IDENTIFIKASI DAN PEMILIHAN BAHAN BAKU
PAKAN BUATAN ( BAHAN BAKU NABATI )
Dalam membuat pakan buatan untuk ikan, hal pertama yang harus
dipertimbangkan, adalah persyaratan bahan baku untuk pakan, yaitu :
1. Bahan baku pakan tidak boleh bersaing dengan bahan makanan manusia. Bila
manusia banyak membutuhkannya, bahan baku ini tidak boleh diberikan kepada
ikan.
2. Bahan baku ini harus tersedia dalam waktu lama, atau ketersediaannya
harus kontinyu. Bahan baku yang pada suatu saat ada dan kemudian lenyap, harus
dihindari. Padi yang diproduksi secara massal dan nasional, tentu menyebabkan
ketersediaan dedak dan bekatul untuk ternak juga melimpah ruah. Sebaliknya
untuk bahan baku yang diproduksi secara terbatas, juga akan menghasilkan bahan
secara terbatas pula.
3. Harga bahan baku; walaupun bisa digunakan, tapi bila harganya mahal maka
penggunaan bahan atau peran bahan baku itu sebagai bahan baku sudah
tersisihkan. Sebenarnya murah atau mahalnya bahan baku itu harus dinilai dari
manfaat bahan itu, yang merupakan cermin dari kualitas bahan tersebut. Tepung
ikan, misalnya harganya memang mahal, tetapi bila dibandingkan dengan kandungan
proteinnya yang tinggi dan kelengkapan asam aminonya, maka penggunaan tepung
ikan menjadi murah.
4. Kualitas gizi bahan baku, menjadi persyaratan penting lainnya. Walaupun
harganya murah, banyak terdapat di Indonesia, dan ketersediaannya kontinyu,
tetapi bila kandungan gizinya buruk, tentu bahan baku ini tidak dapat
digunakan.
Khusus untuk ikan, pakan buatan yang diberikan dapat dikatagorikan
menjadi :
1. Pakan alami, merupakan kelompok pakan yang berasal dari hewan yang
berukuran renik sampai ukuran beberapa centimeter yang di kultur atau
dikumpulkan dari alam; contohnya adalah Artemia, Daphnis dan Cacing Sutra.
Pakan alami ini dapat juga berasal dari tumbuhan, misalnya fitoplankton dan
daun talas.
2. Pakan lembek, merupakan cincangan ikan-ikan rucah dan cumi-cumi yang
langsung diberikan kepada ikan. Daya tahan pakan lembek ini 2 – 3 hari dalam
lemari pendingin.
3. Pakan kering lengkap, merupakan pakan berbentuk pelet, “flake” dan
“crumble” dengan kadar air rendah sehingga daya tahannya bisa 3 – 4 bulan dan
kandungan gizinya cukup lengkap karena dibuat sesuai dengan kebutuhan. Jenis
pakan inilah yang akan dikupas lebih mendalam.
Dalam tulisant ini, bahan baku akan
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu bahan baku nabati dan bahan baku hewani.
Banyak sekali bahan baku nabati yang dapat diberikan kepada unggas, bahan baku
nabati inilah, yang menyebabkan harga pakan menjadi dapat ditekan. Dari sekian
banyak bahan baku nabati, 70 – 75% merupakan biji-bijian dan hasil olahannya,
15 – 25% limbah industri makanan, dan sisanya hijauan sebagaimana layaknya
bahan pakan yang berasal dari biji-bijian, bahan pakan nabati ini sebagian
besar merupakan sumber energi yang baik, tetapi karena asalnya dari tumbuhan,
kadar serat kasarnya tinggi. Sebagai sumber vitamin, beberapa bahan berbentuk
bijian atau olahannya tidaklah mengecewakan.
BAHAN BAKU NABATI
1. Jagung kuning
Selain jagung kuning, masih ada 2 warna lagi, pada jagung (Zea mays),
yaitu jagung putih dan jagung merah. Diantara ketiga warna itu, jagung merah
dan jagung putih jarang terlihat di Indonesia. Jagung kuning merupakan bahan
baku ternah dan ikan yang popular digunakan di Indonesia dan di beberapa
negara. Jagung kuning digunakan sebagai bahan baku penghasil energi, tetapi
bukan sebagai bahan sumber protein, karena kadar protein yang rendah (8,9%),
seperti yang terlihat pada tabel 1, bahkan defisien terhadap asam amino
penting, terutama lysin dan triptofan.
Sebagai sumber energi yang rendah serat kasarnya, sumber Xantophyll, dan
asam lemak yang baik, jagung kuning tidak diragukan lagi. Asam linoleat jagung
kuning sebesar 1,6%, tertinggi diantara kelompok biji-bijian.
2. Dedak halus
Dedak merupakan limbah proses pengolahan gabah, dan tidak dikonsumsi
manusia, sehingga tidak bersaing dalam penggunaannya. Dedak mengandung bagian
luar beras yang tidak terbawa, tetapi tercampur pula dengan bagian penutup
beras itu. Hal ini mempengaruhi tinggi-rendahnya kandungan serat kasar dedak.
Tabel 2 berikut menyajikan kualitas nutrisi dedak halus.
Kandungan serat kasar dedak 13,6%, atau 6 kali lebih besar dari pada
jagung kuning, merupakan pembatas, sehingga dedak tidak dapat digunakan
berlebihan. Kandungan asam amino dedak, walaupun lengkap tapi kuantitasnya
tidak mencukupi kebutuhan ikan, demikian pula dengan vitamin dan mineralnya.
3. Bungkil Kacang
Kedelai
Selain sebagai bahan pembuat tempe dan tahu, kacang kedele mentah
mengandung “penghambat trypsin” yang harus dihilangkan oleh pemanasan atau
metoda lain, sedangkan bungkil kacang kedelai, merupakan limbah dari proses
pembuatan minyak kedelai.
4. Bungkil Kacang
Tanah
Merupakan limbah dari pengolahan minyak kacang atau olahan lainnya.
Kualitas bungkil kacang tanah ini tergantung pada proses pengolahan kacang
tanah menjadi minyak. Disamping itu, proses pemanasan selama pengolahan
berlangsung, juga menentukan kualitas bungkil ini, selain dari kualitas tanah,
pengolahan tanah dan varietas kacang itu sendiri.
Kadar metionin, triptofan, treonin dan lysin bungkil kacang tanah juga
mudah tercemar oleh jamur beracun Aspergillus flavus.
5. Minyak Nabati
Penggunaan minyak diperlukan pada pembuatan pakan ikan yang membutuhkan
pasokan energi tinggi, yang hanya dapat diperoleh dari minyak. Minyak nabati
yang digunakan hendaknya minyak nabati yang baik, tidak mudah tengik dan tidak
mudah rusak. Penggunaan minyak nabati yang biasanya berasal dari kelapa atau
sawit pada umumnya berkisar antara 2 – 6 %.
6. Hijauan
Sebagai bahan campuran pakan, kini hijauan mulai dilirik kembali, karena
ternyata sampai batasan tertentu hijauan dengan protein tinggi dapat
mensubstitusi tepung ikan. Hijauan yang dimaksud antara lain azola, turi dan
daun talas, yang bila akan digunakan harus diolah terlebih dahulu, yakni pengeringan
(oven atau panas matahari) tapi tidak boleh merusak warna, lalu penggilingan
dan pengayakan.
SUMBER:
Masyamsir, 2001. Modul Membuat Pakan Ikan Buatan. Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Jakarta.
REFERENSI:
Anggorodi, R., 1979. Ilmu Makanan Ternak
Umum Gramedia, Jakarta, 1979
FAO, 1980, Fish Feed Technology. United
Nations Development Programme, FAO United Nations, Rome, 395 P
Maynard, L.A., J.K. Loosli, H.F. Hintz,
R.G. Warner, 1979, Animal Nutrition, Mc. Graw Hill., Inc. 602 P.
NRC, 1983, Nutrient Requirement of Warm
Water Fishes & Shellfishes, National Academy Press, Washington DC. 102P
Rasyaf, M. 1990, Bahan Makanan Unggas di
Indonesia Kanisius, Yogyakarta, 118 hal.
Rostika, R., 1997, Performan Juwanan Ikan
mas yang dipengaruhi berbagai imbangan protein-energi pada pakan. Tesis
Universitas Padjadjaran, tidak dipublikasikan, 145 hal.
Sumeru, S.U., dan Anna S., 1992, Pakan
Udang Windu Kanisius, Yogyakarta, 94 hal
0 komentar:
Posting Komentar