Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan
Dengan Menerapkan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB)
Bisnis usaha budidaya ikan akhir-akhir ini dirasakan semakin
menjanjikan, apabila diusahakan dengan serius atau sungguh-sungguh usaha ini
dapat memberikan penghasilan yang sangat besar bagi para pelaku budidaya ikan
air tawar. Hal ini didukung dengan kesadaran masyarakat akan kesehatan semakin
baik, sehingga berpengaruh terhadap pilihan menu makanan yang dikonsumsinya.
Ikan segar adalah salah satu menu yang dipilih oleh
masyarakat karena selain kaya protein, mineral dan vitamin, ternyata ikan
memiliki keunggulan karena rendah kolestrol dan lemak yang berbahaya bagi
kesehatan manusia. Pada saat ini diprediksi sudah mulai terjadi pergesaran yang
semakin besar terhadap pilihan menu makanan berprotein tinggi asal daging merah
ke menu makanan berprotein tinggi daging putih atau ikan. Berdasarkan hal
tersebut, prospek pasar komoditas hasil perikanan akan semakin baik dan menjadi
menu utama masyarakat global.
Dengan melihat peluang pasar yang begitu besar dan terbuka
luas tersebut maka memilih usaha budidaya ikan tidak akan khawatir dan
kesulitan dalam memasarkan ikan hasil budidayanya. Namun demikian usaha
budidaya ikan bukan berarti tidak memiliki berbagai kendala dan tantangan,
seperti adanya serangan atau wabah hama penyakit ikan, pencemaran perairan baik
yang berasal dari limbah domestik, pertanian maupun industri yang apabila tidak
tertangani dengan baik dapat menyebabkan kerugian bagi para pelaku usaha
budidaya ikan.
Hama dan penyakit yang dapat menyerang ikan budidaya dapat
berasal dari jamur, parasit, bakteri maupun virus. Hama dan penyakit ikan
biasanya muncul dan menyerang ikan budidaya apabila kondisi lingkungan perairan
dimana ikan dibudidayakan berada pada kondisi yang ekstrim seperti; perubahan
temperature air yang sangat ekstrim, perubahan struktur pH air yang ekstrim,
perubahan tingkat kesadahan air yang ekstrim, perubahan salinitas air yang
esktrim dan berbagai perubahan parameter air lainnya yang sangat ekstrim
sehingga berpengaruh terhadap keseimbangan proses metabolisme pada tubuh ikan
yang akan menyebabkan menurunya daya tahan tubuh ikan dan akhirnya menjadi
lemah, dan pada kondisi tersebut berbagai jenis penyakit dapat dengan mudah
menyerang ikan yang sedang budidayakan
Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) atau yang lazim dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai Good
Aquacultur Practice (GAP) adalah sistem atau metoda cara budidaya ikan yang
dikendalikan dari faktor-faktor eksternal yang dapat bersifat merugikan dengan
menerapkan cara budidaya dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan
termasuk dalam proses cara memanennya agar dihasilkan kualitas mutu produk ikan
hasil budidaya dengan kualitas yang baik.
CBIB Senjata Ampuh Pengendalian
Penyakit Ikan
Kunci utama dalam pengendalian hama dan penyakit ikan adalah
melalui penerapan biosecurity yang menjadi salah satu bagian dari prinsip CBIB
disamping aspek keamanan pangan (food safety) dan ramah lingkungan (eviromental
friendly). Keamanan biologi atau lebih dikenal dengan Biosecurity merupakan upaya mencegah atau mengurangi peluang
masuknya penyakit ikan ke suatu sistem budidaya dan mencegah penyebaran dari
satu tempat ke tempat lain yang masih bebas.
Namun demikian secara umum pada kenyataannya prinsip
biosecurity belum sepenuhnya diterapkan pada kegiatan budidaya ikan. Kondisi
ini berbanding terbalik jika dibandingkan pola manajemen budidaya ikan yang
dilakukan di negara asing yang teknologi budidaya ikannya sudah sangat maju
seperti: Thailand, China dan Jepang
prinsip biosecurity menjadi pertimbangan utama sebagai penentu keberhasilan
budidaya ikan.
Pembudidaya seringkali belum menyadari bahwa pengelolaan air
bukan hanya dilakukan pada air yang masuk, namun pengelolaan air buangan
budidayapun yang sangat penting untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit
ikan terhadap lokasi budidaya disekitarnya. Mempertimbangkan fenomena di atas
maka “society awareness” perlu ditanamkan terhadap para pembudidaya ikan,
sehingga ada komitmen dan tanggungjawab bersama dalam upaya pencegahan terhadap
kemungkinan masuknya hama dan penyakit serta kemungkinan dampak penyebaran
terhadap lingkungan budidaya disekitarnya.
Terdapat beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab
munculnya penyakit ikan sehingga menyebabkan kegagalan panen antara lain:
1.
Kualitas benih yang rendah dan sudah
terinfeksi penyakit
2.
Kondisi Lingkungan tempat budidaya ikan
meliputi sumber air berkualitas rendah dan terkontaminasi oleh pathogen penyebab
penyakit ikan
3. Pengelolaan lingkungan tambak/kolam selama
pemeliharan yang kurang baik menyebabkan kualitas lingkungan perairan
berkualitas rendah dan terjadi fluktuasi kualitas lingkungan perairan yang luas
selama proses pemeliharaan menyebabkan ikan mengalami stress sehingga kondisi
ikan melemah, yang pada akhirnya mudah terserang penyakit.
Ditambahkan, bahwa penyebaran penyakit ikan ini akan lebih
cepat bila tataletak dan konstruksi antar petak tambak atau kolam dalam kondisi
kurang baik. Konstruksi pematang yang tidak kedap sehingga menyebabkan air yang
terinfeksi penyakit rembes/bocor mengalir masuk pada petak pembesaran ikan
lainnya sehingga menyebabkan penularan. Penggunaan saluran inlet dan outlet
secara bersamaan dengan pengaturan pengelolaan air yang tidak baik , dapat
menyebabkan buangan air dari petak tambak yang terserang penyakit menular pada
perairan yang digunakan sebagai sumber air untuk kegiatan budidaya di kawasan
tambak lainnya.
Salah satu konsep yang saat ini telah diterapkan adalah
melalui penerapan CBIB/BMPs dengan model cluster. Model ini diharapkan mampu
meminimalisir serangan dan penyebaran penyakit. Ada lima prinsip dasar
CBIB/BMPs untuk budidaya ikan guna mengantipasi serangan penyakit serta
menjamin keamanan pangan (food safety) produk udang, yaitu :
1.
Pemilihan lokasi yang
sesuai dengan komoditas ikan yang dibudidayakan meliputi system irigasi baik,
kualitas tanah dasar tidak tanah masam, konstruksi tambak kedap (maksimum
bocoran 10%/minggu).
2.
Musim tebar yang
tepat dan serentak pada tambak/kolam dalam kawasan/cluster (Use an all-out,
all-in, once-only stocking of participating ponds).
3.
Penerapan bioskurity
secara maksimal dengan menggunakan benih sehat (negative tes PCR), tandon
(resevoar) atau biofilter untuk mencegah carier dan untuk perbaikan mutu air.
4.
Menjaga kestabilan
lingkungan tambak/kolam selama proses pemeliharaan yaitu pengelolaan air
terutama Pengelolaan Oksigen terlarut pada dasar tambak/kolam dan pengelolaan
pakan.
5.
Memaksimalkan produk
hasil perikanan yang aman pangan (food safety), berkualitas dan menguntungkan
dengan tidak menggunakan pestisida dan bahan kimia lainnya yang di larang.
Ø
Antisipasi Dini
Penyakit melalui Kebijakan Analisis Resiko Impor (Import Risk Analysis)
Penurunan produksi udang pada tahun 2009 dan 2010 pada
kenyataannya lebih disebabkan oleh kegagalan produksi sebagai akibat akibat
serangan virus, dimana sumbernya dapat berasal dari udang impor. Importasi
udang dan produknya dari negara lain memberikan kemungkinan penyakit udang
untuk masuk ke Indonesia, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan dan berdampak
terhadap kegagalan produksi udang nasional yang pada giliranya dapat
mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat pembudidaya.
Kebijakan Analisa Resiko Impor (Import Risk Analysis) untuk
komoditas udang baik dalam bentuk induk, benih maupun produk dimaksudkan untuk
menilai resiko terbawanya hama penyakit udang ke Indonesia dikaitkan dengan
importasi secara objektif dan transparan sehingga tindakan kesehatan ikan dapat
dijustifikasi secara alamiah. Perjanjian WTO (World Trade Organization)
mengenai tindakan Sanitary and Phystosanitary (SPS agreement) mengakui secara
sah penerapan tindakan-tindakan yang ditermpuh suatu negara untuk melindungi
manusia dan hewan terhadap resiko masuknya penyakit.
Analisis Resiko Impor dapat diberlakukan terhadap negara
anggota OIE (Office International des Epizooties) atau Badan Kesehatan Hewan
Dunia, yaitu meliputi a) jenis atau strain/varietas ikan baru; b) produk
perikanan baru; c) jenis ikan berbahaya; d) ikan dan produk perikanan dari
negara asal yang memiliki penyakit baru; e) ikan dan produk perikanan dari
negara asal yang sedang terkena wabah; f) pertama kali masuk dari suatu negara.
Sedangkan bagi negara yang bukan anggota OIE larangan impor dapat diberlakukan terhadap
semua produk.
Lika-liku perkembangan usaha budidaya ikan dengan segenap
kompleksitas permasalahan yang mendera pada kenyataannya telah memberikan
pelajaran berharga kepada kita stakeholders bahwa semua itu terletak pada
kurang pedulinya pelaku usaha budidaya terhadap manajemen budidaya yang lestari
dan berkelanjutan. Peningkatan produksi secara besar-besaran akan memicu
masalah baru jika pengelolaan budidaya tidak memperhatikan daya dukung dan
kelestarian lingkungan. Ya, mungkin kita harus berlapang dada untuk kembali
menuruti pribahasa bahwa “Kegagalan adalah Pengalaman Berharga”.
Konkritnya saat ini bagaimana kegagalan dimasa lalu tersebut
tidak menjadi preseden buruk dan terulang pada saat ini dan yang akan datang
melalui upaya kerja keras dalam melakukan perubahan secara signifikan melalui
penerapan pola manajemen budidaya berkelanjutan (Sustainable Aquaculture).
Pembinaan dan sosialisasi pentingnya penerapan teknologi anjuran berbasis CBIB
perlu terus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan bukan hanya sebagai
tanggungjawab Pemerintah melainkan stakeholders lain dapat secara langsung
terlibat dalam upaya yang sama. Kegiatan semisal Temu Lapang merupakan bentuk
komitmen pemerintah yang diharapkan akan mampu menumbuh kembangkan Kelompok Pembudidaya
Ikan (Pokdakan) yang mampu menerapkan standar dan teknologi anjuran untuk
menghasilkan produk perikanan budidaya yang berdaya saing.
Komitmen dan konsistensi pelaku usaha budidaya dalam
menerapkan prinsip-prinsip CBIB dalam semua tahapan proses produksi mutlak
perlu ditanamkan dan diimplementasikan secara nyata, jika tidak ingin masuk ke
lubang yang sama, saatnya menatap masa depan bisnis perikanan yang lebih baik.
Sumber : www.bibitikan.net
0 komentar:
Posting Komentar