PENGAWETAN DENGAN SUHU TINGGI
A. Pengeringan
1. Definisi
Pengeringan
adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air suatu
bahan pangan dengan atau tanpa bantuan energi panas. Pengeringan adalah proses
pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas
untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang
dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.
2. Tujuan
Tujuan
pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan
mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat
atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu
simpan yang lebih lama. Biasanya kandungan air bahan pangan dikurangi sampai
batas tertentu dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi pada bahan pangan
tersbut. Keuntungan pengeringan adalah bahan pangan menjadi lebih awet dan
volume bahan pangan menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat
ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan menjadi kurang dan
mempermudah tranport.
3. Dasar
Dasar
pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan
air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini kandungan uap air
udara lebih kecil atau udara mempunyai kelembaban nisbi yang relatif rendah
sehingga terjadi penguapan.
4. Faktor-faktor Yang memperngaruhi
Pengeringan
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: Faktor yang berhubungan
dengan udara pengering. Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan
volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara. Faktor yang
berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran
bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Bahan pangan yang
dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air.
Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan
dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Contohnya, akan terjadi
pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung
dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim yang
terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak
dengan bantuan media kadar air dalam bahan pangan tersebut.
Untuk
mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau
pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar dari
pembusukan ataupun penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara
sederhananya adalah dengan melalui proses pengeringan. Pengeringan merupakan
tahap awal dari adanya pengawetan.
Dasar
dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena
adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan.
Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan lebih lama, mempertahankan
daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan kualitas yang lebih baik.
(Gunarif Taib, 1988) Proses pengeringan terbagi dalam tiga kategori, yaitu:
Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah tekanan
atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, bik dari udara
maupun permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara. Pengeringan
hampa udara.
Keuntungan
dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan
air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi. Panas yang
dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada umumnya secara konduksi,
kadang-kadang secara pemancaran.
Pengeringan
beku. Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan
beku. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini. Suhu
dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering untuk menjamin
terjadinya proses sublimasi. (Earle, 1969).
Pengeringan
dapat berlangsung bila energi panas diberikan pada bahan yang akan dikeringkan
dan diperlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar
dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini dapat pula dilakukan secara
vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada
setiap tempat dari bahan tersebut.
Hal-hal yang mempengaruhi
pengeringan terutama adalah luas permukaan bahan pangan, suhu pengeringan,
aliran udara, tekanan uap air di udara dan lama pengeringan. Suhu pengeringan
sangat penting karena apabila terlalu rendah maka pengeringan akan makan waktu
yang sangat lama dan dapat menurunkan mutu bahan pangan serta memberikan bau
yang tidak normal. Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan terjadinya case hardening dan reaksi browning.
Dehidrasi
mempunyai pengaruh preservatif karena penurunan aktivitas air sampai aras yag
realtif rendah akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Mikroba pada keadaan
normal mengandung kira-kira 80% air. Air diperoleh dari makanan dimana mereka
tumbuh. Apabila air dikeluarkan dari bahan pangan, maka air dalam bakteri juga
akan keluar atau bakteri mengalami plasmolisis sehingga bakteri tidak dapat
berkembang biak. Bakteri dan ragi umumnya membutuhkan kadar air yang lebih
tinggi daripada kapang, oleh karena itu kapang sering dijumpai pada makanan
setengah kering, dimana bakteri dan ragi tidak dapat tumbuh. Misalnya kapang
yang tumbuh pada roti yang sudah basi, ikan asap, dendeng dll.
Perbedaan
kecil dari kelembaban nisbi (RH) dalam ruangan tempat penyimpanan bahan pangan
atau dalam peti pengepakan dapat menyebabkan perbedaan besar dalam
perkembangbiakan bakteri. Pada suhu ruang pendingin, kelembaban yang lebih
tinggi akan memperbanyak jumlah populasi mikroba. Kebutuhan mikroba terhadap
air dinyatakan dalam istilah Aw (water activity), yang berhibingan dengan
kelembaban nisbi udara. Kelembaban nisbi adalah perbandingan antara tekanan uap
air di udara dengan tekanan uap air jenuh pada suhu yang sama. Kelembaban nisbi
ini menunjukkan keadaan atmosfer di sekeliling bahan atau larutan.
Nilai
Aw menunjukkan keadaan dari suatu larutan yaitu antara tekanan uap air larutan
dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama. Jadi air murni mempunyai Aw
1,0. Pada keadaan keseimbangan Aw akan seimbang dengan RH atau Aw =
RH/100. sebagian besar bakteri membutuhkan Aw 0,75-1,00 untuk tumbuh. Beberapa
ragi dan kapang tumbuh lambat pada nilai Aw 0,62.
Pengeringan
bahan pangan bertujuan untuk melawan kebusukan oleh mikroba, tetapi tidak dapat
membunuh semua bakteri. Oleh karena itu bahan pangan kering biasanya tidak
steril. Menskipun bakteri tumbuh pada bahan makanan kering, tetapi jika bahan
pangan tersebut dibasahkan kembali misalnya dengan perendaman, maka bakteri
akan tumbuh kembali kecuali bahan pangan tersebut langsung makan atau
didinginkan. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat
pengering atau dengan penjemuran yang menggunakan energi langsung dari sinar
matahari. Pengeringan buatan mempunyai keuntungan karena suhu dan aliran udara
dapat diatur sehingga lama pengeringan dapat ditentukan dan kebersihan mudah
diawasi. Penjemuran memberikan keuntungan energi panas yang digunakan murah dan
kerugian karena sinar matahri tidak terus menerus sepanjang hari dan kenaikan
suhu tidak dapat diatur, sehingga lama penjemuran sukar ditentukan. Hal ini
disebabkan karena jumlah energi panas yang jatuh ke permukaan bumi biasanya
tidak tetap dan kebersihan bahan yang dijemur sukar diawasi.
Bahan
pangan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan
dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna,
tekstur, aroma dll, meskipun perubahan tersebut sudah dicegah dengan memberikan
perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan. Pada umumnya
bahan pangan yang dikeringkan beribah warnanya menjadai coklat. Perubahan warna
tersebut disebabkan oleh reaksi browning, baik secara enzymatik maupun non
enzymatik. Reaksi browning non enzymatik yang paling sering terjadi adalah
reaksi antara asam organik dengan gula pereduksi, antara asam-asam amino dengan
gula pereduksi.
Jika
proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi, maka dapat terjadi
case hardening yaitu keadaan bagian luar bahan sudah ering, sedangkan bagian
dalamnya masih basah. Hal ini akan menghambat penguapan air selanjutnya. Case
harening juga disebabkan oleh perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya
terjadi penggumpalan protein oleh panas pada permukaan bahan pangan atau
terbentuknya dekstrin dari pati, dimana jika dikeringkan terbentuk bahan yang
keras pada permukaannya. Case hardening dapat mengakibatkan proses pengeringan
selanjutnya menjadai lambat dan terhambat sama sekali, akibatnya mikroorganisme
yang terdapat dalam bahan pangan yang masih basah dapat berkembang biak
sehingga menyebabkan kerusakan. Cara mencegah case hardening adalah dengan
membuat suhu pengering tidak terlalu tinggi atau proses pengeringan awal jangan
terlalu cepat.
Pengawetan
dengan suhu tinggi adalah metode yang digunakan untuk membunuh mikroorganime
pembusuk dan toksikogenik dalam bahan pangan. Bakteri dalam bentuk vegetatifnya
akan mati pada suhu 82-94 0C, tetapi sporan bakteri masih bertahan
pada suhu mendidih 100 0C selama 30 menit. Dalam proses sterilisasi
mikroba dan spora akan mati diperlukan pemanasan suhu 121 0C selama
15 menit atau lebih tergantung dari jumlah dan mutu substratnya. Hal ini
biasanya dilakukan dengan menggunakan uap panas dalam autoclaf atau retor.
Dalam
industri pengalengan, sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu dan waktu
tertentu yang telah diperhitungkan terlebih dahulu untuk memusnahkan spora
bakteri yang paling tahan panas, yang mungkin ada dalam bahan pangan tersebut,
disamping memperhatikan adanya kemungkinan pencemaran oleh Clostridium
botulinum. Sterilisasi yang baik, makanan dalam kaleng dapat disimpan lebih
dari 6 bulan. Pada dasarnya tidak semua makanan membutuhkan suhu dan waktu yang
sama untuk sterilisasi.
Makanan
dengan pH rendah seperti sari buah jeruk atau tomat tidak memerlukan suhu yang
tinggi karena adanya asam yang bersifat mengawetkan. Jika kadar asam relatif
tinggi, sterilisasi cukup dilakukan pada suhu 93,5 0C selama 15
menit. Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi dengan teliti dapat
mengakibatkan kerusakan pangan. Berdasarkan hasil penelitian setiap kenaikan
suhu 100C pada kisaran suhu 10-380C kecepatan reaksi baik
enzymatik maupun non enzymatik rata-rata bertambah 2 kali lipat. Pemanasan yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan
kerusakan protein (denaturasi), emulsi vitamin dan lemak.
0 komentar:
Posting Komentar