Air laut
mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan
partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat
fisis air laut
(seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas
menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa
sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh
salinitas.Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan
tekanan osmosis.
Salinitas atau kadar garam pada air bergantung pada beberapa
faktor yang mempengaruhi. Itulah sebabnya ada jenis-jenis air berdasarkan pada
tingkat salinitas, yakni air tawar dengan kadar garam kurang dari 0,05%, air
payau dengan kadar garam dari 0,05 hingga 3%, air saline atau asin dengan kadar
garam 3 sampai 5%, dan brine dengan kadar garam melebihi 5%.
Air laut termasuk dalam kategori air saline, dengan salinitas
rata-rata sebesar 3,5%. Meskipun secara spesifik dijelaskan bahwa konsentrasi
salinitas tiap laut berbeda, rasio antara ion-ion yang berbeda akan selalu
tetap. Kondisi ini dibuktikan oleh studi pelayaran H.M.S Challenger yang
meneliti ilmiah selama empat tahun dan berakhir pada 1876. Hal ini dikenal dengan
Hukum Proporsi Konstan.
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium
(4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari
bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama
garam-garaman di laut adalah pelapukan
batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal
(hydrothermal vents) di laut dalam.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh
garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan
meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida
ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu
kilogram air laut jika semua
halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi
titrasi untuk menentukan kandungan klorida.
Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total dalam
gram bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dirubah menjadi oksida, semua bromida dan
yodium dirubah menjadi klorida dan semua bahan-bahan organik dioksidasi.
Selanjutnya hubungan antara salinitas dan klorida ditentukan melalui suatu
rangkaian pengukuran dasar laboratorium berdasarkan pada sampel air laut di seluruh dunia dan dinyatakan sebagai :
S (o/oo)
= 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902)
Lambang o/oo
(dibaca per mil) adalah bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding
dengan 35o/oo atau 35 gram garam di dalam satu kilogram
air laut.
Persamaan tahun
1902 di atas akan memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo
jika klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan
menunjukkan adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk pengukuran
laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO memutuskan untuk
mengulang kembali penentuan dasar hubungan antara klorinitas dan salinitas dan
memperkenalkan definisi baru yang dikenal sebagai salinitas absolut dengan
rumus :
S (o/oo)
= 1.80655 Cl (o/oo) (1969)
Namun demikian,
dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan hasil yang sama dengan
definisi sebelumnya.
Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk
menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan
dikembangkan. Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical
Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari
konduktivitas. “Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari konduktivitas listrik (K) sampel
air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu standar atmosfer
terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl adalah 0,0324356
pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini adalah :
S = 0.0080 –
0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 – 7.0261 K2
+ 2.7081 K5/2
Dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan
sebagai rasio, maka satuan o/oo tidak lagi berlaku,
nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam satuan
praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan “psu” dalam menuliskan harga
salinitas, yang merupakan singkatan dari “practical salinity unit”. Karena
salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki satuan, jadi
penggunaan satuan “psu” sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak
diperlukan. Pada kebanyakan peralatan yang ada saat ini, pengukuran harga
salinitas dilakukan berdasarkan pada hasil pengukuran konduktivitas.
Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah
subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara
tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis,
yaitu daerah antara 23,5o – 40oLU atau 23,5o –
40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman
akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000
meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap
kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah
daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).
Salinitas di permukaan sangkat khas dan bervariasi. Nilai-nilai
salinitas pada permukaan dipengaruhi oleh proses fisik yang terjadi di
perairan. Salinitas akan meningat karena penguapan dan pembekuan. Salinitas
akan menurun akibat intensitas hujan, aliran sungai, dan mencairnya es.
Perbedaan antara penguapan dan curah hujan di lintang menyebabkan terjadinya
beberapa perbedaan tersebut. Penurunan salinitas permukaan dekat khatulistiwa
disebabkan oleh curah hujan yang lebih besar atau tinggi. (Millerro and Sohn,
1992).
Laut yang
terisolasi atau tidak terhubung dengan laut lepas akan memiliki salinitas
tinggi. Seperti kasus danau garam, Laut Mati, air di dalam danau sebanyak tujuh
juta ton air menguap setiap harinya dan membuat endapan garam di dasar semakin
banyak.
Laut yang
dipengaruhi arus panas, maka salinitasnya akan naik (tinggi). Hal ini berlaku
pula sebaliknya, dimana laut yang dipengaruhi arus dingin, maka salinitasnya
akan turun (rendah). Semakin banyak terjadi penguapan, maka udara di sekitar
menjadi lembab. Maka semakin tinggi pula salinitas air laut.
Kadar garam air laut berubah-ubah akibat pertambahan dan
pengurangan molekul-molekul air melalui proses penguapan dan hujan. Salinitas
meningkat apabila laju penguapan di sebuah daerah lebih besar daripada hujan.
Begitupula sebaliknya. Kondisi tergantung pada garis lintang suatu daerah dan
pergantian musim. Pola tersebut dapat dilihat pada daerah dengan garis lintang
antara 20° dan 30° sebelah utara dan selatan garis khatulistiwa. Wilayah
tersebut akan memiliki perairan dengan salinitas yang lebih tinggi dari
sekitarnya, karena laju penguapan di wilayah tersebut lebih besar daripada
jumlah air yang diterima saat hujan.
Tempat-tempat tersebut memiliki sifat yang sama dengan wilayah
gurun pasir karena garis lintang yang sama. Selain itu, kadar garam air laut
juga dipengarui oleh kondisi setempat. Aliran keluar yang sanat besar dari
sistem sungai yang besar dapat menurunkan kadar garam air laut. Salinitas
sungai yang sedang mengalami banjir akan menurun secara temporari.
Referensi :
Tomczak, M, An
Introduction to Physical Oceanography.
Talley, L,
Properties of Seawater.
Prager, Ellen J,
and Sylvia A. Earle, The Oceans, McGraw-Hill, 2000.
Pickard and
Emery, Descriptive Physical Oceanography
Sumber : Yogi
Suardi
Numpang promo ya Admin^^
BalasHapusajoqq^^com
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajopk.club....^_~
segera di add Whatshapp : +855969190856