Kalau dilihat ikan Sidat
ini bentuknya sekilas mirip dengan belut namun sebenarnya Sidat ini berbeda
dengan belut, Sidat memiliki sirip dada, sirip punggung, dan sirip dubur yang
sempurna, sehingga orang menduga sirip itu adalah “daun bertelinga” sehingga
dinamakan pula “belut bertelinga”.
Sidat tumbuh besar di perairan tawar, setelah dewasa kembali ke laut untuk berpijah. Dalam siklus hidupnya, setelah tumbuh dan berkembang dalam waktu yang panjang di perairan tawar, Sidat dewasa yang lebih dikenal dengan yellow eel berkembang menjadi silver eel (matang gonad) yang akan bermigrasi ke laut untuk memijah. Setelah memijah, induk akan mati.
Indonesia paling sedikit memiliki enam jenis ikan sidat yakni: Anguilla marmorata, A. celebensis, A. ancentralis, A. borneensis, A. bicolor bicolor dan A. bicolor pacifica. Di Jepang, laboratorium penelitian Sidat, berusaha untuk menemukan teknik pemijahan secara buatan seperti halnya kita memijahkan ikan mas, lele dan udang.
Ikan Sidat yang ditangkap dari alam khususnya A. bicolor termasuk ikan berlemak rendah dan sedang dengan kadar protein yang tinggi. Salah satu penelitian menghasilkan protein berkisar 17,5- 21,5%, air 71,5-75,9%, lemak 3,3-9,5% dan abu 1,0-1,6%.
Ikan Sidat merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki prospek karena sangat laku di pasar internasional seperti: Jepang, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan beberapa negara lain; dengan demikian ikan Sidat ini memiliki potensi sebagai komoditas ekspor. Di Indonesia, Sidat banyak ditemukan di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam seperti pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat Sumatera, pantai timur Kalimantan, pantai Sulawesi, pantai kepulauan Maluku dan Irian Barat.
Berbeda halnya di negara lain (seperti Jepang dan negara-negara Eropa), di Indonesia sumberdaya ikan sidat belum begitu banyak dimanfaatkan, padahal ikan liar ini baik dalam ukuran benih maupun ukuran konsumsi jumlahnya cukup melimpah. Tingkat pemanfaatan Sidat secara lokal (dalam negeri) masih sangat rendah, akibat belum banyak dikenalnya ikan ini, sehingga kebanyakan penduduk Indonesia belum familiar untuk mengkonsumsi sidat. Demikian pula pemanfaatan Sidat untuk tujuan ekspor masih sangat terbatas. Agar sumberdaya ikan Sidat yang keberadaannya cukup melimpah ini dapat dimanfaatkan secara optimal, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis yang diawali dengan mengenali daerah di sekitar kita yang memiliki potensi sumberdaya ikan Sidat mulai dari benih dan ukuran konsumsi yang kemudian dilanjutkan dengan upaya pemanfaatannya baik untuk konsumsi lokal maupun untuk tujuan ekspor. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan konsumen di Jepang yang sangat besar, yaitu ikan Sidat (Unagi atau Udanon, Jepang) yang banyak hidup di perairan Indonesia. Selain digemari karena kandungan gizi yang tinggi, harga Sidat sangatlah fantastis.
KARAKTERISTIK
Dalam ilmu taksonomi hewan, ikan Sidat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Subkelas :
Neopterygii
Division
: Teleostei (Ikan bertulang belakang)
Ordo
: Anguilliformes (Sidat)
Famili
: Anguillidae
Genus
: Anguilla
Species
: Anguilla spp.
Tubuh Sidat bersisik kecil-kecil membujur, berkumpul dalam kumpulan-kumpulan kecil yang masing-masing kumpulan terletak miring pada sudut siku terhadap kumpulan-kumpulan di sampingnya. Bentuk tubuh yang memanjang seperti ular memudahkan bagi Sidat untuk berenang di antara celah-celah sempit dan lubang di dasar perairan. Warna tubuh abu-abu gelap di punggung, di bagian dada/perut berwarna keputihan.
Panjang tubuh ikan Sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara 50-125 cm. Ketiga siripnya yang meliputi sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor menyatu. Selain itu terdapat sisik sangat kecil yang terletak di bawah kulit pada sisi lateral. Perbedaan di antara jenis ikan Sidat dapat dilihat antara lain dari perbandingan antara panjang preanal (sebelum sirip dubur) dan predorsal (sebelum sirip punggung), struktur gigi pada rahang atas, bentuk kepala dan jumlah tulang belakang.
Sidat termasuk ikan karnivora (pemakan daging). Sama halnya dengan belut sawah (Monoterus albus/Fluta alba), lele (Clarias batracus), dan gabus (Ophiocephalus striatus). Di alam aslinya, Sidat memangsa ikan, kodok, udang, dan juga sesama Sidat (kanibalisme). Kanibalisme akan terjadi apabila populasi Sidat dalam satu koloni sangat besar, tetapi volume pakan kurang.
SIKLUS HIDUP
Sidat merupakan ikan catadromous,
yakni ikan yang hidupnya di perairan air tawar di pedalaman. Baik berupa sungai
besar, danau, waduk atau rawa, tetapi berkembang biak di laut. Indonesia paling
sedikit memiliki enam jenis ikan Sidat yakni: Anguilla marmorata, A.
celebensis, A. ancentralis, A. borneensis, A. bicolor bicolor dan A.
bicolor pacifica. Jenis-jenis ikan tersebut menyebar di daerah-daerah yang
berbatasan dengan laut dalam. Di perairan daratan (inland water) ikan
sidat hidup di perairan estuaria (laguna) dan perairan tawar (sungai, rawa dan
danau) dataran rendah hingga dataran tinggi.
Jenis Sidat yang sering ditangkap nelayan hanya dua yaitu sidat kembang (A. mauritiana) dan sidat anjing (A. bicolor). Kedua jenis ini berdiam dalam lubang pada cadas-cadas atau di antara sela-sela batu, dan yang disukai masyarakat adalah Sidat kembang. Sidat anjing kurang disukai, bahkan ditolak untuk menyantap dagingnya karena namanya yang diembel-embeli "anjing".
Jenis Sidat yang sering ditangkap nelayan hanya dua yaitu sidat kembang (A. mauritiana) dan sidat anjing (A. bicolor). Kedua jenis ini berdiam dalam lubang pada cadas-cadas atau di antara sela-sela batu, dan yang disukai masyarakat adalah Sidat kembang. Sidat anjing kurang disukai, bahkan ditolak untuk menyantap dagingnya karena namanya yang diembel-embeli "anjing".
Sidat Indonesia A. bicolor bicolor, A. marmorata, maupun A. celebensis, populasinya sangat mengkhawatirkan. Sidat Sulawesi, A. celebensis yang terdapat di danau Poso, Sulawesi Tengah, malahan sudah sangat kritis keadaannya. Sebab Sidat ini hanya endemik di pulau Sulawesi. Beda dengan A. bicolor bicolor dan A. marmorata yang meskipun diberi nama Indonesia, sebaran habitatnya mulai dari Madagaskar sampai ke Pasifik. Meskipun populasi A. bicolor bicolor, dan A. marmorata masih tidak sekritis A. celebensis, namun penelitian untuk budidaya secara intensif sudah sangat mendesak. Budidaya ikan Sidat bukan sekadar usaha peternakan, melainkan sebuah mata rantai agroindustri yang satu sama lain saling terikat.
Pada stadium larva, Sidat hidup di laut. Bentuknya seperti daun lebar, tembus cahaya, dan dikenal dengan sebutan leptocephalus. Larva ini hidup terapung-apung di tengah samudera. Leptocephalus hidup sebagai plankton terbawa arus samudera mendekati daerah pantai. Pada stadium elver, Sidat banyak ditemukan di pantai atau muara sungai.
Panjang tubuh 5-7 cm, tembus cahaya. Burayak (anak ikan/impun) akan hidup di air payau sampai umur satu tahun. Ketika itulah Sidat akan berenang melawan arus menuju hulu sungai. Setelah bertemu dengan perairan yang dalam dan luas, misalnya lubuk, bendungan, rawa atau danau, Sidat akan menetap dan tumbuh menjadi ikan buas dan liar. Impun dewasa inilah yang selanjutnya dikenal sebagai Sidat. Ketika itulah dia akan kembali ke laut lepas untuk kawin dan berkembang biak. Setelah berpijah, induk akan mati. Pola hidup Sidat bertolak belakang dengan ikan salmon (Salmonidae). Salmon justru hidup di laut, tetapi kawin dan berkembang biak di air tawar di pedalaman. Perilaku catadromous, tidak hanya terjadi pada Sidat, melainkan juga udang galah.
JENIS-JENIS SIDAT
Sidat (eels) adalah ikan
dari famili Anguillidae. Ada sekitar 16-20 spesies Sidat, yang kesemuanya
merupakan genus Anguilla. Di antaranya adalah Sidat: Eropa (A. anguilla),
Jepang (A. japonica), Amerika (A. rostrata), sirip
pendek (A. australis), putih (A. marmorata), loreng (A.
nebulosa), loreng India (A. bengalensis bengalensis),
loreng Afrika (A. bengalensis labiata), sirip pendek Indonesia (A.
bicolor bicolor), sirip pendek India (A. bicolor pacifica),
sirip panjang Indonesia (A. malgumora), sirip panjang Sulawesi (A.
celebensis), sirip panjang Selandia Baru (A. dieffenbachii),
sirip panjang dataran tinggi (A. interioris), sirip panjang
Polynesia (A. megastoma), sirip panjang Afrika (A. mossambica),
sirip pendek pasifik atau s pasifik selatan (A. obscura), bintik
sirip panjang atau sirip panjang Australia (A. reinhardtii).
0 komentar:
Posting Komentar