Senin, 30 Maret 2015

PEMBENIHAN IKAN NILA MERAH


PENDAHULUAN
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Beberapa hal yang mendukung pentingnya komoditas nila menurut hasil pengkajian BBAT Sukabumi adalah a) Memiliki resistensi yang relative tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, b) Memiliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan, c) Memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, d) Memiliki kemampuan tumbuh yang baik, dan e) Mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif.
Selama ini pembudidayaan ikan kita masih kesulitan untuk mendapatkan benih nila yang berkualitas; Sebagai akibat dari belum adanya upaya perbaikan mutu induk melalui rekayasa genetika. Selain itu pengetahuan serta keterampilan dari pembenih perlu ditingkatkan melalui pelatihan secara bertahap atau lewat bahan bacaan petunjuk teknis karena para pembenih kita terkadang dalam melakukan aktivitasnya belum sepenuhnya menerapkan rambu-rambu teknologi pembenihan yang dianjurkan. Untuk memperoleh benih yang baik perlu menerapkan cara pembenihan yang baik dan benar.
PERSIAPAN KOLAM
Persiapan kolam untuk kegiatan pemijahan ikan nila antara lain peneplokan/perapihan pematang agar pematang tidak bocor, meratakan dasar kolam dengan kemiringan mengarah ke kemalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu pengeluaran dengan paralon, pemasangan saringan di pintu pemasukan serta pengisian kolam dengan air.
Kolam dikeringkan lebih dahulu untuk pencegahan hama dan penyakit yang ada di kolam. Dasar kolam diolah (dicangkul) sampai gembur, kemudian diberi pupuk kandang sebanyak 300-500 gram/m2, lalu diberi kapur pertanian (CaCO3) sebanyak 10-25 gram/m2 (jika diperlukan). Jika telah siap kolam diberi air 20-30 cm, dibiarkan selama 2-3 hari sampai tumbuh plankton, lalu ditambah hingga ketinggian 50 cm, kemudian dibiarkan selama 4-7 hari. 
PEMELIHARAAN INDUK
Dosis pemberian pakan adalah 3% dari bobot biomas untuk lima hari pertama pemijahan dan 2 – 2,5% untuk lima hari berikutnya sampai panen larva. Penurunan dosis pemberian pakan ini disesuaikan dengan kondisi bahwa sebagian induk betina sedang mengerami telur dan larva. Pakan yang diberikan harus cukup mengandung protein (28 – 30 %).
Selama pemijahan debit air diatur dalam dua tahap, yakni 5 hari pertama lebih besar dan 5 hari kedua lebih kecil. Debit air dalam 5 hari pertama adalah dalam rangka meningkatkan kandungan oksigen dalam air, memacu nafsu makan induk disamping mengganti air yang menguap. Dengan demikian air yang mengalir ke kolam terlimpas ke luar kolam melalui saluran pengeluaran. Sedangkan untuk 5 hari kedua debit air hanya dimaksudkan untuk mengganti air yang terbuang melalui penguapan sedemikian rupa tanpa melimpaskan air ke kolam. Hal ini untuk menghindari hanyutnya larva juga menghindari limpasnya pakan alami yang terdapat di kolam pemijahan, sebagai makanan awal bagi larva.
Pengontrolan keadaan induk ikan dalam kolam pemeliharaan induk dan pemijahan nantinya harus selalu dilakukan, terutama terhadap nafsu makan ikan. Nafsu makan ikan yang menurun menunjukkan kualitas air kolam sudah menurun sehingga kolam harus dikuras. Pengurasan kolam diawali dengan membuka lubang pengeluaran air, lalu memasukkan air dengan aliran deras sehingga kotoran dalam kolam terbuang. Setelah itu, pintu pembuangan air ditutup kembali dan air dibiarkan penuh seperti semula. Pengurasan air dalam kolam pemeliharaan induk dan pemijahan harus dilakukan dengan hati-hati agar induk ikan yang ada dalam kolam tidak mengalami stress sehingga pemijahan akan terhambat dan tidak maksimal.

Ikan nila merupakan jenis ikan yang sangat mudah untuk berkembang biak. Namun untuk mendapatkan benih dalam jumlah banyak dan berkualitas baik, perlu adanya pengelolaan induk secara tepat. Oleh sebab itu untuk menghindari terjadinya pemijahan yang tidak diinginkan atau pemijahan liar, maka kolam pemeliharaan induk jantan dan betina harus dipisahkan.
SELEKSI INDUK
Untuk menghasilkan benih yang baik dipilih induk yang benar-benar matang gonad. Matang gonad pada ikan Nila Betina adalah kondisi ikan yang sudah siap untuk dikawinkan (dipijahkan) yang ditandai oleh diameter telur yang sudah mencapai ukuran 2,5 mm – 3,1 mm. pada ikan jantan, ditandai oleh sperma yang berwarna putih dan kental.
Cara menentukan kematangan gonad ikan jantan dilakukan dengan mengurut perut ikan ke arah anus. Ikan jantan yang telah matang kelamin akan mengeluarkan cairan kental berwarna bening dan di sekitar perut sampai kepala bagian bawah berwarna merah.
Cara menentukan kematangan gonad ikan betina dilakukan dengan meraba bagian perut dan pengamatan bagian anus. Ikan betina yang telah matang gonad ditunjukkan dengan telur berwarna kuning kehijauan, bagian perut melebar, lunak kalau diraba, bagian anus menonjol dan kemerahan. Pengambilan telur secara kanulasi.
Adapun kriteria induk yang siap dipijahkan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Kuantitatif Sifat Reproduksi Induk Nila
Kriteria
Satuan
Jenis kelamin
Jantan
Betina
Umur
Bulan
6 – 8
6 – 8
Panjang total
cm
16 – 25
14 – 20
Bobot tubuh
gr
400 – 600
300 – 450
Fekunditas
Butir / ekor
1000 – 2000
Diameter telur
mm
2,5 – 3,1
PEMIJAHAN
Pemijahan dilakukan secara alami. Jumlah induk dalam satu populasi pemijahan secara masal disebut satu paket. Satu paket induk berjumlah 400 ekor yang terdiri dari 100 ekor jantan dan 300 ekor betina. Dengan induk sejumlah ini diharapkan dapat menghambat laju silang dalam dan memungkinkan keturunannya dapat dijadikan induk kembali setelah melalui kegiatan seleksi.
Penebaran induk dilakukan pada pagi hari saat suhu udara dan air masih rendah. Padat tebar induk adalah 1 ekor/m2, sehingga satu paket induk sebanyak 400 ekor memerlukan lahan untuk pemijahan seluas 400 m2.
Satu periode pemijahan berlangsung selama 10 hari untuk dapat dilakukan pemanenan larva. Proses pemijahan sendiri dapat berlangsung selama delapan periode pemijahan dengan delapan kali pemanenan larva, tanpa harus mengangkat induk. Setelah akhir periode, induk diangkat dari kolam pemijahan dan dipelihara secara terpisah antara jantan dan betina untuk pematangan gonadselama 15 hari. Selanjutnya paket induk tersebut dimasukkan kembali ke dalam kolam pemijahan yang telah dipersiapkan sebelumnya
PEMANENAN LARVA
Panen larva dilakukan setiap sepuluh hari sekali pada pagi hari. Kemudian larva ditampung sementara dalam hapa ukuran 2 x 2 x 1 m3 dengan mesh size 1,0 mm. Ukuran larva yang dipanen ada dua ukuran, untuk itu perlu dilakukan sortasi menggunakan hapa mesh size 1,5 mm. jumlah induk betina memijah sebanyak 30-40% dengan perolehan larva sebanyak 60.000 – 80.000 ekor/paket/10 hari.

sumber: Karya Ilmiah Praktek Akhir Pembinaan Kelompok Melalui Penyuluhan Partisipatif Pada Usaha Pembenihan Ikan Nila Merah di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman Provinsi DI Yogyakarta 2010



Jumat, 27 Maret 2015

Pukat Udang (Shrimp Trawl)




Definisi Pukat Udang

Pukat udang adalah jenis jaring berbentuk kantong dengan sasaran tangkapannya udang. Jaring dilengkapi sepasang (2 buah) papan pembuka mulut jaring (otter board) dan Turtle Excluder Device/TED, tujuan utamanya untuk menangkap udang dan ikan dasar (demersal), yang dalam pengoperasiannya menyapu dasar perairan dan hanya boleh ditarik oleh satu kapal motor.

Bagian - Bagian Pukat Udang

Menurut Usemahu, A.R. dan Tomasila, L.A. (2001), bagian – bagian pukat udang meliputi :

Tali penarik
Panjang tali penarik biasanya diperhitungkan dengan pedoman dalamnya perairan di tempat dimana pukat udang dioperasikan. Pada umumnya panjang tali penarik berkisar 5 – 6 kali dalam perairan. Selain itu, ada juga yang membuat tali penarik dengan perhitungan dengan rumus sebagai berikut :


F = (3 + 25/D) x D
F : panjang tali penarik (meter)
D : dalamnya perairan (meter)

Bridleline
Bridle line adalah tali yang menghubungkan antara sayap jaring dengan otterboard. Tujuan pemberian tali ini adalah untuk menggiring ikan berkumpul di tengah – tengah jaring. Pada umumnya panjang bridle line sekitar 6 meter. Ada juga yang menggunakan bridle line sepanjang 50 – 100 meter, bahkan pada pukat udang umumnya tidak menggunakannya.

Dan Leno
Dan Leno adalah sebatang kayu yang dipasang pada tiap – tiap ujung sayap pukat udang yang gunanya untuk membuat sayap pukat udang dapat berdiri vertikal dalam air.

Webbing
Besarnya jaring biasanya ditentukan oleh panjang tali ris atas. Ukuran jaring (mata jaring) ada yang sama dari ujung sayap sampai kantong, untuk ukuran mata jaring dari sayap ke kantong biasanya semakin kecil. Ukuran mata jaringnya adalah pada kantong ukuran mata jaring terkecil. Bahan yang digunakan untuk membuat jaring yang paling umum digunakan adalah bahan nilon.

Tali ris
Ada dua macam tali ris pada pukat udang yaitu tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris atas biasanya disebut head line sedangkang tali ris bawah biasanya disebut ground rope atau foot rope. Tali ris atas biasanya digunakan sebagai ukuran penentuan besarnya pukat udang tersebut. Tali ris atas dapat ditentukan berdasarkan besarnya daya motor penggerak, dengan rumus sebagai berikut :

L = (feet)
L : Panjang tali ris atas
P : Daya Kuda (DK) motor penggerak

Layang – layang
Layang – layang ini digunakan untuk membuat mulut jaring terbuka selebar mungkin ke arah vertikal. Prinsip kerja layang – layang sama dengan prinsip kerja otterboard. Perbedaannya apabila otterboard ditarik akan bergerak ke arah samping, sedangkan layang – layang akan bergerak ke arah atas. Layang – layang ini biasanya digunakan untuk midwater trawl.

Otterboard
Otterboard berfungsi sebagai pembuka sayap jaring ke arah samping. Besar kecilnya bukaan oterboard ke arah samping ditentukan oleh cara penyetelan tali guci yang ada pada otterboard tersebut. Ukuran otterboard harus disesuaikan dengan ukuran jaring, karena ukuran jaring ditentukan oleh panjang tali ris atas yang juga ditentukan oleh daya motor penggerak, maka besar otterboard dapat dihitung berdasarkan rumus yang berhubungan dengan besarnya daya kuda motor penggerak kapal yaitu :

B : lebar otterboard
P : DK motro penggerak kapal
2B : panjang otterboard
Sedangkan berat otterboard dapat diperhitungkan dengan pedoman sebagai berikut :

Untuk kapal 100 DK ke atas W = 2,7 P
Untuk kapal 66 DK ke atas W = 6,5 P + 400

Jenis – Jenis Pukat Udang
Menurut Usemahu, A.R. dan Tomasila, L.A. (2001), berdasarkan macamnya pukat udang dapat dikelompokkan berdasarkan :

Cara terbukanya mulut jaring
- Beam trawl
- Paranzella
- Otter trawl

Berdasarkan daerah operasinya
- Trawl dasar perairan (bottom trawl)
- Trawl pertengahan (midwater trawl)
- Trawl permukaan (surface trawl)

Berdasarkan jumlah kapal yang menariknya
- Trawl satu kapal (one boat trawl)
- Trawl dua kapal (two boat trawl)

Berdasarkan jumlah trawl yang ditarik pada tiap – tiap kapal
- Trawl tunggal (single trawl)
- Trawl ganda (double rig trawl)

Berdasarkan tempat penurunan dan penaikan alat tangkap ke atas kapal
- Trawl samping (side trawl)
- Trawl buritan (stern trawl)

Cara Pengoperasian Pukat Udang
Menurut Usemahu, A.R. dan Tomasila, L.A. (2001), cara pengoperasian meliputi tahap – tahap sebagai berikut :

Persiapan
Sebelum operasi penangkapan, terlebih dahulu segala peralatan dan perlengkapan operasional agar dipersiapkan secara teliti. Seperti penyusunan alat di tempatnya agar memudahkan saat diturunkan, pemeriksaan mesin – mesin (mesin induk, mesin winch), pembersihan palka, perbekalan es (apabila kapal tidak ada mesin pendingin).

Penurunan Jaring
Penurunan jaring pada saat operasi dengan menggunakan pukat udang dapat dilakukan setiap saat baik siang hari maupun malam hari, asalkan cuacanya baik dan memungkinkan untuk menurunkan jaring. Setelah kapal sampai di daerah penangkapan yang dituju, jaring dapat segeran diturunkan. Penurunan jaring mula – mula dari bagian kantong, BED, badan jaring, sayap, bridle line (apabila menggunakannya), otterboard dan tali penarik.

Penarikan jaring
Selama operasi, jaring tersebut terus ditarik sampai kira – kira 2 jam, kemudian baru dapat dinaikkan ke atas kapal untuk diambil hasil tangkapannya.

Penaikan jaring
Urutan penaikan jaring merupkan kebalikan dari urutan penurunan jaring. Apabila seluruh bagian alat tangkap telah naik ke atas kapal, pengambilan hasil tangkapan dapat dilakukan dengan cara mengangkat pangkal – pangkal kantong dengan menggunakan boom, kemudian tali pada ujung kantong dibuka agar hasil tangkapan yang berada di dalam kantong dapat dikeluarkan/tercurah di atas kapal.

Gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2BGNn0xsmxxt6Av_JCPBl71Zf0ZSQRZx2HdS9rH3XJctdSln2TmfEikg9TOfNILR_OY8x9NGykbrDa4NvBhepzBdvV7TqmHLMRG1gwRYBdswLM20LQczCMUaYfnFUArNOrRoPmyfHSnm4/s1600/pukat+udang.jpg

 



Kamis, 26 Maret 2015

Fish Oil



Fish Oil

1.    Pendahuluan
Dalam proses penepungan ikan selama pemasakan protein ikan akan menggumpal dan sel ikan yang mengadung lemak akan pecah sehingga setelah dipisahkan airnya akan diperoleh hasil sampingan berupa minyak ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Menurut Muchtadi (1996), minyak ikan hasil sampingan proses pengalengan dan penepungan ikan kaya asam lemak omega-3, khususnya EPA (Eilosa Panteonil Acid) dan DHA (D-Hexaenoic Acid). Dan selama ini hanya dimanfaatkan sebagai pakan terkandung asam lemak jenuh tinggi meyebabkan minyak ikan menjadi kurang stabil, karena wadah mengalami oksidasi, proses oksidasi semakin meningkat dengan adanya panas, cahaya dan O2.
Proses untuk mendapatkan minyak dengan kualitas yang baik ada 2 tahap penting yang harus diperhatikan yaitu proses ekstraksi minyak dan proses pemurnian minyak. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Pemurnia (refining) adalah suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna tidak menarik dan untuk memperpanjang umur simpan sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri (Ketaren,2005). Menurut Susanto (1987), pemurnian ini perlu dilakukan karena minyak atau lemak yang dihasilkan dalam proses ekstraksi umunya mengandung kotoran yang ikut terekstraksi dan kotoran tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang mengakibatkan kualitas minyak yang dihasilkan atau menurun
Pemanfaatan minyak ikan dalam industri pangan dengan tujuan utuk pengganti fungsi minyak industri/lemak hewani dan memperkaya nilai gizinmakanan dalam rangka mendapatkan makanan sehat. Untuk maksud tersebut, minyak ikan dikembangkan pemakainya pada produk margarine, and table spread, hard fat, shortening, pastry fat, adonan biskuit dan emulsi untuk roti, adanan roti, minyak goreng, biskuit filling, isinya salad/sayur, emulsifier, fish spread, peanuut butter, mayonise, coleslaw, salami dan sosis (Irianto dan soesilo,2007)
Menurut Irianto dan Soesilo (2007), minyak ikan merupakan hasil samping dengan pengolahan ikan kaleng dan tepung ikan. Minyak ikan tersebut dapat ditingkatkan mutunya agar layak dikonsumsi manusia dengan memurnikannya dengan metode alkali. Minyak ikan mempunyai nilai manfaat kesehatan,pengobatan dan gizi. Dengan demikian, minyak ikan dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri farmasi dan pangan. Minyak ikan dapat diolah menjadi kapsul konsentrat asam lemak omega 3. dengan teknik mikroenkapsulasi minyak ikan dapat diproses menjadi tepung minyak ikan yang memudahkan dalam penanganan, penyimpanan dan pemanfaatannya.
Minyak ikan merupakan minyak yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh paling tinggi dibandingkan dengan jenis minyak lainnya. Ditinjau dari segi kesehatan, hal ini sangat menguntungkan terutama kandungan asam lemak omega 3 nya. Kandungan asam lemak tak jenuhyang tinggi menyebabkan minyak ikan menjadi kurang stabil, mudah mengalami oksidasi. Proses oksidasi akan semakin meningkat dengan adanya pannas, cahaya dan oksigen (Irianto, dkk, 2000).

                   Menurut Poedjiadi (1994), komposisi kimia minyak ikan adalah:

Komposisi kimia
Nilai kandungan
Air
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Ca
P
Fe
Vitamin A
Vitamin B
Vitamin C
Bydd
0
902 kal
0
100 gram
0
0
0
0
80000 SI
0
0
100am


2.    Pengolahan Minyak Ikan
Minyak ikan sangat berbeda dengan minyak lainnya, yang dicirikan dengan (1) variasi asam lemaknya lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atau lemak lainnya, (2) jumlah asam lemaknya lebih banyak; (a) panjang rantai karbon mencapai 20 atau 22, (b) lebih banyak mengandung jenis asam lemak tak jenuh jamak (ikatan rangkap sampai dengan 5 dan 6), dan (c) lebih banyak mengandung jenis omega-3 dibandingkan dengan omega-6. Asam lemak yang berasal dari ikan pada prinsipnya ada 3 jenis yaitu jenuh, tidak jenuh tunggal dan tidak jenuh jamak. Asam lemak tak jenuh tunggal mengandung satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak mengandung banyak ikatan rangkap per molekul.
Pengolahan minyak ikan di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Minyak ikan yang diproduksi terdiri atas minyak hati dan minyak dari badan ikan yang merupakan hasil samping pengolahan tepung ikan dan pengalengan ikan. Pemanfaatan minyak ikan yang dihasilkan di Indonesia baru digunakan sebagai komponen ransum pakan ikan maupun pakan ternak dan sebagaian kecil digunakan dalam penyamakan kulit serta industry kecil lainnya.

3.    Proses Pembuatan Minyak Ikan Secara Konvensional / Sederhana
Pengolahan minyak ikan di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Minyak ikan yang diproduksi terdiri atas minyak hati dan minyak dari badan yang merupakan hasil samping pengolahan tepung ikan dan pengalengan ikan. Pemanfaatan minyak ikan yang dihasilkan di Indonesia baru digunakan sebagai komponen ransum pakan ikan maupun pakan ternak dan sebagian kecil digunakan dalam penyamakan kulit serta industri kecil lainnya. Bahan baku industri minyak ikan adalah minyak ikan dari ikan-ikan pelagis dengan kadar lemak yang tinggi, seperti lemuru dan lainnya. Sumber minyak tersebut diperoleh   dari :
1.        Hasil ekstraksi yang khusus untuk diambil minyaknya
2.        Hasil ekstraksi dari pengolahan tepung ikan
3.        Hasil samping dari pengolahan ikan kaleng
Ekstraksi minyak dilakukan dengan mencampur hati cucut botol dengan asam formiat teknis sebanyak 1 % dari berat hati cucut botol (proses silase). Setelah 3 hari proses silase, kemudian dilakukan penyaringan hasil silase melalui kain blacu untuk memperoleh minyak kasar. Setelah minyak disimpan dalam suhu rendah selama 24 jam, lalu dilakukan sentrifuge pada kecepatan putaran 500 rpm (Anonymous, 2007).

4. Proses Pembuatan Minyak Ikan Secara Modern
Minyak ikan dari pabrik dibersihkn dari kotoran dengan cara minyak ikan hasil saringan dipanaskan seampai suhu 700C dan ditambahkan larutan garam 2-2.5% sebesar setengah volume minyak, sambil diaduk 5 menit (untuk deguming). Campuran minyak tersebut kemudian ditambahkan larutan netrium hidroksida 1N apabila FFA 4% menggunakan NaOH teknis 8.7 gram dilarutkan dalam 125 ml air untuk satu liter minyak ikan. Besarnya volume tergantung dari besarnya FFA minyak ikan yang akan dibersihkan. Makin tinggi FFA, makin besar pula pemakaian natrium hidroksida. Pengadukan selama 30 menit pada suhu 700C, proses ini disebut penyabunan kemudian larutan sabun yang terjadi dipisahkan dari minyaknya. Apabila sabun masih ada yang tertinggal dalam minyak perlu dicuci dengan air panas sampai minyak menjadi bersih dari sabun. Minyak hasil penyabunan ditambah karbon aktif atau benfonif 3%. Kemudian dipanaskn pada suhu 600C sambil diaduk selama 20 menit. Selanjutnya disaring dengan filter press. Minyak yang sudah bersih ditambah antioksida (BHT) sebesar 20 ppm. Kemudian minyak dikemas dalam tempat yang tidak tembus cahaya.

5.  Pengembangan Olahan Minyak Ikan
                        Minyak ikan sangat mudah teroksidasi oleh karena banyaknya ikatan rangkap pada gugus rantai asam lemaknya. Hal ini berarti bahwa harus diberikan perhatian yang lebih apabila minyak ikan ditambahkan pada produk makanan, jika tidak akan menyebabkan timbulnya bau atau rasa yang tidak enak dan senyawa-senyawa hasil oksidasi yang berpengaruh buruk bagi kesehatan. Perlakuan terhadap minyak ikan yang dapat menghilangkan kendala-kendala tersebut yang memungkinkan para produsen makanan memasukkan minyak ikan bagi peningkatan nilai tambah produk tampak adanya perubahan penampakkan dan usia simpan produk.
Prospek minyak hati ikan cucut botol sebagai bahan baku industri di pasaran Internasional memiliki masa depan yang cerah, sehingga upaya pengolahan lebih lanjut minyak hati cucut botol menjadi bahan setengah jadi (skualen) merupakan prospek bisnis yang baik, hal ini dapat menjadi kenyataan karena teknologi pengolahannya telah dapat dihasilkan yang meliputi metoda dan teknik penanganan hati cucut botol di kapal, ekstraksi minyak dan cara isolasi skualen dari minyak tersebut.
Bahan baku utama untuk pembuatan skualen adalah hati ikan cucut dari keluarga Squalidae dan ikan cucut ini banyak tersebar merata di seluruh perairan Indonesia. Skualen adalah suatu senyawa kimia banyak terdapat dalam minyak hati ikan cucut botol atau biasa juga disebut ikan cucut yang hidup pada perairan dalam (300 -1000 meter), yaitu pada bagian zat yang tidak dapat disabunkan. Skualen ini merupakan senyawa kimia yang mempunyai nilai ekonomis tinggi karena banyak digunakan sebagai bahan baku industri kosmetika, farmasi (obat-obatan), industri sutera (pengkilap warna), pengolahan karet, bahan pelumas, dan lain-lain. Oleh karena manfaat dari skualen ini sangat banyak, maka minyak hati cucut botol ini menjadi penting dan dibutuhkan tetapi sangat disayangkan kebutuhannya belum dapat dipenuhi oleh usaha penangkapan ikan cucut tersebut dalam negeri. Secara kimia, skualen adalah senyawa hidrokarbon yang mempunyai enam ikatan rangkap. Senyawa ini merupakan cairan jernih yang tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan larut dalam pelarut lemak. Skualen mempunyai titik beku -60°C, titik didih 225°C. indek bias 1.40 – 1.50 dan angka iod 366 – 380.

6. Penanganan Bahan Mentah:
Ikan cucut botol segera setelah ditangkap, diambil hatinya, cuci dengan air laut, kemudian masukkan kedalam kantong plastik. Kantong-kantong plastik itu kemudian dimasukkan kedalam peti berinsulasi dan dies dengan menggunakan es hancuran yang perbandingannya 1 : 1. Pengesan ini dilakukan selama penangkapan hingga saat hati cucut botol tersehut diekstraksi minyaknya.

7. Ekstraksi Minyak
Untuk memperoleh minyak, maka dilakukan ekstraksi dengan mencampur hati cucut botol dengan asam formiat teknis sebanyak 1% dari berat hati cucut botol (proses silase). Setelah 3 hail proses silase, kemudian dilakukan penyaringan hasil silase melalui kain blacu untuk memperoleh minyak kasar. Setelah minyak disimpan pada suhu rendah (sekitar 5°C) selama 24 jam, kemudian dilakukan sentrifuse pada kecepatan putaran 5000 rpm.


8. Peluang Pengembangan
Pasar produk pengolahan minyak ikan berteknologi adalah industri makanan seperti : susu bubuk bayi, biskuit, permen, dan lainnya. Untuk menentukan jumlah permintaan pasar harus diperhitungkan jumlah industri makanan tersebut dan juga jumlah pemakaiannya dari setiap industri tersebut. Dikarenakan penggunaan produk minyak ikan berteknologi belum secara meluas di industri makanan dalam negeri maka perlu pula dilakukan perhitungan peluang pasar di luar negeri terutama regional.

Bahan baku industri minyak ikan adalah minyak ikan dari ikan-ikan pelagis dengan kadar lemak yang tinggi, seperti: lemuru dan lainnya.
Ø  Sumber minyak ikan tersebut dapat dari:
 Hasil ekstraksi yang khusus untuk diambil minyaknya
 Hasil ekstraksi dari pengolahan tepung ikan
 Hasil samping dari pengolahan ikan kalen
Ketiga sumber pasokan tersebut dapat digunakan namun akan mempengaruhi kepada mutu minyak, harga bahan baku, dan jumlah ketersediaan pasokan. Untuk menanggulangi kemungkinan kekurangan pasokan bahan baku maka perhitungan jumlah ketersediaan pasokan tidak hanya berasal dari domestik tetapi juga berasal dari luar negeri (import).
Dengan terbukanya peluang berusaha dan pemasaran dalam perdagangan bebas maka beberapa produk baik yang sejenis atau substitusi akan dijumpai dengan mudah dipasar baik nasional maupun internasional. Dalam situasi yang demikian maka konsumen akan mempunyai peluang yang sangat luas dan bebas memilih barang yang diinginkan.. Oleh sebab itu nisbah antara harga dan mutu akan sangat menentukan dalam keberhasilan pengembangan agroindustri perikanan. Rendahnya harga yang dipengaruhi oleh tingginya efisiensi akan memberikan peluang konsumen untuk dapat membelinya. Sedangkan tingginya mutu suatu produk akan memberikan jaminan dan keyakinan kepada konsumen untuk mempoleh kepuasan.

Mutu produk industry minyak ikan akan sangat dipengaruhi mutu bahan mentah minyak ikan, penguasaan teknologi emulsifikasi dan enkapsulasi, serta mesin dan peralatan yang digunakan. Ketiga faktor tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan industri minyak ikan guna menghasilkan mutu produk yang dapat bersaing dan diterima konsumen. Disamping itu juga seiring dengan pemenuhan akan food safety dimana produsen dituntut untuk dapat memberikan jaminan mutu (quality assurance) terhadap produk yang diproduksi dan dipasarkan maka industri enkapsulasi minyak ikan harus pula menerapkan konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan suatu teknik operasional pengawasan mutu yang bertumpu pada upaya pencegahan sejak dini mulai dari produksi bahan baku, transportasi, pengolahan sampai pada distribusi dan pemasarannya.

Bahan Bacaan :
BPS, 2005
DKP, 2006.
Ruins_ketjiL
Annonimous, dan lain-lain