Selasa, 20 Januari 2015

SIDAT DAN PROSPEKNYA DI INDONESIA



SIDAT DAN PROSPEKNYA DI INDONESIA

PENDAHULUAN
Ikan sidat atau “moa”, ada juga yang menamakan “pelus” untuk ukuran yang besar, merupakan salah satu jenis ikan yang populer, baik di Eropa, Amerika, maupun Asia. Sidat tinggal di perairan tawar hingga 6-20 tahun, dan begitu mau memijah kembali ke laut; dalam perjalanan kembali ke laut itu mereka tidak makan.
Ikan ini pun mati setelah menunaikan tugasnya menurunkan generasinya (memijah).  Di Jepang ikan ini sangat populer dengan sebutan “unagi” dan umumnya disajikan dalam bentuk panggang (grilled eel fillet). “Unadon” adalah salah satu makanan termahal di dunia yang terbuat dari sidat). 

Ikan ini mempunyai beberapa keistimewaan antara lain :
1.    Mempunyai kandungan zat gizi yang tinggi terutama vitamin A
2.    Rasanya sangat lezat
3.    Berkalori tinggi (303.100 kcal/gram) dan
4.    Merupakan sumber energi yang besar (di negara-negara tertentu diyakini sebagai sumber energi yang sangat diperlukan pada musim-musim dingin). 

Banyaknya keunggulan dari ikan sidat sebagai sumber gizi membuat ikan ini sangat diminati di Jepang, Eropa, Amerika, Korea dan Taiwan. Jenis masakan sidat yang paling poluler di Jepang adalah “unadon”. Unadon berasal dari kata unagi no kabayaki (ikan sidat panggang atau smoked eel) dan donburi (yaitu nasi dan berbagai menu yang diasjikan dalam mangkok besar).  Boleh dicoba – dan kita akan menikmati setiap gigitan menu ini.
Kalau di Indonesia kemana kita pergi akan ketemu sate, maka bila di Jepang kita akan ketemu sidat panggang yang sanagat harum menusuk hidung dan membangkitkan selera kita.   Pasar sidat meliputi pasar domestik dan internasional, namun suplainya masih sangat terbatas, sehingga harga ikan ini cukup tinggi terutama untuk ukuran benih (elver maupun fingerling). Selama ini tujuan ekspor utama adalah Jepang, tetapi juga merupakan penghasil sidat dunia. Permintaan sidat negara itu mencapai 130.000 ton per tahun, sementara produksinya baru 21.800 ton atau baru 16,8%. Jumlah produksi tersebut sebagian besar dari hasil budidaya yaitu 21.000 ton (96,3%).
                        Permasalahan yang dihadapi dalam budidaya di Jepang maupun negara-negara lain adalah semakin menurunnya suplai benih. Beberapa sebab menurunnya suplai benih antara lain adalah karena penangkapan glass eel yang tak terkendali, dan semakin rendahnya jumlah sidat dewasa yang mampu kembali ke laut untuk memijah.  Penangkapan yang tak terkendali di hampir semua negara berlangsung sudah sejak lama, dimana glass eel biasa ditangkap untuk makanan yang lezat. Kegiatan ini kemudian dilarang di Eropa, dan di Indonsesia berhenti setelah mereka mengetahui bahwa harga glass eel ini sangat mahal.  Semakin rendahnya ikan dewasa yang mampu kembali ke laut disebabkan oleh semakin intensifnya penangkapan glass eel, banyaknya penghalang yang menghadang glass eel / elver naik ke hulu (antara lain bangunan-bangunan pengatur irigasi), dan belum berhasilnya produksi benih dari budidaya.  
Berbeda dengan di Indonesia, sebagian daerah potensial sidat seperti Sumatera, Sulawesi, dll. belum dimanfaatkan secara optimal, kecuali di Selatan Pulau Jawa. Demikian pula budidaya ikan ini belum sepenuhnya diusahakan secara maksimal.  Usaha budidaya sidat secara super intensif yang dulu pernah dilakukan menjadikan harga pokoknya cukup tinggi, sedang harga ekspor kadang turun bergantung musim panen di negara importir.  
Dengan semakin menurunnya suplai benih, semakin mahal harga sidat baik benih maupun ukuran konsumsi. Harga sidat ukuran konsumsi secara bertahap terus meningkat; di pasaran lokal dari harga per kilogram Rp.50.000 beberapa tahun lalu kini meningkat hingga Rp.80.000. Jepang bahkan memberikan harga yang jauh lebih tinggi khususnya untuk sidat budidaya yang dikemas hingga kualitas produk memenuhi persyaratan mereka.  Untuk harga glass eel khususnya merangkak cepat dari per kg Rp.5.000 pada tahun delapan puluhan, akhir-akhir ini menjadi Rp.400.000-500.000. Tingginya harga glass eel di luar negeri bahkan menyebabkan ekspor elver sidat secara diam-diam dan ini merupakan suatu hal yang sangat tidak bijaksana. Pengembangan budidaya dengan demikian merupakan peluang baik bagi masyarakat, yang perlu didukung oleh pemerintah. 

Teknologi madya yang telah ditemukan pada tahun-tahun tujuh puluhan oleh pengusaha swasta dan kemudian akhirakhir ini  dimulai oleh Balai Layanan Usaha Produksi Budidaya Karawang (dulu PT. Pandu TIR) salah satu UPT Ditjen Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan) di Karawang, membuka wawasan baru menggeliatnya minat usaha sidat di Indonesia.  

A. MENGENAL SIDAT
1.1 Klasifikasi menurut Djajadireja (1952), mengklasifikasikan sidat dalam tata nama sebagai berikut :
Filum  : Chordata
Sub Filum : Euchordata
Kelas  : Osteichthyes
Subkelas : Actinoptrygii
Infrakelas : Teleostei
Superordo : Elomorpha
Ordo  : Anguiliformes
Famili  : Anguilidae
Genus  : Anguilla
Species : Anguilla spp. 

1..2  Morfologi dan Anatomi
Selintas sidat mirip dengan belut. Tubuhnya bulat dan panjang, warnanya juga sama yaitu kuning, abu-abu, cokelat, dan terkadang hitam.  Namun bila diperhatikan, ikan ini berbeda dengan belut, yaitu adanya sirip dada (pectoral fin) di belakang kepalanya (meski ada beberapa jenis tidak memiliki sirip ini); sirip punggung (dorsal fin) dan sirip duburnya (anal fin) langsung menyatu hingga sisrip ekor (caudal fin) membentuk suatu pita lembut. Sidat memiliki bentuk tubuh bulat memanjang. Memiliki kepala, perut, dan ekor. Tubuhnya memanjang dengan perbandingan  panjang dan tinggi 20 : 1.
Bentuk dan sirip (kiri), dan mulut (kanan). antara Kepala sidat berbentuk segitiga, memiliki mata, hidung, mulut, dan tutup insang. Mata sidat tidak tahan terhadap sinar matahari karena sidat termasuk binatang malam (nocturnal). Oleh sebab itu, tempat pemeliharaan sidat, terutama pada tahap pendederan, harus diberi peneduh berwarna hitam. Mulut sidat berfungsi untuk mengambil makanan. Mulut sidat  membelah hampir di sepanjang bagian kepala. Hidung sidat sangat kecil, berfungsi untuk alat penciuman. Tutup insang berada di bagian bawah kepala atau di depan sirip dada. Sebagian besar spesies ikan ini nokturnal (aktif di malam hari), hingga kita jarang melihatnya di alam; hanya kadang kita melihatnaya di lubang-lubang atau di tempat khusus yang kadang dikeramatkan orang. 
Sebagian species hidup di perairan lebih dalan di paparan benua dan diderah dengan kedalaman hingga 4.000 m. Hanya yang termasuk dalam famili Aguilidae yang secara teratur mendiami perairan tawar namun juga kembali ke laut untuk memijah. Di Indonesia sendiri ada tujuh jenis dari total 18 jenis di dunia.  Dari tujuh jenis itu, dapat digolongkan menjadi dua yaitu yang bersirip dorsal pendek dan yang bersirip dorsal panjang.  Yang bersirip dorsal pendek adalah Anguilla bicolor dan Anguilla bicolor  Pacifica.  Sedang yang bersirip dorsal panjang adalah Anguilla borneoensis , Anguillamarmorata ,    Anguilla celebesensis , Anguilla megastoma dan Anguilla interioris . 

Prospek Budidaya Sidat di Indonesia
Di Indonesia prospek budidaya sidat masih luas, hal ini karena sumberdaya alam Indonesia sangat mendukung, yaitu :
1.    Indonesia beriklim tropis, hujan dan kemarau  sangat baik bagi kehidupan sidat.
2.    Indonesia memiliki sumber benih yang sangat melimpah.
3.    Teknologi budidaya sidat sudah mulai dikuasai dan relafit mudah.
4.    Pembudidaya sidat masih sangat sedikit, sehingga usaha sidat ini masih terbuka lebar.  

Usaha komoditas sidat yang ada di Indonesia selama ini ada tiga segmen, yaitu penangkapan, pendederan, dan pembesaran, disamping usaha perdagangan terutama ekspor. 


 

DAFTAR PUSTAKA
Sasongko, A., Joko Purwanto, Siti Mu’minah, Usni Arie.  2007.  SIDAT.  Panduan Agribisnis, Penangkapan, Pendederan, dan Pembesaran. 

Boyd, C.E.  1982.  WATER QUALITY MANAGEMENT FOR POND CULTURE.  Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam – Oxford - NY.  318 hal.

Wheaton, F.W.  1977.  AQUACULTURAL ENGINEERING.  A Wiley and Interscience Publications, John Wiley & Sons. NY – Chichester – Brisbane – Toronto.  108 hal.

Haeru, Tb. R.  2007.  HAMA DAN PENYAKIT IKAN; Pengenalan Penyakit Infeksi dan Non Infeksi, Teknik Pengambilan Sample, Teknik Pencegahan dan Pengobatan.  Modul Pelatihan Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan, Kegiatan Pendampingan pad Kelompok Pembudidaya Tangerang.  Jakarta 2007.

www.freshmarine.com. 18/11/2011. Treating Fish wiith Swollen Abdomen.

www.allfishingbuy.com. 18/11/2011.  American Eel Fish Identification, Habitats, Characteristics, Fishing Methods.

www.informedfarmers.com. 18/11/2011.  Aquaculture Production Survey – Eel Culture. INFORMED FARMERS. Quality Informatiuon for Busy Farmers.

Cslee@oceanicinstitute.org. 19/11/2011.  Aplication of Biosecurity in Aquaculture Production System. The Ocean Institute.  Hawaii.

www.wikipedia.com. Whitty, J.  2011. The Great Eel Question.
 
EspaňolFranҫais. 19/11/2911. Cultured Aquatic Species Information Programme.  FAO Fiheries and Aquaculture. 

Pondoc General.  20/11/2011.  FIN ROT.  How to Recognize, Treat and Prevent in Your Koi or Goldfish Pond.
.


0 komentar:

Posting Komentar