Sabtu, 20 Oktober 2018

GELATIN TULANG DAN KULIT IKAN


GELATIN TULANG DAN KULIT IKAN

Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang, dan tulang rawan. Proses perubahan kolagen menjadi gelatin melibatkan tiga perubahan berikut (Junianto, dkk, 2006):
  1. Pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai
  2. Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan camping antar rantai
  3. Perubahan konfigurasi rantai
Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen glycol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon tetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut organik lainnya (Junianto, dkk, 2006).

Gelatin tulang ikan
Pada tahap persiapan dilakukan pencucian pada kulit dan tulang. Kulit atau tulang dibersihkan dari sisa-sisa daging, sisik dan lapisan luar yang mengandung deposit-deposit lemak yang tinggi. Untuk memudahkan pembersihan maka sebelumnya dilakukan pemanasan pada air mendidih selama 1-2 menit. Proses penghilangan lemak dari jaringan tulang yang biasa disebut degresing, dilakukan pada suhu antara titik cair lemak dan suhu koagulasi albumin tulang yaitu antara    32-80°C sehingga dihasilkan kelarutan lemak yang optimum (Junianto, dkk, 2006).

Pada tulang, sebelum dilakukan pengembungan terlebih dahulu dilakukan proses demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan garam kalsium dan garam lainnya dalam tulang, sehingga diperoleh tulang yang sudah lumer disebut ossein. Asam yang biasa digunakan dalam proses demineralisasi adalah asam klorida dengan konsentrasi 4-7%. Proses demineralisasi ini sebaiknya dilakukan dalam wadah tahan asam selama beberpa hari sampai dua minggu (Junianto, dkk, 2006).

Selanjutnya pada kulit dan ossein dilakukan tahap pengembungan (swelling) yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan mengkonversi kolagen menjadi gelatin. Pada tahap ini perendaman dapat dilakukan dengan larutan asam organik seperti asam asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat, tartarat dan asam lainnya yang aman dan tidak menusuk hidung. Sedangkan asam anorganik yang biasa digunakan adalah asam hidroklorat, fosfat, dan sulfat. Jenis pelarut alkali yang umum digunakan adalah sodium karbonat, sodium hidroksida, potassium karbonat dan potassium hidroksida (Junianto, dkk, 2006).

Asam mampu mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendam basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa. Karena itu perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghidrolisis kolagen. Menurut Utama (1997), tahapan ini harus dilakukan dengan tepat (waktu dan konsentrasinya) jika tidak tepat akan terjadi kelarutan kolagen dalam pelarut yang menyebabkan penurunan rendemen gelatin yang dihasilkan (Junianto, dkk, 2006).

Tahapan selanjutnya, kulit dan ossein diekstraksi dengan air yang dipanaskan. Ekstraksi bertujuan untuk mengkonversi kolagen menjadi gelatin. Suhu minimum dalam proses ekstraksi adalah 40-50°C hingga suhu 100°C. Ekstraksi kolagen tulang dilakukan dalam suasana asam pada pH 4-5 karena umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponen-komponen protein non kolagen, sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan. Apabila pH lebih rendah perlu penanganan cepat untuk mencegah denaturasi lanjutan (Junianto, dkk, 2006).

Larutan gelatin hasil ekstraksi kemudian dipekatkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengeringan. Pemekatan dilakukan untuk meningkatkan total solid larutan gelatin sehingga mempercepat proses pengeringan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan evaporator vakum, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 40-50°C atau 60-70°C. Pengecilan ukuran dilakukan untuk lebih memperluas permukaan bahan sehingga proses dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna. Dengan demikian gelatin yang dihasilkan lebih reaktif dan lebih mudah digunakan (Junianto, dkk, 2006).

Urutan proses pembuatan gelatin tulang ikan tuna (Junianto, dkk, 2006):

  1. Tulang ikan
  2. Degreasing (penghilangan lemak)
  3. Direndam pada air mendidih selama 30 menit
  4. Pengecilan ukuran 2-5 cm2
  5. Demineralisasi (perendaman dalam HCl 5%, 48 jam)
  6. Ossein
  7. Pencucian demean air mengalir hingga pH netral (6-7)
  8. Ekstraksi dalam waterbath pada suhu 90°C selama 7 jam
  9. Ekstrak disaring
  10. Dipekatkan dengan evaporator
  11. Dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C selama 24 jam
  12. Pengecilan ukuran/penepungan
  13. Gelatin

Gelatin Kulit Ikan
Metode yang digunakan pada ekstraksi gelatin dari ikan tuna ini yaitu metode asam, sedangkan asam yang digunakan yaitu asam sitrat. Kulit ikan dibersihkan dari daging yang masih melekat, kemudian dicuci bersih, dan dibuang sisiknya dan dibersihkan dari daging yang melekat, kemudian dicuci bersih. Kulit yang sudah dicuci direndam dalam campuran larutan kapur dan Natrium sulfida dengan konsentrasi masing-masing 3% dari berat ikan selama 48 jam. Kulit ikan kemudian diangkat dari rendaman, kemudian dicuci bersih dan dibuang sisik dan daging yang masih melekat. Kulit ikan diputar di dalam molen dengan ditambahkan air sebanyak 400% (b/b), dan ammonium sulfat 1% (b/b) selama 30 menit. Kemudian kulit ikan ditambahkan enzim protease 1% (b/b) kemudian diputar kembali selama 2 jam dengan kecepatan 12 rpm. Proses ini disebut proses enzimatis (Dewi, F.R. dan Widodo, 2009).

Proses selanjutnya adalah proses asam. Setelah, melalui proses enzimatis ikan dicuci bersih lalu direndam dengan larutan asam sitrat pH 3 selama 12 jam, dicuci bersih hingga mencapai pH netral atau pH 7. Setelah pH netral tercapai kulit ikan kemudian diektraksi dengan perbandingan air 1:2 pada waterbath dengan suhu 60°C selama 3 jam. Ekstrak disaring menggunakan kapas, kain blacu dan saringan. Ekstrak disimpan dalam chilling room sehingga larutan tersebut menjendal. Gelatin yang sudah menjendal kemudian dimasukkan ke dalam pemanas bersistem evaporasi, yang dapat memekatkan larutan gelatin tersebut. Hasil dari evaporai tersbut dimasukkan ke dalam ekstuder, putar ekstuder sehingga menghasilkan mie-mie gelatin. Pengeringan larutan gelatin dapat dilakukan dengan penggunaan udara kering (terhumidifikasi) dan pemanasan. Pemanasan dilakukan bertahap di bawah 40°C hingga mencapai penurunan kadar air paling tidak 70%. Setelah tercapai suhu pengeringan dinaikan menjadi 50-55°C sampai diperoleh gelatin kering (24-36 jam). Penghalusan dilakukan dengan menggunakan blender sehingga diperoleh granula sebesar gula pasir (Dewi, F.R. dan Widodo, 2009).

Urutan dalam proses pembuatan gelatin kulit ikan tuna (Dewi, F.R. dan Widodo, 2009):

1.      Kulit Ikan Tuna
2.      Pengapuran : Direndam dalam larutan kapur 3%, Na2S 3%, dan air 600% selama 48 jam
3.      Dibersihkan dari sisa daging
4.      Enzimatis : Kulit direndam dalam air 400%, [(NH4)2SO4] 1%, kemudian diputar selama 30 menit. Enzim protease 1% putar kembali 2 jam
5.      Dicuci sampai bersih
6.      Direndam dalam larutan asam sitrat pH 3 selama 12 jam
7.      Dicuci dengan air mengalir sampai pH netral (6-7)
8.      Kulit diekstraksi dengan perbandingan 1:3 dalam waterbath. Selama 2 jam pada suhu   60° C
9.      Filtrat disaring menggunakan kapas, kain blacu dan saringan
10.  Penjendelan dalam ruang pendingin selama 24 jam
11.  Pemekatan menggunakan evaporator
12.  Pengeringan 24-36 jam suhu 45° C-50° C
13.  Pembentukan flake gelatin menggunakan blender

Pemanfaatan limbah tulang ikan sebagai sumber kalsium
Selama ini yang direkomendasikan sebagai sumber kalsium terbaik adalah susu. Tetapi harga susu bagi sebagian masyarakat masih terhitung mahal, oleh karena itu perlu dicari alternatif sumber kalsium yang lebih murah, mudah didapat dan tentu saja mudah diabsorbsi. Kalsium yang berasal dari hewan seperti limbah tulang ikan sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Tulang ikan merupakan salah satu bentuk limbah dari industri pengolahan ikan yang memiliki kandungan kalsium terbanyak diantara bagian tubuh ikan, karena unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan karbonat. Ikan tuna merupakan komoditas perikanan Indonesia yang banyak menghasilkan devisa (terbesar kedua setelah udang) (Trilaksani, W., et al, 2006).

Peningkatan nilai produksi ikan tuna dari tahun ke tahun menunjukkan nilai yang cukup tajam. Peningkatan volume produksi ini akan meningkatkan volume limbah hasil industri pengolahan tuna tersebut. Pemanfaatan limbah tulang ikan tuna sebagai sumber kalsium merupakan salah satu alternatif dalam rangka menyediakan sumber pangan kaya kalsium sekaligus mengurangi dampak buruk pencemaran lingkungan akibat dari pembuangan limbah industri pengolahan tuna.

1 komentar:

  1. mari gabung bersama kami di Aj0QQ*c0M
    BONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
    BONUS REFERAL 20% seumur hidup.

    BalasHapus