Rabu, 28 Februari 2018

PENGAWETAN DENGAN SUHU TINGGI



PENGAWETAN DENGAN SUHU TINGGI

A. Pengeringan
1. Definisi
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air suatu bahan pangan dengan atau tanpa bantuan energi panas. Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.

2. Tujuan
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Biasanya kandungan air bahan pangan dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi pada bahan pangan tersbut. Keuntungan pengeringan adalah bahan pangan menjadi lebih awet dan volume bahan pangan menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan  dan pengepakan, berat bahan menjadi kurang dan mempermudah tranport.

3. Dasar
Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini kandungan uap air udara lebih kecil atau udara mempunyai kelembaban nisbi yang relatif rendah sehingga terjadi penguapan.

4. Faktor-faktor Yang memperngaruhi Pengeringan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Contohnya, akan terjadi pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak dengan bantuan media kadar air  dalam bahan pangan tersebut.

Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan ataupun penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhananya adalah dengan melalui proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dari adanya pengawetan.

Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan lebih lama, mempertahankan daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan kualitas yang lebih baik. (Gunarif Taib, 1988) Proses pengeringan terbagi dalam tiga kategori, yaitu: Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah tekanan atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, bik dari udara maupun permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara. Pengeringan hampa udara.

Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran.

Pengeringan beku. Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan beku. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini. Suhu dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering untuk menjamin terjadinya proses sublimasi. (Earle, 1969).

Pengeringan dapat berlangsung bila energi panas diberikan pada bahan yang akan dikeringkan dan diperlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini dapat pula dilakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut.
Hal-hal yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan bahan pangan, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap air di udara dan lama pengeringan. Suhu pengeringan sangat penting karena apabila terlalu rendah maka pengeringan akan makan waktu yang sangat lama dan dapat menurunkan mutu bahan pangan serta memberikan bau yang tidak normal. Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya case hardening dan reaksi browning.

Dehidrasi mempunyai pengaruh preservatif karena penurunan aktivitas air sampai aras yag realtif rendah akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Mikroba pada keadaan normal mengandung kira-kira 80% air. Air diperoleh dari makanan dimana mereka tumbuh. Apabila air dikeluarkan dari bahan pangan, maka air dalam bakteri juga akan keluar atau bakteri mengalami plasmolisis sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Bakteri dan ragi umumnya membutuhkan kadar air yang lebih tinggi daripada kapang, oleh karena itu kapang sering dijumpai pada makanan setengah kering, dimana bakteri dan ragi tidak dapat tumbuh. Misalnya kapang yang tumbuh pada roti yang sudah basi, ikan asap, dendeng dll.

Perbedaan kecil dari kelembaban nisbi (RH) dalam ruangan tempat penyimpanan bahan pangan atau dalam peti pengepakan dapat menyebabkan perbedaan besar dalam perkembangbiakan bakteri. Pada suhu ruang pendingin, kelembaban yang lebih tinggi akan memperbanyak jumlah populasi mikroba. Kebutuhan mikroba terhadap air dinyatakan dalam istilah Aw (water activity), yang berhibingan dengan kelembaban nisbi udara. Kelembaban nisbi adalah perbandingan antara tekanan uap air di udara dengan tekanan uap air jenuh pada suhu yang sama. Kelembaban nisbi ini menunjukkan keadaan atmosfer di sekeliling bahan atau larutan.

Nilai Aw menunjukkan keadaan dari suatu larutan yaitu antara tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama. Jadi air murni mempunyai Aw 1,0. Pada keadaan keseimbangan Aw akan seimbang dengan RH atau Aw =  RH/100. sebagian besar bakteri membutuhkan Aw 0,75-1,00 untuk tumbuh. Beberapa ragi dan kapang tumbuh lambat pada nilai Aw 0,62.

Pengeringan bahan pangan bertujuan untuk melawan kebusukan oleh mikroba, tetapi tidak dapat membunuh semua bakteri. Oleh karena itu bahan pangan kering biasanya tidak steril. Menskipun bakteri tumbuh pada bahan makanan kering, tetapi jika bahan pangan tersebut dibasahkan kembali misalnya dengan perendaman, maka bakteri akan tumbuh kembali kecuali bahan pangan tersebut langsung makan atau didinginkan. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat pengering atau dengan penjemuran yang menggunakan energi langsung dari sinar matahari. Pengeringan buatan mempunyai keuntungan karena suhu dan aliran udara dapat diatur sehingga lama pengeringan dapat ditentukan dan kebersihan mudah diawasi. Penjemuran memberikan keuntungan energi panas yang digunakan murah dan kerugian karena sinar matahri tidak terus menerus sepanjang hari dan kenaikan suhu tidak dapat diatur, sehingga lama penjemuran sukar ditentukan. Hal ini disebabkan karena jumlah energi panas yang jatuh ke permukaan bumi biasanya tidak tetap dan kebersihan bahan yang dijemur sukar diawasi.

Bahan pangan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dll, meskipun perubahan tersebut sudah dicegah dengan memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan. Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan beribah warnanya menjadai coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi browning, baik secara enzymatik maupun non enzymatik. Reaksi browning non enzymatik yang paling sering terjadi adalah reaksi antara asam organik dengan gula pereduksi, antara asam-asam amino dengan gula pereduksi.
Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi, maka dapat terjadi case hardening yaitu keadaan bagian luar bahan sudah ering, sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini akan menghambat penguapan air selanjutnya. Case harening juga disebabkan oleh perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya terjadi penggumpalan protein oleh panas pada permukaan bahan pangan atau terbentuknya dekstrin dari pati, dimana jika dikeringkan terbentuk bahan yang keras pada permukaannya. Case hardening dapat mengakibatkan proses pengeringan selanjutnya menjadai lambat dan terhambat sama sekali, akibatnya mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan yang masih basah dapat berkembang biak sehingga menyebabkan kerusakan. Cara mencegah case hardening adalah dengan membuat suhu pengering tidak terlalu tinggi atau proses pengeringan awal jangan terlalu cepat.

Pengawetan dengan suhu tinggi adalah metode yang digunakan untuk membunuh mikroorganime pembusuk dan toksikogenik dalam bahan pangan. Bakteri dalam bentuk vegetatifnya akan mati pada suhu 82-94 0C, tetapi sporan bakteri masih bertahan pada suhu mendidih 100 0C selama 30 menit. Dalam proses sterilisasi mikroba dan spora akan mati diperlukan pemanasan suhu 121 0C selama 15 menit atau lebih tergantung  dari jumlah dan mutu substratnya. Hal ini biasanya dilakukan dengan menggunakan uap panas dalam autoclaf atau retor.
Dalam industri pengalengan, sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu dan waktu tertentu yang telah diperhitungkan terlebih dahulu untuk memusnahkan spora bakteri yang paling tahan panas, yang mungkin ada dalam bahan pangan tersebut, disamping memperhatikan adanya kemungkinan pencemaran oleh Clostridium botulinum. Sterilisasi yang baik, makanan dalam kaleng dapat disimpan lebih dari 6 bulan. Pada dasarnya tidak semua makanan membutuhkan suhu dan waktu yang sama untuk sterilisasi.

Makanan dengan pH rendah seperti sari buah jeruk atau tomat tidak memerlukan suhu yang tinggi karena adanya asam yang bersifat mengawetkan. Jika kadar asam relatif tinggi, sterilisasi cukup dilakukan pada suhu 93,5 0C selama 15 menit. Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi dengan teliti dapat mengakibatkan kerusakan pangan. Berdasarkan hasil penelitian setiap kenaikan suhu 100C pada kisaran suhu 10-380C kecepatan reaksi baik enzymatik maupun non enzymatik rata-rata bertambah 2 kali lipat. Pemanasan yang  terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan protein (denaturasi), emulsi vitamin dan lemak.




0 komentar:

Posting Komentar