Sektor
kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan
perikanan di Indonesia. Produksi dari perikanan budidaya sendiri secara
keseluruhan diproyeksikan meningkat. Untuk mencapai target produksi sesuai
dengan yang diharapkan, berbagai permasalahan menghambat upaya peningkatan
produksi tersebut, antara lain kegagalan produksi akibat serangan wabah
penyakit ikan yang bersifat patogenik baik dari golongan parasit, jamur,
bakteri, dan virus. Permasalahan lainnya adalah degradasi mutu lingkungan
budidaya yang semakin buruk, yang disebabkan oleh kegiatan budidaya itu sendiri
maupun dari luar lingkungan budidaya. Timbulnya serangan wabah penyakit
tersebut pada dasarnya sebagai akibat terjadinya gangguan keseimbangan dan
interaksi antara ikan, lingkungan yang tidak menguntungkan ikan dan
berkembangnya patogen penyebab penyakit. Kemungkinan lainnya adalah adanya atau
masuknya agen penyakit ikan obligat yang ganas (virulen) meskipun kondisi
lingkungannya relatif baik.
Untuk
mengatasi permasalahan akibat serangan agen patogenik pada ikan, para petani
maupun pengusaha ikan banyak menggunakan berbagai bahan-bahan kimia maupun
antibiotika dalam pengendalian penyakit tersebut. Namun dilain pihak pemakaian
bahan kimia dan antibiotik secara terus menerus dengan dosis/konsentrasi yang
kurang/tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru berupa meningkatnya
resistensi mikroorganisme terhadap bahan tersebut. Selain itu, masalah lainnya
adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya, ikan yang
bersangkutan, dan manusia yang mengonsumsinya. Berkaitan dengan permasalahan
tersebut, perlu ada alternatif bahan obat yang lebih aman yang dapat digunakan
dalam pengendalian penyakit ikan. Salah satu alternatifnya adalah dengan
menggunakan tumbuhan obat tradisional yang bersifat anti parasit, anti jamur,
anti bakteri, dan anti viral. Beberapa keuntungan menggunakan tumbuhan obat
tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak
menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap ingkungan
sekitarnya.
Menurut
Nuryati et al., (2008), upaya pencegahan dan pengobatan yang lazim dilakukan
pada ikan-ikan yang terkena penyakit mikotik adalah menggunakan obat-obatan kimia
seperti malachite green, formalin, hidrogen peroxida, dan sebagainya. Akan
tetapi penggunaan bahan kimia cenderung tidak ramah lingkungan dan ada yang
bersifat karsinogenik. Seiring dengan adanya kecenderungan yang memperhatikan
masalah keamanan pangan dan lingkungan maka diharapkan adanya metode pencegahan
penyakit mikotik yang bersifat aman bagi pembudidaya, ramah lingkungan dan
murah.
PEMBAHASAN
1. Jenis-jenis
dan Kandungan dari Bahan Nabati
Menurut
Selviana et al., (2009), tanaman lengkuas
termasuk jenis tanaman yang mudah tumbuh dimana saja, sehingga mudah
didapatkan, tersedia melimpah dan harga relative murah. Lengkuas selain
digunakan sebagai penyedap makanan juga untuk mengatasi gangguan lambung,
menetralkan keracunan makanan dan lain-lain. Akan tetapi khasiat lengkuas yang
sudah dibuktikan secara ilmiah melalui berbagai penelitian adalah sebagai anti
jamur.
Menurut
Kurnia et al., (2012), tanaman pepaya
merupakan tanaman herbal yang populer di kalangan masyarakat. Dalam pengobatan
tradisional, bagian tanaman pepaya banyak yang dimanfaatkan. Daun pepaya
mengandung enzim papain, alkaloid karpain, pseudo karpain, glikosida, karposid,
dan saponin. Alkaloid daun papaya dapat berfungsi sebagai insektisida.
Menurut
Yunus et al., (2009), rumput laut
Halimeda opuntia mengandung senyawa polifenolik atau flavonoid yang terdiri
dari quercitrin, epigallocathecin, cathecol, hesperidin, miricetin dan morin.
Epigallocathecin merupakan komponen penting yang digunakan sebagai aktivitas
antioksidan. Penggunaan rumput laut Euceuma spinosum juga merupakan salah satu
alternatif yang dapat dilakukan adalah sebagai bahan antimikroba. Senyawa fenol
dan turunannya (flavonoid) merupakan salah satu antibakteri yang bekerja dengan
mengganggu fungsi membran sitoplasma. Adanya senyawa fenol ini menyebabkan
perusakan pada membran sitoplasma. Ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya
(flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul
fosfolipida pada dinding sel bakteri akan terurai menjadi gliserol, asam
karboksilat dan asam fosfat. Fosfolipida tidak mampu mempertahankan bentuk
membrane sitoplasma akibatnya membran sitoplasma akan bocor dan bakteri akan
mengalami hambatan pertumbuhan bahkan kematian. Flanovoid mencegah pembentukan
energy pada membran sitoplasma dan menghambat motilitas bakteri, yang juga
berperan dalam aksi antimicrobial.
Menurut
Nuryati et al., (2008), di Indonesia, fitofarmaka sudah sangat dikenal terutama
untuk pengobatan manusia, namun belum dimanfaatkan dalam budidaya ikan.
Beberapa jenis fitofarmaka dapat dicobakan untuk pengobatan penyakit ikan,
karena merupakan bahan alami yang mudah hancur sehingga aman dan ramah
lingkungan. Diantaranya adalah penggunaan tanaman paci-paci Leucas sp. dalam
pencegahan penyakit mikotik. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan
dapat diperoleh informasi ilmiah mengenai paci-paci terkait dengan efek
pencegahan terhadap serangan cendawan pada ikan gurame. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gejala klinis dan karakteristik serangan cendawan Saprolegnia
sp. dan kemudian mengetahui pengaruh ekstrak daun paci-paci dalam mencegah
serangan cendawan tersebut pada berbagai dosis yang diberikan.
2. Kegunaan
Bahan Nabati pada Kesehatan
Menurut
Kurnia et al., (2012), lama perendaman yang optimal perasan daun pepaya (C.
papaya) menggunakan konsentrasi 3,3% sebagai pengendali Argulus pada ikan komet
(C. auratus auratus) adalah 18 menit.
Menurut
Kris et al., (2009), lengkuas memiliki potensi untuk menyembuhkan penyakit jamur pada ikan, dalam
penelitian konsentrasi LC50 untuk konsentrasi lengkuas terhadap ikan lais
(Kryptopterus macrocephalus) adalah 55,59 (45,77-65,41) mg/L dan konsentrasi
yang tepat untuk mengatasi penyakit jamur pada ikan ini adalah 30,29 mg/L
dengan presentase kesembuhan maksimal sebesar 91,3%.
Menurut
Selviana et al., (2009), saat uji LC50 untuk konsentrsi ekstrak lengkuas terhadap ikan nila (Oreochromis niloticus) ukuran
5-8 cm adalah 397,51 mg/L dengan kisaran (295,469 – 499,551) mg/L dan
konsentrasi yang digunakan untuk mengatasi penyakit jamur pada ikan ini adalah
91,39 mg/L dengan masa pemeliharaan ikan selama 7 hari menunjukkan SR hanya
mencapai 73,3%.
Menurut
Nuryati et al., (2008), cendawan Saprolegnia sp. merupakan cendawan eksternal yang bersif oportunis yang dapat menginfeksi gurame dengan
tanda-tanda klinis yaitu terdapat koloni cendawan berupa benang-benang putih di
sekitar permukaan kulit yang terinfeksi dan di sekitar daerah infeksi terdapat
lingkaran merah yang menunjukkan terjadinya hemoragi. Secara deskriptif,
ekstrak paci-paci (dosis 0,5; 1,0 dan 1,5 g/l) dapat mencegah serangan
Saprolegnia sp.
Menurut
Yunus et al., (2009), rumput laut spesies Eucheuma spinosum diharapkan
berfungsi sebagai zat antibakteri yang mampu mengontrol pertumbuhan bakteri
Aeromonas hydrophila. Ekstrak rumput laut Eusheuma spinosum terbukti mampu
berperan sebagai antibakteri terhadap bakteri Aeromonas hydrophila yaitu
bersifat bakteriostatik pada konsentrasi 3%, 6% dan 9%, serta bersifat
bakteriosidal pada konsentrasi 12%. Senyawa bioaktif mampu berperan sebagai
anti bakteri/bakteriosidal dengan konsentrasi efektif 12%.
3. Kegunaan
Bahan Nabati pada Lingkungan
Menurut
Kurnia et al., (2012), penggunaan insektisida sintesis dalam mengatasi
permasalahan akibat serangan parasit pada ikan terutama yang disebabkan oleh
Argulus masih banyak digunakan. Namun dilain pihak kebanyakan insektisida
sintesis memiliki sifat non spesifik, yaitu tak hanya membunuh jasad sasaran
tetapi juga membunuh organism lain. Penggunaan insektisida sintesis dapat
menimbulkan dampak negatif seperti resistensi dan residu. Oleh karena itu
penggunaan insektisida sintesis tidak boleh berlebihan atau tidak boleh
digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga tidak menimbulkan
resistensi yang dapat menyulitkan dalam pengendalian ektoparasit berikutnya.
Berkaitan dengan masih banyaknya penggunaan insektisida sintesis, perlu ada
alternatif bahan obat yang lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian
penyakit parasit ikan. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan
tumbuhan obat yang bersifat anti parasit. Beberapa keuntungan menggunakan
tumbuhan obat antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak
menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap lingkungan
sekitarnya. Tumbuhan obat itu salah satunya adalah daun pepaya.
Menurut
Nuryati et al., (2008), penggunaan fitofarmaka yang mulai menjadi perhatian
dunia sekarang ini merupakan salah satu alternatif pengobatan yang ramah
lingkungan. Di Indonesia, fitofarmaka sudah sangat dikenal terutama untuk
pengobatan manusia, namun belum dimanfaatkan dalam budidaya ikan. Beberapa
jenis fitofarmaka dapat dicobakan untuk pengobatan penyakit ikan, karena
merupakan bahan alami yang mudah hancur sehingga aman dan ramah lingkungan.
Diantaranya adalah penggunaan tanaman paci-paci Leucas sp. dalam pencegahan
penyakit mikotik.
Menurut
Yunus et al., (2009), berbeda dengan obat-obatan maupun senyawa antibakteri
seperti antibiotik, obat-obatan yang berasal dari alam, seperti rumput laut
belum memiliki standart daya hambat yang dibakukan. Pada penelitian ini belum
dapat dilakukan penggolongan tingkat sensitifitas dan resistensi Aeromonas
hydrophila terhadap ekstrak rumput laut. Namun dari hasil penelitian dapat
member informasi bahwa konsentrasi ekstrak rumput laut yang berbeda mempengaruhi
diameter daerah hambatan yang terbentuk.
Kesimpulan
Untuk mengatasi permasalahan akibat
serangan agen patogenik pada ikan, para petani maupun pengusaha ikan banyak
menggunakan berbagai bahan-bahan kimia maupun antibiotika dalam pengendalian penyakit
tersebut. Namun dilain pihak pemakaian bahan kimia dan antibiotik secara terus
menerus dengan dosis/konsentrasi yang kurang/tidak tepat, akan menimbulkan
masalah baru berupa meningkatnya resistensi mikroorganisme terhadap bahan
tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap
lingkungan.
Maka dari itu diperlukan bahan-bahan nabati
atau alami yang dapat mencegah timbulnya resistensi di lingkungan. Bahan-bahan yang dimaksud antara lain rumpu
laut, daun papaya, lengkuas dan daun paci-paci. Setiap bahan tersebut
memiliki fungsi dan kegunaan tersendiri.
0 komentar:
Posting Komentar