Jumat, 09 Januari 2015

Teknik Pembenihan Ikan Baung



Teknik Pembenihan Ikan Baung

Ikan Baung merupakan jenis ikan air tawar termasuk kedalam marga Hemibagrus, suku Bagridae. Ikan ini masih sekerabat dengan ikan lele (bangsa siluriformes) yang sekilas mirip dengan adanya sungut dan patil di mulutnya. Di Indonesia, ikan ini dikenal dengan banyak nama menurut daerahnya seperti ikan duri, baong, baon (melayu), bawon (Betawi), senggal atau singgah (Sunda), tagih atau tageh (Jawa), niken, siken, tiken atau tiken bato (Kal-Teng), dll.

Dalam taksonomi (Sistem penamaan), Ikan baung mengalami beberapa pergantian nama ilmiah. Nama ilmiah yang pertama kali disandangnya adalah Macrones nemurus (Weber & de Beaufort 1916), lalu berubah menjadi Mystus nemurus (Roberts, 1989; kottelat. et. al, 1993). Setelah itu berubah lagi menjadi Hemibagrus nemurus (Kottelat & Whitten, 1996; Rahmatika. et. al, 2005). Nama yang terakhir inilah yang dinyatakan valid untuk ikan baung.

Nama-nama ikan baung sebelumnya seperti macrones nemurus dan mystus nemurus sudah tidak digunakan lagi, hanya dinyatakan sebagai nama sinonim.Ikan baung (Mystus nemurus) merupakan salah satu komoditas budidaya air tawar  di  Indonesia.  Di  Jawa  Barat  ikan  baung  dikenal  dengan  nama  tagih, senggal atau singgah, di Jawa Tengah, tageh, di Jakarta dan Malaysia, bawon, di Serawak, baon, di Kalimantan Tengah, niken, siken, tiken, bato, baung putih, kendinya dan di Sumatra, baong. Tekstur dagingnya berwarna lembut, putih, tebal tanpa duri halus, sehingga sangat digemari masyarakat.

Sebelumnya produksi ikan baung mengandalkan hasil penangkapan di alam. Selain  jumlah  dan  ukurannya  tidak  menentu,  terjadi  penurunan  kemampuan alam  untuk  memenuhi  kebutuhan  konsumsi  yang  semakin  meningkat.Pada tahun 1998, BBPBAT Sukabumi berhasil melakukan pemijahan buatan ikan baung mulai dipijahkan secara buatan di sejak tahun 1998. Dengan dikuasai teknik pemijahan ikan baung diharapkan usaha pembudidayaannya akan berkembang sehingga produksinya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Klasifikasi Ilmiah
Filum               : Chordata
Kelas               : Actinopterygii
Subkelas          : Toleostei
Ordo                : Siluriformes
Famili              : Bagridae
Genus              : Hemibagrus
Species            : Hemibagrus nemurus.
Sumber : animhosnan.blogspot.com

Marga Hemibagrus pada mulanya dianggap satu dengan marga Mystus (ikan-ikan keting atau lundu), atau yang sebelunya dikenal sebagai Macrones. Marga ini dipisahkan, salah satunya ialah karena anggotanya yang dewasa pada umumnya memiliki tubuh yang besar. sejenis baung dari indocina bagian tengah, Hemibagrus wyckioides, diketahui jenis baung terbesar yang dapat mencapai bobot tubuh 80 kg. 

Ikan baung agak mirip dengan ikan lele, memiliki kepala yang memipih agak mendatar dengan bagian tulang tengkorak yang kasar  di atas kepala tak tertutupi kulit, dan sirip lemak yang berukuran sedang berada dibelakang sirip punggung (dorsal). Baung bertubuh licin tanpa sisik di tubuhnya dan serupa dengan lundu dan patin. Baung memiliki tiga sirip yang berbisa atau disebut dengan patil, yakni pada sepasang sirip dadanya, dan sebuah lagi berada di awal sirip punggung.

Baung adalah ikan air tawar yang dapat hidup dari perairan di muara sungai sampai kebagian hulu. Bahkan di sungai musi (Sumatera Selatan), baung ditemukan sampai kemuara sungai di daerah pasang surut yang berair sedikit payau. Selain itu ikan ini juga banyak ditemui ditempat-tempat yang letaknya di daerah banjir. Ikan Baung berhasil hidup dikolam yang dasarnya pasir dan batuan. Di Jawa Barat, Baung banyak ditemukan di Sungai Cidurian dan Jasinga Bogor yang airnya cukup dangkal (45 cm) dengan kecerahan 100%. Secara umum, baung dinyatakan sebagai ikan yang hidup di perairan umum seperti sungai, rawa, situ, danau dan waduk.

Ikan Baung suka bergerombol didasar perairan dan membuat sarang berupa lubang di dasar perairan yang lunak dengan aliran air yang tenang. Ikan baung menyukai tempat-tempat yang tersembunyi dan tidak aktif keluar sarang seblum petang. Setelah hari gelap, ikan baung akan keluar dengan cepat untuk mencari mangsa, tetapi tetap berada disekitar sarang dan segera akan masuk kesarang apabia ada gangguan. Distribusi geografis ikan baung, selain di perairan Indonesia, ikan baung juga terdapat di Hindia Timur, Malaya, Indocina dan Thailand.

Nokturnal (aktif malam hari) juga merupakan sifat ikan baung. Ikan ini beraktivitas (mencari makan, dll) lebih banyak dilakukan pada malam hari. Selain itu, baung juga memiliki sifat suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai tempat habitat hidupnya. Di alam, ikan baung temasuk pemakan segala (omnivora). Nmaun ada juga yang menggolongkannya ikan carnivora, karena lebih dominan memakan hewan-hewan kecil sepeti ikan-ikan kecil, udang, udang kecil, remis, insekta, mollusca dll.
Pola pertumbuhan ikan baung adalah allometrik (b>3), yaitu pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjang badan. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, ikan baung jantan berpola isometrik (b=3), di mana pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang badan.

Ukuran ikan baung berhubungan dengan agresivitasnya dalam mencari makan dan kematangan gonad. Karena harga b di atas 3, maka pertumbuhan ikan baung lebih cepat dari pada panjang badan. Dengan demikian, faktor makanan memegang peranan yang sangat penting. Jika ikan baung semakin banyak mendapat makanan, pertumbuhan beratnya semakin tinggi. Karena itu ikan baung berukuran besar cenderung lebih agresif mencari makan sehingga pertumbuhannya berpola allometrik.

Ikan baung memiliki kumis atau sungut yang panjangnya mencapai mata, badannya tidak bersisik, mempunyai sirip dada dan sirip lemak yang besar, mulutnya melengkung, berwarna coklat kehijauan, hidup di dasar perairan dan bersifat omnivora.

Ciri-ciri induk jantan dan betina :
Induk betina : tubuh lebih pendek, mempunyai dua buah lubang kelamin yang bentuknya bulat.
Iduk jantan : tubuh lebih panjang, mempunyai satu buah lubang kelamin yang bentuknya panjang.

Pembenihan Pematangan Gonad
Pematangan gonad dilakukan di kolam beraliran air yang kontinyu dengan kepadatan 0,2–0,5 kg/m², diberi pakan berupa pelet sebanyak 3-4% per hari dari bobot tubuhnya.

Seleksi Induk
Seleksi bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan induk yang akan dipijahkan. Induk betina ditandai dengan perutnya yang buncit dan lembut, bila diurut telur yang keluar bentuknya bulat utuh berwarna kecoklatan. Induk jantan ditandai dengan warna tubuh dan alat kelaminnya agak kemerahan.

Penyuntikan
Induk betina disuntik Ovaprim™ dengan dosis sebanyak 0,6 ml/kg dan jantan 0,2 ml/kg. Penyuntikan dilakukan dua kali dengan selang waktu 8–10 jam. Setiap penyuntikan sebanyak 1/2 dosis total. Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung.

Pemijahan/Pengurutan
Apabila dipijahkan secara alami, induk jantan dan betina yang sudah disuntik disatukan dalm bak yang  sudah  diberikan ijuk  dan  biarkan  memijah  sendiri. Apabika akan diurut, maka pengurutan dilakukan 6–8 jam setelah penyuntikan II.

Langkah pertama adalah menyiapkan sperma : ambil kantong sperma dari induk dengan membedah sperma perutnya, gunting kantong sperma dan keluarkan. Cairan sperma ditampung dalam gelas yang sudah diisi NaCl 0,9% sebanyak 1/2 bagiannya. Aduk hingga rata. Bila terlalu pekat, tambahkan NaCl sampai larutan berwarna putih susu agak encer.

Ambil induk betina yang akan dikeluarkan telurnya. Pijit bagian perut ke arah lubang kelamin sampai telurnya keluar. Telur ditampung dalam mangkuk yang bersih dan kering. Masukan larutan sperma sedikit demi sedikit dan aduk sampai merata. Agar menjadi pembuahan tambahkan air bersih dan aduklah sampai merata sehingga pembuahan dapat berlangsung dengan baik, untuk mencuci telur  dari  darah  dan  kotoran  lainnya,  tambahkan  lagi  air  bersih  kemudian dibuang. Lakukan pembilasan 2–3 kali agar bersih.

Telur yang sudah bersih dimasukkan kedalam akuarium penetesan yang sudah diisi air. Cara memasukkan, telur diambil dengan bulu ayam, lalu sebarkan ke seluruh permukaan akuarium sampai merata. Dalam 36 jam telur akan menetesdan larva yang dihasilkan dipindahkan ke akuarium pemeliharaan larva. Setelah berumur dua hari, larva diberi makan kutu air (Moina sp atau Daphnia sp) atau cacing sutra (Tubifex sp) yang telah dicincang. Setelah berumur empat hari larva diberi makan cacing sutra hingga berumur tujuh hari.

Pendederan
- Persiapan kolam pendederan dilakukan seminggu sebelum penebaran larva, yang meliputi pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir.
- Pengapuran dilakukan dengan melarutkan kapur tohor ke dalam tong, kemudian disebarkan ke seluruh pematang dan dasar kolam. Dosisnya 50gr/m².
- Pemupukan menggunakan kotoran ayam yang sudah dikeringkan dengan dosis
500 – 1.000 gr/m². Kolam diisi air setinggi 40 cm dan setelah 3 hari disemprot dengan insektisida organophosphat 4 ppm dan dibiarkan selama 4 hari.
- Benih ditebar pada pagi hari dengan kepadatan 100 ekor/m².
- Pendederan 1 dilakukan selama 14 hari, pendederan II selam 30 hari. Pakan diberikan setiap hari berupa tepung pelet sebanyak 0,75 gr/1.000 ekor.

PENCEGAHAN PENYAKIT
Penyakit yang sering menyerang  ikan  baung  adalah  Ichthyopthirius  multifiliis atau lebih dikenal dengan white spot (bintik putih). Pencegahan, dapat dilakukan dengan persiapan kolam yang baik, terutama pengeringan dan pengapuran. Pengobatan dilakukan dengan menebarkan garam dapur sebanyak 200 gr/m³ setiap 10 hari selama pemeliharaan atau merendam ikan yang sakit ke dalam larutan Oxytetracyclin 2 mg/liter.

0 komentar:

Posting Komentar