Kamis, 23 Juli 2015

TENGGIRI, IKAN LAUT SEJUTA POTENSI



TENGGIRI, IKAN LAUT SEJUTA POTENSI



 
 


POTENSI IKAN TENGGIRI DI INDONESIA

Indonesia adalah salah satu negara maritim terkaya di dunia. Sebagian besar wilayah negara ini merupakan hamparan laut dengan segala potensi yang ada di dalamnya. Luas laut yang dimiliki Indonesia menjadi sebuah aset yang sangat berharga dan berguna bagi masa depan bangsa. Pengelolaan laut secara terpadu dan sistematis adalah suatu hal yang mutlak dilakukan. Oleh karena itu, potensi-potensi laut tidak akan termanfaatkan dengan optimal apabila masih dikelola dengan cara-cara konvensional tanpa program terencana.

Konon, dari total luas laut yang dimiliki, Indonesia baru bisa memanfaatkan sebagian kecilnya saja. Laut bagaikan sebuah kotak harta karun yang terkunci rapat, ilmu pengetahuan adalah kunci untuk membuka harta karun itu. Bagi masyarakat Indonesia, pengetahuan tentang komoditas-komoditas perikanan laut penting untuk dimiliki. Pengetahuan itu akan menciptakan rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi dan motivasi kuat untuk memanfaatkan. Salah satu komoditas perikanan laut yang perlu diketahui dan dimanfaatkan potensinya adalah ikan tenggiri.


TENTANG IKAN TENGGIRI

Ikan tenggiri (Scomberomorus commerson) adalah ikan laut yang termasuk dalam famili scombridae. Ikan tenggiri dikenal pula dengan nama spanish mackerel, namun nama tersebut berbeda-beda di setiap daerah. Orang India menyebutnya ikan anjai, di Filipina lebih dikenal dengan nama ikan dilis, dan di Thailand akrab dengan istilah ikan thu insi. Ukuran ikan tenggiri dapat mencapai panjang 240 cm dengan berat 70 kg. Usia dewasa tercapai setelah 2 tahun atau ketika memiliki panjang tubuh 81-82 cm. Ikan tenggiri betina ukurannya lebih besar dan usianya lebih panjang dibanding jantan. Ikan tenggiri betina dapat hidup selama 11 tahun.

Iklim yang paling cocok untuk ikan tenggiri adalah iklim tropis. Perairan laut yang dimiliki Indonesia merupakan surga bagi ikan tenggiri. Selain di Indonesia, ikan tenggiri dapat ditemukan pula di bagian utara Cina dan Jepang, bagian tenggara Australia, bahkan Laut Merah. Kedalaman laut yang cocok bagi tenggiri adalah sekitar 10-70 m dari permukaan laut. Di beberapa negara, ikan tenggiri menjadi komoditas perikanan laut yang paling utama karena memiliki nilai komersial tinggi.

Ikan tenggiri mempunyai morfologi tubuh yang cukup unik. Di bagian samping tubuhnya terdapat garis lateral yang memanjang dari insang hingga akhir sirip dorsal kedua, sedangkan pada punggungnya terdapat warna biru kehijauan. Garis pada bagian samping menjadi ciri khas ikan tenggiri yang berbeda dengan ikan sejenis. Secara umum, warna ikan tenggiri adalah perak keabu-abuan.

Ikan tenggiri tergolong ke dalam ikan laut yang menyukai daerah laut dangkal. Bagian-bagian yang terdapat batu karang (reef) merupakan habitat yang cocok bagi ikan tenggiri. Perairan yang memiliki salinitas (salinity) rendah dan kekeruhan (turbidity) tinggi disukai pula olehnya. Ikan tenggiri dapat menetap pada suatu habitat dan terkadang bermigrasi ke tempat yang cukup jauh. Pola migrasi ikan tenggiri sangat khas karena bergantung kepada temperatur air laut dan musim bertelur (spawning season). Jatuhnya musim bertelur ini bervariasi di setiap habitat yang ditinggali.

Ikan tenggiri memiliki sifat rakus (voracious) ketika makan dan mencari makan seorang diri (solitary). Jenis makanannya adalah ikan-ikan kecil karena ikan tenggiri tergolong ke dalam hewan karnivora. Ikan kecil jenis anchovy (semacam ikan haring) merupakan salah satu makanan utama bagi ikan tenggiri, khususnya ikan tenggiri muda. Selain itu, ikan tenggiri juga memakan beberapa jenis cumi-cumi (squid) dan udang.

POTENSI IKAN TENGGIRI

Ikan tenggiri dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan komersial dan rekreasional. Dalam situs web Food and Agriculture Organization (FAO), jumlah penangkapan ikan tenggiri terbesar di dunia pernah tercatat di Indonesia, diikuti Filipina, Sri Langka, Yaman, dan Pakistan.

Ikan tenggiri biasanya dipasarkan dalam keadaan segar atau beku. Sejumlah negara maju lebih menyukai ikan tenggiri yang dipasarkan dalam bentuk potongan tipis (fillet) atau tanpa tulang (boneless). Beberapa negara telah mengolah ikan tenggiri untuk dikemas dalam kaleng (canned) seperti ikan sarden. Ikan tenggiri mengandung gizi yang cukup tinggi. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dengan mengonsumsi ikan ini. Filipina dan Jepang merupakan negara yang penduduknya paling banyak mengonsumsi ikan. Indonesia dengan segenap potensi sumber daya maritim yang dimiliki seharusnya mengikuti langkah serupa.

Untuk keperluan kuliner, ikan tenggiri dapat dimasak dengan berbagai cara tergantung selera. Ikan tenggiri pun dapat diolah menjadi bentuk makanan lain, tidak selalu dimakan dalam bentuk ikan utuh. Cara pemasakan seperti memanggang (broiling), menggoreng (frying), membakar (baking), dan pengasapan merupakan metode umum yang digunakan untuk mengolah ikan tenggiri.

Penangkapan ikan tenggiri di Indonesia sebagian besar dilakukan secara sederhana dan tradisional (artisanal). Artinya, ikan tenggiri menjadi komoditas andalan para nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Populasi ikan tenggiri yang tinggi di Indonesia berpeluang memperbaiki kesejahteraan para nelayan. Menurut Erdmann dan Pet-Soede (1996), perdagangan ikan laut dipicu oleh permintaan (demand) yang tinggi dari Hongkong, Singapura, Taiwan, dan Cina. Negara-negara tersebut memberikan harga mahal untuk ikan yang memiliki kesegaran (freshness), rasa (flavour), dan gizi (health-promoting) yang baik.

Di balik semua potensi yang dimilikinya itu, ikan tenggiri tetap memiliki sejumlah kendala dalam meningkatkan populasinya. Metode penangkapan ikan laut yang dilakukan oleh nelayan banyak yang dapat membahayakan populasi tenggiri. Penangkapan besar-besaran (overexploitation) dengan cara yang berbahaya akan menimbulkan kerugian dalam jangka panjang.

Penangkapan ikan yang paling berbahaya adalah penangkapan dengan menggunakan sodium sianida, yaitu cairan untuk menangkap ikan yang dapat membunuh organisme sekitar karang. Oleh karena itu, populasi ikan tenggiri harus dijaga dan diawasi dari cara penangkapan yang merugikan lingkungan.

Sumber :  http://npl-vedca.blogspot.sg/2009/07/tenggiri-ikan-laut-sejuta-potensi.html

Rabu, 22 Juli 2015

FAKTOR PEMICU KANIBALISME IKAN LELE



FAKTOR PEMICU KANIBALISME IKAN LELE







Ikan lele merupakan ikan yang bersifat kanibal, dari sekian banyak jenis ikan lele hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis ikan lele tersebut adalah kanibal. Sifat tersebut merupakan salah satu kendala dalam budidaya ikan lele. Namun, sifat tersebut dapat kita minimalkan supaya hasil yang kita dapatkan dalam budidaya ikan lele bisa maksimal.

Untuk meminimalkan kerugian akibat sifat kanibal pada ikan lele, perlu diketahui beberapa faktor yang menyebabkan kanibalisme ikan lele, yaitu:

Kanibalisme Pada Ikan Seumur Akibat Perbedaan Ukuran Tubuh
Perbedaan ukuran dapat terjadi karena laju pertumbuhan yang tidak sama antara sesama benih. Benih yang bongsor cenderung dominan dalam hal pergerakan dan perolehan makanan. Perbedaan ukuran ini disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor alamiah dan faktor kesengajaan/kelalaian. Faktor alamiah dipengaruhi oleh sifat genetika, kesehatan dan ketahanan daya tubuh, kesempatan dan keagresifan mencari makanan. Sedangkan faktor kesengajaan/kelalaian adalah akibat pembenih/pembudidaya yang tidak menyortir/menyeragamkan ukuran ikan yang dipelihara. Faktor dominasi ini menjadikan ikan yang memiliki tubuh lebih besar unggul dalam perebutan makanan dan cenderung menjadi rakus. Kekurangan makanan, terutama pada ikan karnivora (pemakan hewan), membukan peluang pemangsaan temannya sendiri yang berukuran jauh lebih kecil.

Kanibalisme Akibat Padat Tebar Terlalu Tinggi
Memelihara ikan dalam jumlah besar pada media terbatas seringkali terjadi akibat orientasi bisnis yang berlebihan. Motifnya adalah meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhitungkan daya dukung media pemeliharaan, sehingga ikan dalam jumlah besar dipelihara dalam satu media yang tidak begitu luas. Akibatnya, ruang gerak ikan terbatas dan tingkat persaingan makanan dan oksigen menjadi tinggi. Suasana yang demikian menjadi pemicu munculnya sifat kanibal pada ikan-ikan jenis tertentu (terutama ikan karnivora/lele) untuk saling memangsa. Biasanya, dalam kondisi seperti ini tingkat emosional benih muncul: tidak saling memangsa, tapi sekadar berkelahi memperebutkan pakan dan ruang yang berakibat kematian.

Kanibalisme Akibat Kekurangan Makanan
Kekurangan pakan bisa terjadi akibat kelalaian pembudidaya. Keterlambatan pemberian pakan bisa terjadi akibat kekurangan tenaga kerja yang bertugas memberi pakan secara rutin atau keterlambatan penerimaan suplai pakan daripabrik. Keterlambatan pemberian pakan kadang kala berlangsung cukup lama, satu atau dua hari. Ikan-ikan budidaya, terutama yang sudah dilatih makan pada jam-jam tertentu, akan gelisah jika pada saat tersebut tida tersedia pakan yang dibutuhkan. Akibatnya sifat kanibalisme ikan yang memiliki sifat agresivitas tinggi akan terpicu. Apalagi jika di kolam juga tidak tersedia pakan alternatif berupa pakan alami.

Kanibalisme Akibat Stres Lingkungan
Lingkungan pemeliharaan yang kondusif memberikan ktetenangan bagi ikan atau benih yang dipelihara. Namun adakalanya kita kesulitan mendapatkan lokasi yang nyaman dan sesuai untuk tujuan budidaya, misalnya lokasi berdekatan dengan keramaian (dekat pemukiman, dekat pabrik atau dekat jalan raya). Lokasi yang kondisinya relatif tidak tenang (berisik) dan banyak orang yang berlalu lalang sehingga menyebabkan ikan stres. Pada daerah-daerah tertentu yang memiliki fluktuasi temperatur yang tinggi antara siang danmalam hari juga memicu ikan stres. Ikan-ikan yang stres cenderung sulit dikendalikan. Jeka padat penebaran tinggi sementara media budidaya relatif sempit, peluang terjadinya kanibalisme akan terbuka, terutama jika dibarengi dengan kondisi kekurangan makanan.


Sumber:
Amri, Khairul dan Toguan Sihombing,”Mengenal dan Mengendalikan Predator Benih Ikan”,
              Jakarta: Gramedia, 2007










Selasa, 14 Juli 2015

HAMA DAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA IKAN PATIN



HAMA DAN PENYAKIT  PADA BUDIDAYA IKAN PATIN



  1. Hama.
Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin menyerang antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama serupa juga terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan karamba. Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan hama. Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama lain berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora). Ikan-ikan kecil yang masuk kedalam wadah budidaya akan menjadi pesaing ikan patin dalam hal mencari makan dan memperoleh oksigen. Untuk menghindari serangan hama pada pembesaran di jala apung (rakit) sebaiknya ditempatkan jauh dari pantai. Biasanya pinggiran waduk atau danau merupakan markas tempat bersarangnya hama, karena itu sebaiknya semak belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar lokasi dibersihkan secara rutin. Cara untuk menghindari dari serangan burung bangau (Lepto-tilus javanicus), pecuk (Phalacrocorax carbo sinensis), blekok (Ramphalcyon capensis capensis) adalah dengan menutupi bagian atas wadah budi daya dengan lembararan jaring dan memasang kantong jaring tambahan di luar kantong jaring budi daya. Mata jaring dari kantong jaring bagian luar ini dibuat lebih besar. Cara ini berfungsi ganda, selain burung tidak dapat masuk, ikan patin juga tidak akan berlompatan keluar.
  1. Penyakit.
Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non-infeksi. Penyakit non-infeksi adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.
    1. Penyakit akibat infeksi Organisme patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit, jamur, bakteri, dan virus. Produksi benih ikan patin secara masal masih menemui beberapa kendala antara lain karena sering mendapat serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) sehingga banyak benih patin yang mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Dalam usaha pembesaran patin belum ada laporan yang mengungkapkan secara lengkap serangan penyakit pada ikan patin, untuk pencegahan, beberapa penyakit akibat infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.
A.      Parasit.
Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian: menggunakan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air yang bersih, kemudian kedalamnya masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan dalam larutan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berulang-ulang selama tiga kali dengan selang waktu sehari. Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat. Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai ratusan jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik-bintik putih. Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak selaput lendir tersebut.
      1. Jamur.
Penyakit yang disebabkan oleh jamur  biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang jamur lebih besar. Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan patin. Ikan yang terlanjur sakit harus segera diobati. Obat yang biasanya di pakai adalah malachyt green oxalate sejumlah 2 –3 g/m air (1 liter) selama 30 menit. Caranya rendam ikan yang sakit dengan larutan tadi, dan di ulang sampai tiga hari berturut- turut.
      1. Bakteri.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudo-monas sp. Ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah harus segera dimusnahkan. Sementara yang terinfeks, tetapi belum parah dapat dicoba dengan beberapa cara pengobatan. Antara lain:
        1. Dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20 ppm selama 30–60 menit,
        2. Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5- 10 ppm selama 12–24 jam, atau
        3. Merendam ikan dalam larutan oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.
D.     Penyakit non-infeksi.
Penyakit non-infeksi banyak diketemukan adalah keracunan dan kurang gizi. Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan yang berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan. Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan. Ikan akan lemah, berenang megap-megap dipermukaan air. Pada kasus yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang gizi, ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal.





Sumber :
Anonim (1995). Pembesaran Ikan Patin Dalam Hampang (Banjarbaru: Lembar Informasi Pertanian).
Aida, Siti Nurul, dkk. (1992/1993). Pengaruh Pemberian Kapur Pada Mutu Air dan Pertumbuhan Ikan Patin di Kolam Rawa Non Pasang Surut dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar.
Arifin, Zainal, Pengaruh Pakan Terhadap Pematangan Calon Induk Ikan Patin (Pangasius pangasius) dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.
Susanto, Heru (1999). Budi Daya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya, 1999 ).

BUDIDAYA IKAN HIAS MAS KOKI MUTIARA



BUDIDAYA IKAN HIAS MAS KOKI MUTIARA



PENDAHULUAN
Ikan  koki  mutiara  merupakan  jenis ikan  mas yang mempunyai tubuh bulat dengan kepala kecil dan ekor lebar. Ikan ini berasal dari daratan cina, namun di Indonesia sudah lama dapat dibudidayakan.

Pemasaran ikan ini selain di dalam negeri juga merupakan jenis ikan yang di eksport dan harganyapun cukup tinggi.

A.     PEMIJAHAN
1.      Pemilihan induk
a.    Induk yang baik untuk dipijahkan sudah berumur ± 8 bulan,  dengan ukuran minimum sebesar telur itik.
b.    Pilih induk yang berkepala kecil dengan  tubuh  bulat, sisik utuh dan tersusun rapih. Jika ikan sedang bergerak, ekor dan sirip akan kelihatan tegak.
c.    Untuk mendapatkan keturunan yang berwarna, maka calon induk yang akan dipijahkan berwarna polos. Gunakan induk jantan berwarna putih dan betina berwarna hitam atau hijau lumut atau sebaliknya.

2.      Perbedaan jantan dan betina
       Jantan :
Pada sirip dada terdapat bintik-bintik bulat menonjol dan jika diraba terasa kasar.
Induk yang telah matang jika diurut pelan kerarah lubang genital akan keluar cairan berwarna putih.

Betina :
       Pada sirip dada terdapat bintik-bintik dan terasa halus jika diraba. Jika diurut, keluar cairan kuning bening. Pada induk yang telah matang, perut terasa lembek dan lubang genital kemerah-merahan.

3.        Cara pemijahan
a.    Bak/aquarium yang telah bersih diisi dengan air yang telah diendapkan ± 24 jam, kemudian letakkan eceng gondok untuk melekatkan telurnya.
b.    Pilihlah induk yang telah matang telur, masukkan kedalam bak pada sore hari. Bila pemilihan induk dilakukan dengan cermat, biasanya keesokan harinya telur sudah menempel pada akar eceng gondok.
c.    Karena telur tidak perlu dierami, induk dapat segera dipindahkan ke kolam penampungan induk, untuk menunggu sampai saat pemijahan berikutnya. Jika perawatannya baik, maka 3 ~ 4 minggu kemudian induk sudah dapat dipijahkan kembali.

B.      PEMELIHARAAN BENIH
1.      Setelah 2 ~ 3 hari telur akan menetas, sampai berumur 2 ~ 3 hari benih belum diberi
     makan, karena masih mempunyai persediaan makanan pada yolk sac-nya (kuning telur).


2.    Pada hari ke 3 ~ 4 benih sudah dapat diberi makanan kutu air yang telah disaring.
3.    Setelah berumur ± 15 hari  benih  mulai  dicoba diberi  cacing  rambut disamping masih diberi kutu  air,  sampai  benih keseluruhannya  mampu memakan cacing rambut baru pemberian kutu air dihentikan.
4.    Untuk telur yang  ditetaskan di  aquarium maka sebainya  setelah benih berumur ± 1 minggu dipindahkan ke bak/kolam yang lebih luas.
5.    Ketinggian air dalam bak 10 ~ 15 cm dengan pergantian air 5 ~ 7 hari sekali. Setiap pergantian air gunakan air yang telah diendapkan lebih dahulu.
6.    Untuk  menghindari sinar  matahari yang terlalu  terik diperlukan beberapa tanaman pelindung berupa eceng gondok.

C.       PEMBESARAN
1.     Pembesaran ikan dilakukan setelah benih berumur lebih dari 1 bulan sampai induk.
2.     Jenis koki mutiara ini memerlukan banyak sinar matahari, untuk itu tanaman eceng gondok dapat dikurangi atau dihilangi.
3.     Untuk tahap pertama pembesaran dapat ditebar ± 1.000 ekor ikan dalam bak berukuran 1,5 x 2  m. Kemudian penjarangan dapat dilakukan setiap 2 minggu dengan dibagi 2.
4.     Pergantian air dapat dilakukan 3 ~ 5 hari sekali, juga dengan air yang telah diendapkan.
5.     Makanan yang diberikan berupa cacing rambut. Makanan diberikan pada pagi hari secara adlibitum (secukupnya). Jika pada sore hari makanan masih tersisa, segera diangkat/dibersihkan.
6.     Setelah berumur 4 bulan ikan sudah merupakan calon induk. Untuk itu jantan dan  betina segera dipisahkan sampai  berumur  8 bulan yang  telah  siap dipijahkan. Untuk induk ikan sebaiknya makanan yang diberikan yaitu berupa jentik nyamuk (cuk).
7.     Sepasang induk dapat menghasilkan telur 2.000 s/d 3.000 butir untuk sekali pemijahan.

Ikan mas koki mutiara mempunyai nilai ekonimis tinggi. Dengan cara pemeliharaan yang tepat disertai ketekunan dapat diharapkan penghasilan yang lumayan.