MENGENAL RUMPUT LAUT
Algae atau ganggang terdiri dari empat kelas, yaitu
Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang cokelat), Chlorophyceae
(ganggang hijau), dan Cyanophyceae (ganggang hijau-biru). Pembagian ini
berdasarkan pigmen yang dikandungnya. Bila dilihat dari ukurannya, ganggang
terdiri dari mikroskopik dan makroskopik. Ganggang makroskopik inilah yang kita
kenal sebagai rumput laut.
Rumput laut dikenal pertama kali
oleh bangsa Cina kira-kira tahun 2700 SM. Di masa itu, rumput laut digunakan
untuk sayuran dan obat-obatan. Pada tahun 65 SM, bangsa Romawi menggunakannya
sebagai bahan baku kosmetik. Namun, dari waktu ke waktu pengetahuan tentang
rumput laut pun semakin berkembang. Spanyol, Prancis, dan Inggris menjadikan
rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas, sedangkan Irlandia, Norwegia,
dan Scotlandia mengolahnya menjadi pupuk tanaman.
Rumput laut memang telah lama
dikenal dan dimanfaatkan, tetapi publikasinya baru dimulai pada abad ke-17 oleh
Jepang dan Cina. Jepang dan Cina merupakan bangsa yang maju dalam bidang rumput
laut, baik produksi maupun pemanfaatan rumput laut.
Kapan pemanfaatan rumput laut di
Indonesia tidak diketahui. Hanya pada waktu bangsa Portugis datang ke Indonesia
kira-kira tahun 1292, rumput laut telah dimanfaatkan sebagai sayuran.
Pengiriman rumput laut ke luar negeri pun belum diketahui secara pasti. Dari
catatan yang ada hanya mengatakan bahwa sebelum PD II Indonesia telah
mengekspor rumput laut ke Amerika, Denmark, dan Prancis. Rumput laut yang
diekspor adalah dari jenis Gracilaria. Namun, hingga kini rumput laut yang
banyak diminta adalah jenis Eucheuma sp, Gracilaria sp, dan Gelidium sp.
A. KANDUNGAN DAN MANFAAT
Pada mulanya orang menggunakan
rumput laut hanya untuk sayuran. Waktu itu tidak terbayang zat apa yang ada di
dalam rumput laut. Yang diketahui hanyalah rumput laut yang tidak berbahaya
untuk dimakan. Dengan berjalannya waktu, pengetahuan tentang rumput laut pun
semakin berkembang. Orang pun semakin tahu zat apa yang terkandung dalam rumput
laut. Pengetahuan itu digunakan agar rumput laut dapat bermanfaat seoptimal
mungkin.
Rumput laut yang banyak dimanfaatkan
adalah dari jenis ganggang merah karena mengandung agar-agar, keraginan,
porpiran, maupun furcelaran. Untuk jenis-jenis yang ada di Indonesia (lihat
Tabel 2) selain hanya mengandung agar-agar dan karaginan, juga mengandung
pigmen fikobilin, terdiri dari fikoeretrin danfikosianin, merupakan
cadangan makanan berupa karbohidrat (Floridean starch).
Sebenarnya tidak hanya ganggang merah
saja yang dapat dimanfaatkan, jenis dari ganggang cokelat pun potensial untuk
dibudidayakan, seperti Sargassum dan Turbinaria. Ganggang cokelat mengandung
pigmen klorofil a dan c; beta karotin; violasantin dan fukosantin; pirenoid dan
filakoid (lembaran fotosintesis); cadangan makanan berupa laminarin; dinding
sel yang terdapat selulose dan algae. Selain bahan-bahan tadi, ganggang merah
dan cokelat merupakan bahan makanan yang baik sebagai penghasil jodium.
TABEL 1.
KANDUNGAN UNSUR-UNSUR MIKRO PADA GANGGANG MERAH DAN COKELAT
Unsur
|
Kisaran Kandungan Dalam % Berat Kering
|
|
Ganggang Merah
|
Ganggang Cokelat
|
|
Klor
Kalium
Natrium
Magnesium
Belerang
Silicon
Fosfor
Kalsium
Besi
Iodium
Brom
|
1,5 – 3,5
1,0 – 2,2
1,0 – 7,9
0,3 – 1,0
0,5 – 1,8
0,2 – 0,3
0,2 – 0,3
0,4 – 1,5
0,1 – 0,15
0,1 – 0,15
0,005
|
9,8 – 15,0
6,4 – 7,8
2,6 – 3,8
1,0 – 1,9
0,7 – 2,1
0,5 – 0,6
0,3 – 0,6
0,2 – 0,3
0,1 – 0,2
0,1 – 0,8
0,03 – 0,14
|
Sumber : Winarno, 1990
AGAR-AGAR
Masyarakat pada umumnya mengenal
agar-agar dalam bentuk tepung yang biasanya digunakan untuk pembuatan puding.
Akan tetapi, orang tidak tahu secara pasti apa agar-agar itu. Agar-agar
merupakan asam sulfanik, yaitu ester dari galakto linier dan diperoleh dengan
mengekstraksi ganggang Agarophyte (ganggang yang mengandung agar-agar). Telah
diketahui, agar-agar bersifat tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam
air panas.
Dewasa ini penggunaan agar-agar semakin berkembang,
yang dulunya hanya untuk makanan saja sekarang ini telah digunakan dalam
industri tekstil, kosmetik, dan lain-lain. Fungsi utama agar-agar adalah
sebagai bahan pemantap, bahan penolong atau pem- buat emuisi, bahan pengental,
bahan pengisi, dan bahan pembuat gel Kelebihan ini digunakan dalam beberapa
industri antara lain sebagai barikut.
MEDIA PERTUMBUHAN MIKROBA
Agar-agar yang ditambahkan zat gizi
tertentu sangat baik untuk tempat pertumbuhan mikroba, seperti bakteri dan
jamur. Zat yang ditambahkan tergantung dari jenis mikroba yang ditumbuhkan.
Agar-agar ini mempunyai persyaratan tersendiri, yaitu kadar air maksimal 5 %,
kadar organik asing maksimal 1 %, dan kadar abu tidak larut dalam asam maksimal
1 %.
Industri makanan
Penggunaan agar-agar terbanyak
adalah pada industri makanan, seperti dalam pembuatan roti, sup, saus, es krim,
jelly, permen, serbat, keju, puding, selai, bir, anggur, kopi, dan cokelat.
Industri farmasi
Agar-agar bermanfaat sebagai obat
pencahar atau peluntur, pembungkus kapsul obat antibiotik dan vitamin, atau
campuran bahan pencetak contoh gigi.
Industri kosmetik
Agar-agar digunakan dalam pembuatan
salep, krem, lotion, lipstik, dan sabun.
Industri tekstil
Agar-agar yang bennutu tinggi
digunakan untuk melindungi kemilau sutera, sedangkan yang bermutu lebih rendah
untuk jenis tekstil lain seperti macao, muslin, dan voil.
Industri kulit
Agar-agar digunakan sebagai pemantap
permukaan yang halus dan kekakuan kulit, serta sebagai campuran pembuatan
pelekat plywood.
Industri lain
Agar-agar digunakan dalam pembuatan
pelat film, pasta gigi, semir sepatu, kertas, serta bantalan transport ikan,
pengalengan ikan, dan daging.
Karaginan
Karaginan merupakan senyawa
polisakarida tersusun dari unit D-galaktosa dan L-galaktosa 3,6
anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosilik. Setiap unit
galaktosa mengikat gugusan sulfat. Jumlah sulfat pada karaginan lebih kurang
35,1 %.
Berdasarkan strukturnya, karaginan
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kappa, iota, dan lambda karaginan. Kappa
karaginan tersusun dari (1 - > 3) D-galaktosa-4 sulfat dan/(l- > 4) 3,6
anhydro-D-galaktosa. Iota karaginan mengandung 4-sulfat ester pada setiap
residu D-glukosa dan gugusan 2 sulfat ester pada setiap gugusan 3,6
anhydro-D-galaktosa. Sedangkan lambda karaginan memiliki sebuah residu
disulphated (1-4) D-galaktosa. Perbedaan yang lain adalah daya kelarutan pada
berbagai media pelarut.
TABEL 2.
DAYA KELARUTAN KARAGINAN PADA BERBAGAI MEDIA PELARUT
MEDIUM
|
KAPPA
|
IOTA
|
LAMBDA
|
Air panas
Air dingin
Susu panas
Susu dingin
Larutan gula pekat
Larutan garam pekat
|
Larut diatas 60 oC
Garam natrium, larut, garam K, Ca,
tidak larut
Larut
Garam Na, Ca, K tidak larut tetapi
akan mengembang
Panas, larut
Tidak larut
|
Larut diatas 60oC garam
Na, larut garam Ca memberi dispersi thixotropic
Larut
Tidak larut
Larut, sukar
Larut, panas
|
Larut
Larut
Larut
Larut
Larut, panas
Larut, panas
|
Sumber :
Moraina, 1977 dalam Winarno, 1990.
Kegunaan karaginan hampir sama
dengan agar-agar, antara lain sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental,
pembentuk gel, dan pengemulsi. Karaginan digunakan dalam beberapa industri,
antara lain :
-
makanan :
pembuatan kue, roti, makaroni, jam, jelly, sari buah, bir, es krim, dan gel
pelapis produk daging.
-
farmasi :
pasta gigi dan obat-obatan, serta
-
kosmetik,
tekstil, dan cat.
ALGIN
Algin merupakan polimer mumi dari
asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linear panjang. Selain selulosa,
algin juga menyusun dinding sel pada ganggang cokelat. Bentuk algin di pasaran
bisa berupa tepung natrium, kalium atau amonium alginat yang larut dalam air
maupun tepung kalsium atau asam alginat yang tidak larut dalam air.
Kegunaan algin dalam industri ialah
sebagai bahan pengental, pengatur keseimbangan, pengemuisi, dan pembentuk
lapisan tipis yang taharrterhadap minyak. Algin antara lain digunakan dalam
industri :
- Makanan : pembuatan es krim, serbat,
susu es, roti, kue, permen, mentega, saus, pengalengan daging, selai, sirup dan
puding,
-
Farmasi :
tablet, salep, kapsul, plester, filter,
-
kosmetik :
cream, lotion, sampo, cat rambut, serta
-
tekstil,
kertas, keramik, fotografi, insektisida, pestisida, dan bahan pengawet kayu.
Referensi:
Indriani H dan
Sumiarsih A, 1991. Rumput Laut. Jakarta
Wahyono, Untung, 1991. Potensi
Sumberdaya dan Produksi Rumput Laut Indonesia. Direktorat Bina Produksi,
Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta.
Winarno,
F.G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar