PENANGANAN
DAN PENGOLAHAN TERIPANG
1.
Latar Belakang
Teripang
merupakan salah satu komoditas ekspor dari hasil laut yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Beberapa
spesies teripang yang mempunyai nilai ekonomis panting diantaranya: teripang
putih, Holothuria scabra, teripang koro, Microthele nobelis,
teripang pandan, Theenota ananas, teripang dongnga, Stichopu ssp.
dan beberapa jenis teripang lainnya.
Ekspor teripang
Indonesia umumnya dalam bentuk olahan kering, negara tujuan ekspor teripang
adalah Hongkong, Singapura, Taiwan dan Jepang. Teripang kering umumnya diolah
secara tradisional oleh nelayan pengolah tradisional dengan cara dan peralatan
yang masih sederhana.
Masalah utama
yang perlu mendapat perhatian dalam kaitannya untuk mendapatkan kualitas
teripang kering yang baik adalah penanganan bahan baku, pembelahan/pembuangan
isi perut pengeringan, terjadinya pengapuran di permukaan kulit, dan cara
penggudangan.
2. Klasifikasi dan Morfologi
2.1. Klasifikasi
Teripang Pasir
Klasifikasi dari Teripang pasir (Martoyo et al, 2007) adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Echinodermata
Sub-filum
: Echinozoa
Kelas
: Holothuroidea
Sub-kelas
: Aspidochirotacea
Ordo
: Asp idochirotida
Famili
: Holothuriidae
Genus
: Holothuria
Spesies
: Holothuria scabra
2.1. 1. Morfologi Teripang Pasir
Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit berduri
(Echinodermata). Duri teripang merupakan butir-butir kapur mikroskopis yang
terbenam dalam jaringan dinding tubuh (Hyman 1955; Lawrence 1987). Bentuk tubuh
teripang adalah bulat panjang (elongated cylindrical)di sepanjang sumbu oral-aboral, yaitu sumbu yang menghubungkan
bagian anterior dan posteriol (Wilmoth 1967). Mulut dan anus teripang terletak
pada ujung poros yang berlawanan, yaitu anus berada pada bagian anterior dan
anus berada pada bagian posterior. Mulut dikelilingi oleh tentakel-tentakel
yang dapat dijulurkan dan ditarik kembali dengan cepat. Tentakel-tentakel ini
merupakan modifikasi dari kaki tabung yang berfungsi untuk menangkap
makanan (Storeret
al1979, Lawrence 1987).
Teripang umumnya memiliki tubuh lunak dan licin. Permukaan tubuh
tidak bersilia dan diselimuti oleh lapisan kapur yang tebal tipisnya
tergantung umur. Disepanjang mulut ke anus terdapat lima deretan kaki tabung,
terdiri dari tiga deretan kaki tabung dengan pengisap pada bagian perut
(trivium) yang berperan dalam respirasi (Lawrence 1987). Di bawah lapisan kulit
terdapat satu lapis otot melingkar dan lima lapisotot memanjang. Sesudah
lapisan otot terdapat rongga tubuh yang berisi organ-organ tubuh seperti gonad
dan usus (Storeret
al 1979).
2.2. Peralatan yang Diperlukan
2.2.1. Wadah Penampungan : Penampungan teripang yang baru ditangkap
dapat dilakukan dengan menggunakan perahu atau juga tong plastik maupunwadah
berinsulasi. Penggunaan tong plastik atau wadah berinsulasi. Penggunaan tong
plastik atau wadah berinsulasi sekaligus dapat langsung digunakan untuk wadah
selama transportasi.
2.2.2. Wadah Pencucian : Wadah pencucian dapat berupa drum yang
terbuat dari aluminium, plastik ataupun fibreglass dan tidak
dianjurkan menggunakan wadah yang terbuat dari bahan yang mudah berkarat,
seperti seng.
2.2.3. Pisau Pembelah : Pisau pembelah harus tidak terbuat dari bahan yang
mudah berkarat (sebaiknya stainless steel), kuat dan tajam dengan
bagian ujung yang runcing.
2.2.4. Wadah Perebusan : Wadah perebusan harus terbuat dari
aluminium atau stainless steel dengan ukuran yang disesuaikan kapasitas
pengolahan.
2.2.5. Alat Pengasapan : Alat pengasapan
dapat berupa alat pengasap terbuka, drum pengasap dan lemari pengasapan. Alat
pengasapan terbuka tidak dianjurkan mengingat alat ini sulit dalam pengontrolan
suhu, dapat terkontaminasi kotoran dari luar dan pemakaian asap tidak efisien
(banyak terbuang).
2.2.6. Alat Pengeringan : Pengeringan dapat dengan sinar matahari
diatas para-para dengan ketinggian=l meter, atau menggunakan alat pengering
mekanis (mechanical dryer)
2.3. Teknik Penanganan dan Pengolahan
Untuk
mendapatkan mutu teripang kering yang baik, maka cara pemilihan dan penanganan
bahan baku, cara penanganan awal, cara pengolahan dan cara penggudangan harus
benar-benar diperhatikan. Kesalahan yang mungkin tidak disengaja ataupun yang
tidak diketahui dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar.
Pada
umumnya teripang kering yang dihasilkan nelayan pengolah tradisional masih
belum baik mutunya, sehingga seringkali masih harus diperbaiki mutunya oleh
para pengumpul atau eksortir. Perbaikan mutu tersebut biasanya berupa
pembersihan dari kotoran yang menempel pada teripang dan dilakukan pengeringan
tambahan, karena teripang tersebut masih belum cukup kering atau menjadi basah
kembali selama dalam penggudangan karena sifatnya yang higroskopis.
2.3.1. Pemilihan dan Penanganan Bahan Baku
Bahan
baku teripang sebaiknya berupa teripang hidup yang ditangkap dari perairan yang
tidak tercemar. Mengingat teripang biasanya hidup di dasar perairan, sehingga
kemungkinan tercemar logam berat seperti mercuri ( Hg ), timbal (Pb), Cadmium (
Cd ) dll, selalu ada apabila perairan disekitarnya telah tercemar.
Dalam
penangkapan/pemanenan teripang bisanya dilakukan dengan cara menyelam dan
menangkapnya langsung dengan tangan. Sebagian nelayan melakukan penangkapan
dengan menggunakan tombak atau trisula, sehingga cara penangkapan ini dapat
melukai teripang dan mengakibatkan teripang mati dan cepat mengalami pembusukan.
Selain itu, adanya luka akan membuat penampakan pada produk akhir tidak baik,
yang umumnya tidak disukai pembeli.Teripang yang akan diolah diusahakan
dipertahankan dalam kondisi hidup, apabila kondisi hidup teripang sulit
dipertahankan sampai ke unit pengolahan, misalnya karena jauhnya lokasi
penangkapan atau karena faktor lain, maka sebaiknya segera dilakukan pembuangan
isi perut, segera dicuci bersih dan diberi garam 3 – 10% dari berat teripang.
Untuk mempertahankan teripang tetap hidup, dapat dilakukan dengan memasukkan
teripang kedalam wadah penampungan yang berisi air laut bersih.
2.3.2. Pembuangan Isi Perut
(eviscerasi).
Pembuangan
isi perut dapat dilakukan pada teripang mentah atau setelah perebusan. Cara
yang kedua lebih mudah dilakukan, karena teksturnya lebih kenyal, akan tetapi
dianjurkan untuk melakukan cara yang pertama, yaitu pembuangan perut isi perut
sebelum perebusan, walaupun memerlukan teknik dan ketrampilan agar belahan/
irisan dapat rapi.
Pengeluaran
isi perut dilakukan dengan cara pembelahan melalui irisan pada bagian perutnya
memanjang dengan panjang secukupnya. Pisau yang digunakan harus tajam dan
tipis.
Isi
perut dikeluarkan dan segera dicuci bersih pada bagian dinding perut sampai
bebas dari darah dan sisa isi perut. Air yang digunakan dapat berupa air tawar
atau air laut yang bersih dan kalau memungkinkan digunakan air mengalir atau
menggunakan air dalam bak yang sering diganti.
Beberapa
nelayan pengolah membuang isi perut teripang dengan cara melubangi pada bagian
ujung teripang dengan alat pelubang dari bambu atau kayu dan kemudian isi perut
dikeluarkan dengan cara menekan (memeras) tubuh teripang. Cara seperti ini
kurang baik, karena isi perut tidak dapat dikeluarkan seluruhnya dan sisa isi
perut akan mempercepat proses pembusukan. Disamping itu akibat penekanan
(pemerasan) akan merusak tekstur dan penampakan produk akhir.
2.3.3. Perebusan
Perebusan
teripang bertujuan untuk membuat tekstur teripang menjadi kenyal, memberikan
sedikit rasa asin yang sekaligus dapat berfungsi untuk membunuh dan mencegah
tumbuhnya mikro organisme pembusuk. Perebusan dilakukan dalam air mendidih
dengan konsentrasi garam ±15% selama 20 – 30 menit tergantung dari besar dan
jumlah teripang sampai semua teripang menjadi kenyal teksturnya. Setelah perebusan
selesai dilakukan penirisan sampai tidak ada lagi air yang menetes dan
selanjutnya diteruskan dengan pengasapan.
2.3.4.
Pengasapan
Pengasapan
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi (menurunkan) kadar air, disamping itu
pengasapan juga berfungsi memberikan rasa dan bau (flavour) yang
spesifik yang umumnya dikehendaki oleh konsumen. Pengasapan dapat dilakukan
dengan alai pengasapan (lemari pengasap) selama 10 – 20 jam dengan ketebalan
asap sedang dan suhu 60 – 80° (pengasapan panas).
Biasanya
para pengolah tradisional menggunakan alat pengasap berbakar, cara ini kurang
baik karena sulit dikontrol suhunya, teripang yang diasap juga akan terkena
kotoran dari luar serta pemakaian asapnya menjadi tidak efisien, karena banyak
terbuang. Sebagai bahan bakar dapat digunakan sabut kelapa, serbuk gergaji dan
bahan lainnya dan dihindari pemakaian bahan/kayu yang bergetah. Menurut Dagoon
(1990), mencoba menggunakan serbuk gergaji dan daun jambu biji segar yang
ditaburkan diatas bara arang, sebagai bahan pengasap dapat menghasilkan
teripang kering yang berkualitas tinggi.
2.3.4.1. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam
Proses Pengasapan
- Ketebalan asap diusahakan konstan selama
pengasapan dan seluruh permukaan teripang harus berkontak langsung dengan asap.
- Suhu pengasapan dipertahankan 60
– 80° C dengan jalan mengatur bara api serta ventilasi yang ada pada lemari
pengasap (bila menggunakan lemari pengasap). Teripang diusahakan jangan sampai
terbakar, karena akan merusak penampakan dan mengganggu keluarnya air dari
tubuh teripang pada saat pengeringan.
- Diusahakan agar tidak banyak
debu/kotoran yang masuk ke dalam lemari pengasap.
- Bahan bakar harus dibersihkan
dari kotoran lain yang dapat mencemari teripang, seperti jamur dll.
2.3.5. Pengeringan
Tahap
akhir pada pengolahan teripang kering adalah proses pengeringan, atau proses
penurunan kadar air. Proses ini harus dilakukan secara bertahap yaitu
perebusan, pengasapan dan pengeringan (penjemuran). Hal ini dilakukan agar air
dapat keluar secara sempurna dan tidak hanya pada permukaan tubuh teripang
saja, tetapi juga pada bagian daging di tengahnya.
Pengeringan
teripang dapat dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar matahari atau
menggunakan alat pengering mekanis (mechanical dryer). Pada pengeringan
dengan sinar matahari, teripang diletakkan diatas para-para dengan ketinggian ±
1 meter. Pengeringan dengan cara ini memakan waktu 2 – 3 hari tergantung cuaca
dan ukuran teripang. Apabila dalam pengeringan menggunakan mechanical dryer
agar suhu pengeringan disesuaikan dengan panas matahari (± 50°C).Biasanya alat ini dipakai hanya
pada waktu tertentu, misalnya musim hujan, atau karena terbatasnya ruangan
penjemuran.Penjemuran/pengeringan dilakukan secara terus menerus sampai kadar
air teripang dibawah 20%.
2.4. Penggudangan
Teripang
kering yang akan disimpan di dalam gudang, agar dikemas terlebih dahulu dalam
karung plastik, kemudian karung tersebut disusun diatas rak-rak dalam gudang
dan selanjutnya tumpukan karung ditutup dengan terpal pada bagian atasnya.
Pada
prinsipnya teripang kering harus disimpan pada suhu ruangan yang tidak terlalu
tinggi dengan kelembaban (RH) rendah. Hal ini sangat perlu diperhatikan, karena
teripang kering mengandung garam dan juga mengandung “collagen” yang sangat
higroskopis, sehingga akan dapat menyerap uap air dari udara. Tingginya
penolakan yang dilakukan eksportir diduga disebabkan karena kesalahan selama
dalam penggudangan. Kondisi gudang yang memenuhi syarat sebagai tempat
penyimpanan teripang kering, yang harus diperhatikan antara lain :
-
Gudang harus terlindung dari sinar matahari dan
tidak bocor bila hujan.
- Gudang harus
mempunyai ventilasi cukup untuk mengurangi peningkatan kelembaban (RH).
- Gudang harus
dapat tertutup rapat agar terhindar dari binatang perusak
- Teripang harus
dikemas secara baik-baik dan diletakkan diatas rak-rak, tidak diletakkan
langsung diatas lantai.
2.5.
Kandungan
Nutrisi dan Mutu Teripang Kering
Teripang
kering mempunyai kandungan nutrisi sebagai berikut : Kadar air (8,90%), protein
(82,00%), lemak (1,70%), abu (8,60%), karbohidrat (4,80%), vitamin A (455 ug%),
vitamin B(yaitu thiamine 0,04 mg%, riboflavin 0,07 mg%, niacin 0,4 mg%) dan
total kalori (385 cal/100g), dll. (Annonymous, 1972). Kadar protein yang cukup
besar memberikan nilai gizi yang cukup baik dan protein teripang mempunyai asam
amino yang lengkap. Kandungan lemaknya termasuk asam lemak tidak jenuh yang
sangat diperlukan bagi kesehatan jantung.
Standar
mutu teripang kering (SPI-KAN/02/29/1987) sesuai Keputusan Menteri Pertanian RI
No. 701/Kpts/TP.830/10/1987 tentang penetapan Standar mutu hasil pertanian,
yang saat ini sudah diangkat menjadi Standar Nasional Indonesia oleh Dewan
Standardisasi Nasional dan diberlakukan secara Nasional, merupakan standar
minimum dengan persyaratan sebagai berikut:
Untuk
mendapatkan mutu teripang kering yang baik, maka beberapa faktor penting yang
perlu diperhatikan antara lain:
- Pemilihan jenis
teripang yang ekonomis penting serta tidak berasal dari daerah/perairan
tercemar.
- Bahan baku
teripang diusahakan dalam kondisi hidup atau sesegar mungkin.
- Cara pembelahan
dan perebusan yang baik yang erat kaitannya dengan penampakan produk akhir.
- Cara pengasapan
dan pengeringan yang benar, sehingga dapat dilakukan pengeringan yang sempurna.
- Cara pengemasan
dan penggudangan yang benar, terutama dalam kaitannya dengan sifat teripang
yang higroskopis (menyerap uap air).
0 komentar:
Posting Komentar