksi dan Non Infeksi, Teknik Pengambilan Sample, Teknik Pencegahan dan
Pengobatan. Modul Pelatihan Pengendalian
Hama dan Penyakit Ikan, Kegiatan Pendampingan pad Kelompok Pembudidaya
Tangerang. Jakarta 2007.
www.freshmarine.com. 18/11/2011. Treating Fish wiith Swollen Abdomen.
www.allfishingbuy.com. 18/11/2011.
American Eel Fish Identification, Habitats, Characteristics, Fishing
Methods.
www.informedfarmers.com. 18/11/2011.
Aquaculture Production Survey – Eel Culture. INFORMED FARMERS. Quality
Informatiuon for Busy Farmers.
Cslee@oceanicinstitute.org. 19/11/2011.
Aplication of Biosecurity in Aquaculture Production System. The Ocean
Institute. Hawaii.
www.wikipedia.com. Whitty, J.
2011. The Great Eel Question.
EspaňolFranҫais. 19/11/2911. Cultured Aquatic Species Information
Programme. FAO Fiheries and
Aquaculture.
Pondoc General. 20/11/2011. FIN ROT.
How to Recognize, Treat and Prevent in Your Koi or Goldfish Pond.
.
0 komentar:
Posting Komentar