Selasa, 25 September 2018

BAHAN TAMBAHAN PANGAN

BAHAN TAMBAHAN PANGAN

Pengertian
Bahan tambahan makanan didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazin dikonsumsi sebagai makanan, dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi ataupun tidak, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan baik dalam proses pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Sesuai dengan SK.Menkes No.722 / Menkes / Per /1X /88 Tanggal 20 September 1988, bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain: bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.
Sesuai PP No.28 Tahun 2004, bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan. Sedangkan menurut Codex, bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan.
Pengertian BTP sebagai campuran makanan sering rancu dengan bahan tambahan kimia. Untuk menghindari hal yang demikian, kita harus memahami tentang BTP sebagai campuran makanan.
Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang praktis dan awet menunjang berkembangnya penggunaan BTP yang secara bermakna berperan besar dalam rantai produksi dan pengolahan sejak abad ke-19. Seiring dengan banyaknya laporan kasus keracunan makanan, Timbul berbagai diskusi dan keprihatinan yang mendalam mengenai keamanan penggunaan BTP, termasuk bagaimana langkah-langkah pengendalian yang tepat diperlukan.
WHO mensyaratkan zat tambahan itu seharusnya memenuhi kriteria sebagai berikut : (1). Aman digunakan, (2). Jumlahnya sekedar memenuhi kriteri pengaruh yang diharapkan, (3). Memenuhi syarat secara teknologi, (4). Tidak boleh digunakan untuk menipu pemakai dan jumlah yang dipakai haruslah minimal. Bahan baku BTP dari bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Namun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik, baik pada hewan maupun manusia.
Agar dapat dengan baik melindungi konsumen dari berbagai masalah keamanan pangan dan industri pangan di Indonesia, berbagai peraturan dikeluarkan oleh instansi terkait. Selain Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang bernaung di bawah Departemen Kesehatan, pengawasan dan pengendalian juga dilakukan oleh Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Departemen Perindustrian.
Suatu jenis BTM menjadi berbahaya bagi kesehatan tidak hanya karena secara obyektif memang merusak kesehatan/tubuh dan karenanya telah dilarang oleh peraturan, juga karena penggunaan BTM yang tidak dilarang tetapi dengan ukuran yang berlebihan dan sering dikonsumsi.

BTP sebagai campuran makanan dapat dikelompokkan menjadi 3 pengertian sbb :
1. Bahan campuran normal
Bahan campuran normal adalah bahan yang dapat dikonsumsi langsung tanpa dicampur dengan bahan lain. Contohnya buah nanas sebagai campuran es buah. Selain nanas, yang juga dapat berfungsi sebagai bahan campuran normal (normal ingredient) adalah stroberi, avokad, durian, dsb.
2. Bahan pembantu pengolahan
Bahan pembantu pengolahan terdiri atas komponen bahan-bahan penolong dalam proses pembuatan bahan makanan, yang tidak mempengaruhi warna, maupun penampilan bahan olahan. Contohnya, es batu dalam proses pembuatan bakso atau garam dalam proses pembuatan es putar.
3. Kontaminan
Kontaminan merupakan bahan yang tidak sengaja terbawa atau tercampur dalam proses pengolahan. Contohnya, bahan kimia yang terkandung dalam pembungkus makanan yang kontak dengan bahan makanan, mikroorganisme yang mencemari bahan pangan akibat kurang memperhatikan sanitasi dalam proses produksi, dsb.
Bahan campuran lain yang tidak termasuk dalam kategori campuran normal, bahan pembantu pengolahan, dan kontaminan digolongkan sebagai zat aditif. Jadi, yang dimaksud dengan BTP adalah yang tidak dapat dikonsumsi sebagai makanan dan bukan merupakan ingredient makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk mendukung proses pembuatan, pengolahan, penyimpanan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan atau pengangkutan makanan, misalnya untuk menghasilkan suatu komponen yang mempengaruhi sifat makanan tersebut baik secara langsung atau tidak langsung, tidak mencakup cemaran atau bahan yang ditambahkan dengan tujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi. Misalnya, vitamin C dianggap sebagai BTP jika ditujukan untuk memperbaiki nilai gizi, tetapi sebagai antioksidan.

Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Secara khusus kegunaan BTP di dalam pangan adalah untuk:
1.  Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikro­ba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih balk, renyah, dan lebih enak di mulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah .
4. Meningkatkan kualitas pangan.
5. Menghemat biaya.

Fungsi BTP :
· Memperbaiki warna, bentuk, cita rasa dan tekstur
· Memperpanjang umur simpan
· Bukan merupakan bahan pangan utama

Tujuan BTP :
· Meningkatkan nilai gizi makanan
· Memperbaiki estetika dan sensori makanan
· Memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan

Penggunaan BTP dapat dibenarkan apabila :
-     dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dan pengolahan,
-     tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan,
-     tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan,
-     tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan.

Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba
4. Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.

Pewarna buatan
Dalam proses pengolahan bahan pangan kadang kala terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit di pakai untuk mewarnai bahan makanan. Karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut Zat pewarna yang berbahaya dan dilarang digunakan sebagai BTM, obat-obatan dan kosmetika telah diatur menurut ketentuan Peraturan Menkes RI Permenkes RI No. 239/Men.Kes/Per/V/85.

Penggolongan Bahan Tambahan Makanan :
1. Bahan tambahan makanan yang alami :
* Lebih aman dan mudah didapat
* Relatif kurang stabil
* Perlu jumlah banyak
Contoh : gula, garam, bawang putih, tomat, kunyit, daun suji, asam sitrat, daun jati, jahe, merica, kayu manis, vanili dll
2. Bahan tambahan makanan buatan (sintetis) :
* Hasil sintetis secara kimia
* Keuntungan : lebih stabil, lebih pekat
* Jumlah penggunaan sedikit
* Menimbulkan efek samping
· Contoh : BHA, BHT (bersifat karsinogenik),formalin, boraks (pengawet / pengenyal), Rhodamin B (pewarna), Sakarin (efek karsinogenik), maksimal 300 mg/kg, Siklamat (efek karsinogenik) maksimal 1 g/kg, asam askorbat, asam asetat glasial.

Penanganan Pasca Panen Ikan Lele


Penanganan Pasca Panen Ikan Lele


Seperti ikan air tawar lainnya ,biasanya ikan lele konsumsi dijual dalam keadaan hidup. Ikan lele merupakan salah satu hasil peternakan yang kaya akan gizi. Ikan lele (Clarias spp.) merupakan ikan air tawar yang dapat hidup di tempat-tempat kritis, seperti rawa, sungai, sawah, kolam ikan yang subur, kolam ikan yang keruh, dan tempat berlumpur yang kekurangan oksigen. 

Ikan-ikan marga Clarias dikenali dari tubuhnya yang licin memanjang tak bersisik, dengan sirip punggung dan sirip anus yang juga panjang, yang kadang-kadang menyatu dengan sirip ekor, menjadikannya nampak seperti sidat yang pendek. Kepalanya keras menulang di bagian atas, dengan mata yang kecil dan mulut lebar yang terletak di ujung moncong, dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba (barbels) yang amat berguna untuk bergerak di air yang gelap. Lele juga memiliki alat pernapasan tambahan berupa modifikasi dari busur insangnya. Terdapat sepasang patil, yakni duri tulang yang tajam, pada sirip-sirip dadanya. Ada yang mengatakan,bahwa patil ini tidak hanya tajam tapi juga beracun dan mengakibatkan panas tinggi jika orang tak sengaja terkena patil tersebut

Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Oleh karena itu penanganan pasca panen termasuk cara pengangkutan sangat perlu diperhatikan.

Sistem pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan dua cara, yakni secara terbuka dan secara tertutup. Pengangkutan secara terbuka umumnya untuk ikan leleberukuran besar yang siap di konsumsi. Alat yang digunakan adalah tong plastik atau bak yang terbuat dari fiber glass. Tong plastik yang digunakan harus disesuaikan dengan jumlah lele yang akan diangkut dan sarana pengangkutan yang tersedia. Sebelum diangkut, lele diberok atau dipuasakan selama 1 hari dengan cara disimpan pada air yang mengalir agar tubuhnya bersih. Tong plastik yang digunakan harus bersih dari kotoran, kemudian diisi air sebanyak 1/3 dari volume tong. Jika menggunakan tong plastik berukuran 200 liter, lele yang dapat diangkut sebanyak 40-50 kg/tong. Jika menggunakan tong plastik berukuran 20 liter, lele yang dapat diangkut sebanyak 5-10 kg/tong. Pengangkutan secara tertutup untuk mengangkut benih lele yang masih kecil. Keberhasilan pengangkutan sangat ditentukan oleh beberapa faktorseperti teknik pengangkutan, alat angkut, lama pengangkutan atau jarak tempuh, jumlah dan ukura lele, serta waktu pengangkutan.

Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:
a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 ° Celcius
b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan penurunan mutu ikan segar antara lain :
a. Jenis dan Ukuran Ikan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis karena perbedaan komposisi kimianya. Ikan – ikan yang kecil lebih cepat membusuknya daripada ikan yang lebih besar.
b. Suhu Ikan
Menurut Ilyas (1983), suhu air saat ikan ditangkap mempengaruhi kemunduran mutu ikan terutama pada air yang bersuhu tinggi dan ikan berada lebih lama didalam air sebelum diangkat, hal ini yang dapat mempercepat proses kemunduran mutu ikan. Suhu ikan adalah faktor yang paling besar peranannya adalam menentukan waktu yang diperlukan ikan memasuki, memulai, dan melewati rigor.Semakin rendah suhu penanganan ikan segera setelah ditangkap semakin lambat ikan memasuki tahap rigor dan semakin panjang waktu rigor itu berakhir ( Ilyas, 1983).
c. Cara Kematian dan Penangkapan
Menurut Moelyanto (1992), ikan yang tidak banyak berontak ketika ditangkap atau sebelum mati, kesegarannya akan lebih tahan lama daripada ikan yang lama berontak. Ikan yang ditangkap dengan payang, trawl, pole and line dan sebagainya, akan lebih baik keadaannya apabila dibandingkan dengan yang ditangkap melalui giil net, long line dan sebagainya. Ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan agak lama terendam di dalam air sehingga keadaannya sudah kurang baik sewaktu dinaikkan keatas dek (Adawyah, 2007).
d. Kondisi Biologis Ikan
Ikan yang sangat kenyang akan makanan saat ditangkap (disebut “feedy fish”),perut dan dinding perutnya segera diurai oleh enzim isi perut yang mengakibatkan perubahan warna “perut gosong” (belly burn) yang mengarah perut terbusai ( torn bellies atau belly burst). Ikan pelagik, sardin, dan kembung yang perutnya kenyang, dapat mengalami pembusaan perut jauh sebelum tanda – tanda pembusukan mulai terlihat (Ilyas, 1983).
e. Cara Penanganan dan Penyimpanan
Menurut Adawyah (2007), jika ikan yang dalam keadaan rigor diperlakukan dengan kasar, misalnya ditumpuk terlalu banyak, terlempar, terkena benturan, terinjak, terlipat, dibengkokkan atau diluruskan dan sebagainya, maka pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Pembusukan dapat diperlambat jika ikan disiangi dan disimpan pada suhu yang rendah.

Preparasi Ikan lele
1. Penyiangan
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk perikanan haruslah ikan yang masih segar bahkan ikan yang masih dalam keadaan hidup, agar diperoleh produk akhir yang bermutu tinggi. Sebelum diolah sesegera mungkin dilakukan penyiangan ikan. Penyiangan dilakukan dengan cara membuang kepala dan isi perut, sebelum daging dipisahkan, karena kepala dan isi perut mengandung lemak dan enzim protease yang dapat menurukan kemampuan gel, disamping itu isi perut banyak mengandung bakteri dan juga dapat menggelapkan warna dagingnya. Pada tahap penyiangan, kepala, kulit dan isi perut dibersihkan karena insang, isi perut dan sisik, ini merupakan sumber bakteri pembusuk (Hadiwiyoto, 1993).

2. Pencucian           
Proses selanjutnya adalah pencucian. Ikan dicuci dalam air mengalir agar sisa kotoran yang masih menempel pada daging ikan terbuang. Tujuan dari pencucian dengan menggunakan air mengalir, selain untuk menghilangkan kotoran juga dapat mengurangi bakteri yang ada, dan mencegah kontaminasi, karena kotoran terikut dengan aliran air. Pencuciaan sebaiknya dilakukan menggunakan air bersih, tidak berwarna dan tidak berbau dan berasal dari air PAM.

Berdasarkan SNI 01-4104.3- 2006, tentang pengolahan industri perikanan, air yang dipakai untuk kegiatan diunit pengolahan memenuhi persyaratan kualitas air minum. Air yang dapat diminum dapat diartikan sebagai air yang bebas dari bakteri yang berbahaya dan ketidakmurnian secara kimiawi. Air minum harus bersih dan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau, dan tidak mengandung bahan tersuspensi atau kekeruhan.

Ikan segar merupakan produk yang cepat turun kualitasnya sehingga perlu segera setelah ikan ditangkap atau dipanen harus ditangani dengan baik, Ikan lele konsumsi biasanya dijual dalam keadaan hidup. Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Oleh karena itu penanganan pasca panen termasuk cara pengangkutan sangat perlu diperhatikan. Sistem pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan dua cara, yakni secara terbuka dan secara tertutup.

Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain: Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 °C., Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari, Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat. Beberapa faktor -faktor yang mempengaruhi mutu ikan segar antara lain jenis dan ukuran ikan, suhu ikan, cara kematian dan penangkapan, kondisi biologis ikan, dan cara penanganan dan penyimpanan.


Jamur dan Infeksi Jamur


Jamur dan Infeksi Jamur


Infeksi jamur pada ikan dalam akuarium biasanya disebabkan oleh jamur dari genus Spaprolegnia dan Achyla. Jamur biasanya hanya akan menyerang jaringan luar tubuh ikan yang rusak sebagai akibat luka atau penyakit lain. Jamur dapat pula menyerang telur ikan.
Selain karena luka, kehadiran jamur dapat pula disebabkan atau dipicu oleh kondisi air akuarium yang buruk, baik secara fisik maupun kimia. Ikan-ikan berusia tua diketahui sangat rentan terhadap infeksi jamur. Pada saat ini, dengan banyaknya fungisida (obat anti jamur), maka serangan jamur sedikit banyak akan dapat ditangani dengan lebih mudah. Beberapa jamur diketahui juga menyerang bagian dalam jaringan tubuh ikan. Icththyophonus, misalnya diketahui sebagai jamur sistemik yang menyerang ikan. Icththyophonus dapat menginfeksi bagian organ tubuh ikan dan menimbulkan gupalan (nodul) yang mirip seperti terjadi pada kasus TBC ikan. Untuk serangan jamur sistemik ini belum tersedia obat yang dijual secara komersial. Meskipun demikian, perendaman dengan Malachite Green diketahui dapat menyembuhkan serangan jamur sistemik.

Saprolegnia
Saprolegnia merupakan genus jamur yang termasuk dalam kelas Oomycetes. Dalam akuarium, jamur ini kerap dipakai sebagai nama umum untuk serangan jamur yang menyerupai kapas pada permukaan tubuh ikan. Pada kenyataannya banyak genus dari Oomycetes yang dapat menyebabkan infeksi jamur pada ikan, diantaranya adalah Achyla.
Saprolegnia atau dikenal juga sebagai "water molds" dapat menyerang ikan dan juga telur ikan. Mereka umum dijumpai pada air tawar maupun air payau. Jamur ini dapat tumbuh pada selang suhu 0 - 35 °C, dengan selang pertumbuhan optimal 15 - 30 °C. Pada umumnya, Saprolegnia akan menyerang bagian tubuh ikan yang terluka, dan selanjutnya dapat pula menyebar pada jaringan sehat lainnya. Serangan Saprolegnia biasanya berkaitan dengan kondisi kualitas air yang buruk, seperti sirkulasi air rendah, kadar oksigen terlarut rendah, atau kadar amonia tinggi, dan kadar bahan organik tinggi. Kehadiran Saproglegnia sering pulang disertai dengan kahadiran infeksi bakteri Columnaris, atau parasit eksernal lainnya.

Tanda-tanda Penyakit
kehadiran Saprolegnia biasanya ditandai dengan munculnya "benda" seperti kapas, berwarna putih, terkadang dengan kombinasi kelabu dan coklat, pada kulit, sirip, insang, mata atau telur ikan. Apabila anda sempat melihatnya di bawah mikroskop maka akan tampak jamur ini seperti sebuah pohon yang bercabang-cabang.
Pencegahan dan Perawatan
Serangan Saprolegnia dapat dihindari dengan melakukan perawatan yang baik terhadap kondisi akuarium, terutama dengan menjaga kualitas air selalu dalam kondisi optimal, hindari pemeliharaan ikan dengan kepadatan tinggi untuk mencegah terjadinya luka, dan selalu menjaga ikan agar mendapat gizi yang memadai. Apabila gejala serangan Saprolegnia ditemukan, segera lakukan evaluasi kualitas air akuarium anda dan lakukan koreksi yang diperlukan.
Apabila kondisi serangan pada ikan parah, lakukan pengobatan. Selain dengan fungisida khusus ikan, perlakuan dengan PK, formalin dan povidone iodine dapat pula mengobati serangan Saprolegnia.

Branchiomycosis
Branchiomyces demigrans atau "Gill Rot (busuk insang)" disebabkan oleh jamur Branchiomyces sanguinis and Branchiomyces demigrans . Spesies jamur ini biasanya dijumpai pada ikan yang mengalami stres lingkungan, seperti pH rendah (5.8 -6.5), kandungan oksigen rendah atau pertumbuhan algae yang berlebih dalam akuarium, Branchiomyces sp.tumbuh pada temperatur 14 - 35°C , pertumbuhan optimal biasanya terjadi pada selang suhu 25 - 31°C. Penyebab utama infeksi biasanya adalah spora jamur yang terbawa air dan kotoran pada dasar akuarium.

Tanda-tanda Penyakit
Branchiomyces sanguinis dan B. demigrans pada umumnya menyerang insang ikan. Ikan yang terjangkit akan menunjukkan gejala bernafas dengan tersengal-sengal dipermukaan air dan malas. Insang tampak mengeras dan berwarna pucat, khususnya pada daerah yang terjangkit. Pengamatan dibawah mikroskop akan sangat membantu mengenali serangan jamur ini. Apabila bagian jaringan yang terserang mati dan lepas, maka spora jamur akan ikut terbebas dan masuk kedalam air sehingga akan memungkinkan untuk menyerang ikan lainnya.

Pencegahan dan Perawatan
Usaha pencegahan merupakan cara yang sangat disarankan untuk mengontrol serangan jamur ini. Pengelolaan lingkungan akuarium yang baik akan menciptakan kondisi yang tidak disukai oleh jamur tersebut untuk tumbuh.
Apabila penyakit telah terlanjur berjangkit, segera lakukan isolasi. Formalin dan Copper Sulfat diketahui dapat mencegah kematian akibat infekasi Branchiomycosis. Akuarium yang terjangkit hendaknya segera dikuras, dan dikeringkan serta lakukakan tindakan sterilisasi. Apabila hal ini menyerang ikan dalam kolam, keringkan kolam dan berikan perlakuan dengan kalsium oksida.


Icthyophonus
Icthyophonus disebabkan oleh jamur Icthyophonus hoferi . Jamur ini tumbuh baik pada air tawar maupun air asin (laut). Meskipun demikian, biasanya serangan jamur ini hanya akan terjadi pada air dingin 2 - 20° C. Penyebaran Icthyophonus berlangsung melalu kista yang terbawa kotoran ikan atau akibat kanibalisme terhadap ikan yang terjangkit.

Tanda-tanda Penyakit
Sebaran penyakit biasanya berlangsung melalui pencernaan, yaitu melalui spora yang termakan. Oleh karena itu, ikan yang terserang ringan sampai sedang biasanya tidak menunjukkan gejala penyakit. Pada kasus serangan berat, kulit ikan tampak berubah kasar seperti amplas. Hal ini disebabkan terjadinya infeksi dibagian bawah kulit dan jaringan otot. Ikan dapat pula menunjukkan gejala pembengkokan tulang. Bagian dalam ikan akan pada umumnya tampak membengkak disertai dengan luka-luka berwarna kelabu-putih.

Pencegahan dan Perawatan
Tidak ada pengobatan yang bisa dilakukan terhadap penyakit ini, ikan biasanya akan menjadi carrier sepanjang hidupnya. Pencegahan adalah satu-satunya cara untuk menghindari serangan penyakit Icthyophonus. Pencegahan dapat dilakukan dengan tidak memberikan ikan mentah atau produk ikan mentah pada ikan, kecuali diyakini bahwa pakan ini terbebas dari Icthyophonus hoferi. Memasak terlebih dahulu pakan tersebuti dapat membantu menghilangkan jamur infektif yang terkandung. Apabila Icthyophonus ditemukan pada ikan anda, maka disarankan untuk segera memusnahkan ikan tersebut. Selanjutnya lakukan sterilisasi pada akuarium yang bersangkutan, termasuk filter dan peralatan lainnya. Apabila hal ini menyerang ikan dalam kolam, dan kolam memiliki dasar pasir atau lumpur maka akan diperlukan pengeringan kolam selama berbulan-bulan untuk menghilangkan jamur tersebut.

Anti Jamur (Fungisida)
Berbagai produk anti jamur untuk akurium relatif banyak ditemukan di toko-toko akuarium. Pada umumnya produk ini merupakan produk untuk pengobatan dengan perlakuan perendaman dalam jangka panjang. Beberapa anti jamur tersebut juga dapat digunakan untuk mencegah serangan jamur pada telur ikan. Beberapa anti jamur yang mengandung phenoxyethanold apat pula digunakan untuk mengobati infeksi bakteri eksternal.
Metil biru merupakan salah satu bahan kimia yang umum digunakan sebagai anti jamur. Selain itu, garam juga diketahui efektif dalam mengobati akibat serangan jamur. Gentian Violet diketahui sangat membantu dalam mengatasi serangan jamur melalui pengobatan lokal di daerah yang terinfeksi jamur ringan.
Penggunaan anti jamur sebagai kuratif rutin, atau sebagai profilaktik sebaiknya dihindarkan. Penggunaan anti jamur dalam jangka panjang dan secara terus menerus dapat menimbulkan efek yang berbahaya. Olah karena itu, penggunaan anti jamur ini untuk hal-hal yang tidak perlu atau hal-hal yang sebenarnya dapat dihindari sebaiknya tidak dilakukan.


Sumber : http://o-fish.com/HamaPenyakit/Jamur.htm