GELATIN TULANG DAN KULIT IKAN
Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada
pada kulit, tulang, dan tulang rawan. Proses perubahan kolagen menjadi gelatin
melibatkan tiga perubahan berikut (Junianto, dkk, 2006):
- Pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai
- Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan camping antar rantai
- Perubahan konfigurasi rantai
Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol
seperti gliserol, propilen glycol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut
dalam alkohol, aseton, karbon tetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut
organik lainnya (Junianto, dkk, 2006).
Gelatin tulang ikan
Pada tahap persiapan dilakukan pencucian pada kulit dan
tulang. Kulit atau tulang dibersihkan dari sisa-sisa daging, sisik dan lapisan
luar yang mengandung deposit-deposit lemak yang tinggi. Untuk memudahkan
pembersihan maka sebelumnya dilakukan pemanasan pada air mendidih selama 1-2
menit. Proses penghilangan lemak dari jaringan tulang yang biasa disebut
degresing, dilakukan pada suhu antara titik cair lemak dan suhu koagulasi
albumin tulang yaitu antara 32-80°C sehingga dihasilkan kelarutan lemak yang optimum
(Junianto, dkk, 2006).
Pada tulang, sebelum dilakukan pengembungan terlebih dahulu
dilakukan proses demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan garam
kalsium dan garam lainnya dalam tulang, sehingga diperoleh tulang yang sudah
lumer disebut ossein. Asam yang biasa digunakan dalam proses demineralisasi
adalah asam klorida dengan konsentrasi 4-7%. Proses demineralisasi ini
sebaiknya dilakukan dalam wadah tahan asam selama beberpa hari sampai dua
minggu (Junianto, dkk, 2006).
Selanjutnya pada kulit dan ossein dilakukan tahap
pengembungan (swelling) yang bertujuan untuk menghilangkan
kotoran-kotoran dan mengkonversi kolagen menjadi gelatin. Pada tahap ini
perendaman dapat dilakukan dengan larutan asam organik seperti asam asetat,
sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat, tartarat dan asam lainnya yang aman
dan tidak menusuk hidung. Sedangkan asam anorganik yang biasa digunakan adalah
asam hidroklorat, fosfat, dan sulfat. Jenis pelarut alkali yang umum digunakan
adalah sodium karbonat, sodium hidroksida, potassium karbonat dan potassium
hidroksida (Junianto, dkk, 2006).
Asam mampu mengubah serat kolagen triple heliks
menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendam basa hanya mampu
menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah
kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa.
Karena itu perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk menghidrolisis kolagen. Menurut Utama (1997), tahapan ini harus dilakukan
dengan tepat (waktu dan konsentrasinya) jika tidak tepat akan terjadi kelarutan
kolagen dalam pelarut yang menyebabkan penurunan rendemen gelatin yang
dihasilkan (Junianto, dkk, 2006).
Tahapan selanjutnya, kulit dan ossein diekstraksi dengan air
yang dipanaskan. Ekstraksi bertujuan untuk mengkonversi kolagen menjadi
gelatin. Suhu minimum dalam proses ekstraksi adalah 40-50°C hingga suhu 100°C. Ekstraksi kolagen tulang dilakukan dalam suasana asam pada pH
4-5 karena umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari
komponen-komponen protein non kolagen, sehingga mudah terkoagulasi dan
dihilangkan. Apabila pH lebih rendah perlu penanganan cepat untuk mencegah
denaturasi lanjutan (Junianto, dkk, 2006).
Larutan gelatin hasil ekstraksi kemudian dipekatkan terlebih
dahulu sebelum dilakukan pengeringan. Pemekatan dilakukan untuk meningkatkan
total solid larutan gelatin sehingga mempercepat proses pengeringan. Hal
ini dapat dilakukan dengan menggunakan evaporator vakum, selanjutnya
dikeringkan dalam oven pada suhu 40-50°C atau 60-70°C. Pengecilan ukuran
dilakukan untuk lebih memperluas permukaan bahan sehingga proses dapat
berlangsung lebih cepat dan sempurna. Dengan demikian gelatin yang dihasilkan
lebih reaktif dan lebih mudah digunakan (Junianto, dkk, 2006).
Urutan proses pembuatan gelatin tulang ikan tuna (Junianto, dkk, 2006):
- Tulang ikan
- Degreasing (penghilangan lemak)
- Direndam pada air mendidih selama 30 menit
- Pengecilan ukuran 2-5 cm2
- Demineralisasi (perendaman dalam HCl 5%, 48 jam)
- Ossein
- Pencucian demean air mengalir hingga pH netral (6-7)
- Ekstraksi dalam waterbath pada suhu 90°C selama 7 jam
- Ekstrak disaring
- Dipekatkan dengan evaporator
- Dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C selama 24 jam
- Pengecilan ukuran/penepungan
- Gelatin
Gelatin Kulit Ikan
Metode yang digunakan pada ekstraksi gelatin dari ikan tuna
ini yaitu metode asam, sedangkan asam yang digunakan yaitu asam sitrat. Kulit
ikan dibersihkan dari daging yang masih melekat, kemudian dicuci bersih, dan
dibuang sisiknya dan dibersihkan dari daging yang melekat, kemudian dicuci
bersih. Kulit yang sudah dicuci direndam dalam campuran larutan kapur dan
Natrium sulfida dengan konsentrasi masing-masing 3% dari berat ikan selama 48
jam. Kulit ikan kemudian diangkat dari rendaman, kemudian dicuci bersih dan
dibuang sisik dan daging yang masih melekat. Kulit ikan diputar di dalam molen
dengan ditambahkan air sebanyak 400% (b/b), dan ammonium sulfat 1% (b/b) selama
30 menit. Kemudian kulit ikan ditambahkan enzim protease 1% (b/b) kemudian
diputar kembali selama 2 jam dengan kecepatan 12 rpm. Proses ini disebut proses
enzimatis (Dewi, F.R. dan Widodo, 2009).
Proses selanjutnya adalah proses asam. Setelah, melalui
proses enzimatis ikan dicuci bersih lalu direndam dengan larutan asam sitrat pH
3 selama 12 jam, dicuci bersih hingga mencapai pH netral atau pH 7. Setelah pH
netral tercapai kulit ikan kemudian diektraksi dengan perbandingan air 1:2 pada
waterbath dengan suhu 60°C selama 3 jam. Ekstrak disaring menggunakan
kapas, kain blacu dan saringan. Ekstrak disimpan dalam chilling room
sehingga larutan tersebut menjendal. Gelatin yang sudah menjendal kemudian
dimasukkan ke dalam pemanas bersistem evaporasi, yang dapat memekatkan larutan
gelatin tersebut. Hasil dari evaporai tersbut dimasukkan ke dalam ekstuder,
putar ekstuder sehingga menghasilkan mie-mie gelatin. Pengeringan larutan
gelatin dapat dilakukan dengan penggunaan udara kering (terhumidifikasi) dan
pemanasan. Pemanasan dilakukan bertahap di bawah 40°C hingga mencapai penurunan
kadar air paling tidak 70%. Setelah tercapai suhu pengeringan dinaikan menjadi
50-55°C sampai diperoleh gelatin kering (24-36 jam). Penghalusan dilakukan
dengan menggunakan blender sehingga diperoleh granula sebesar gula pasir (Dewi,
F.R. dan Widodo, 2009).
Urutan dalam
proses pembuatan gelatin kulit ikan tuna
(Dewi, F.R. dan Widodo, 2009):
1.
Kulit Ikan Tuna
2.
Pengapuran : Direndam dalam
larutan kapur 3%, Na2S 3%, dan air 600% selama 48 jam
3.
Dibersihkan dari sisa
daging
4.
Enzimatis : Kulit direndam dalam
air 400%, [(NH4)2SO4] 1%, kemudian diputar selama 30 menit. Enzim protease 1%
putar kembali 2 jam
5.
Dicuci sampai bersih
6.
Direndam dalam
larutan asam sitrat pH 3 selama 12 jam
7.
Dicuci dengan air
mengalir sampai pH netral (6-7)
8.
Kulit diekstraksi
dengan perbandingan 1:3 dalam waterbath. Selama 2 jam pada suhu 60° C
9.
Filtrat disaring
menggunakan kapas, kain blacu dan saringan
10.
Penjendelan dalam
ruang pendingin selama 24 jam
11.
Pemekatan menggunakan
evaporator
12.
Pengeringan 24-36 jam
suhu 45° C-50° C
13.
Pembentukan flake
gelatin menggunakan blender
Pemanfaatan limbah tulang ikan sebagai sumber kalsium
Selama ini yang direkomendasikan sebagai sumber kalsium
terbaik adalah susu. Tetapi harga susu bagi sebagian masyarakat masih terhitung
mahal, oleh karena itu perlu dicari alternatif sumber kalsium yang lebih murah,
mudah didapat dan tentu saja mudah diabsorbsi. Kalsium yang berasal dari hewan
seperti limbah tulang ikan sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan untuk
kebutuhan manusia. Tulang ikan merupakan salah satu bentuk limbah dari industri
pengolahan ikan yang memiliki kandungan kalsium terbanyak diantara bagian tubuh
ikan, karena unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan karbonat.
Ikan tuna merupakan komoditas perikanan Indonesia yang banyak menghasilkan
devisa (terbesar kedua setelah udang) (Trilaksani, W., et al, 2006).
Peningkatan nilai produksi ikan tuna dari tahun ke tahun
menunjukkan nilai yang cukup tajam. Peningkatan volume produksi ini akan
meningkatkan volume limbah hasil industri pengolahan tuna tersebut. Pemanfaatan
limbah tulang ikan tuna sebagai sumber kalsium merupakan salah satu alternatif
dalam rangka menyediakan sumber pangan kaya kalsium sekaligus mengurangi dampak
buruk pencemaran lingkungan akibat dari pembuangan limbah industri pengolahan
tuna.