Jumat, 27 Februari 2015

BUDIDAYA IKAN LELE ( Clarias )







BUDIDAYA IKAN LELE
( Clarias )

1.            SEJARAH SINGKAT
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan
kulit licin. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara
lain: ikan kalang   (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh),    ikan pintet (Kalimantan
Selatan), ikan keling (Makasar),   ikan cepi   (Bugis), ikan lele atau   lindi (Jawa
Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan nama     mali (Afrika), plamond
(Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka), ca tre trang   (Jepang).
Dalam bahasa Inggris disebut pula            catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish.


Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan.



2.            SENTRA PERIKANAN


Ikan lele banyak ditemukan di  benua  Afrika dan  Asia.  Dibudidayakan  di
Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Di Thailand produksi ikan lele   ± 970
kg/100m2/tahun. Di India (daerah Asam) produksinya rata-rata tiap 7 bulan mencapai 1200 kg/Ha.


3.           JENIS
Klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin              dalam      Djatmika            et al       (1986)
adalah:
Kingdom :Animalia
Sub-kingdom :Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Klas : Pisces
Sub-klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus :Clarias
Di Indonesia ada 6 (enam) jenis ikan lele yang dapat dikembangkan:
1.            Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera
Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).
2.            Clarias teysmani, dikenal sebagai lele Kembang (Jawa Barat), Kalang putih
(Padang).
3.            Clarias melanoderma, yang dikenal sebagai ikan duri (Sumatera Selatan),
wais (Jawa Tengah), wiru (Jawa Barat).
4.            Clarias nieuhofi, yang dikenal sebagai ikan lindi (Jawa), limbat (Sumatera
Barat), kaleh (Kalimantan Selatan).
5.            Clarias loiacanthus, yang dikenal sebagai ikan keli (Sumatera Barat), ikan
penang (Kalimantan Timur).
6.   Clarias gariepinus, yang dikenal sebagai lele Dumbo (Lele Domba), King cat
fish, berasal dari Afrika.



4.            MANFAAT


1.                Sebagai bahan makanan
2.  Ikan lele dari jenis             C. batrachus juga dapat dimanfaatkan sebagai ikan
pajangan atau ikan hias.
3.   Ikan lele yang dipelihara di sawah dapat bermanfaat untuk memberantas hama padi berupa serangga air, karena merupakan salah satu makanan alami ikan lele.
4.  Ikan lele juga dapat diramu  dengan berbagai bahan obat  lain  untuk mengobati penyakit asma, menstruasi (datang bulan) tidak teratur, hidung berdarah, kencing darah dan lain-lain.

5.           PERSYARATAN LOKASI


1.     Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung,  tidak  berporos, berlumpur dan subur.  Lahan yang dapat digunakan untuk budidaya lele dapat berupa: sawah, kecomberan, kolam pekarangan, kolamkebun, dan blumbang.
2.     Ikan lele hidup dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah yang tingginya maksimal 700 m dpl.
3.     Elevasi tanah dari permukaan sumber air dan kolam adalah 5-10%.
4.     Lokasi untuk pembuatan kolam harus berhubungan langsung atau dekat dengan sumber air dan tidak dekat dengan jalan raya.
5.     Lokasi untuk pembuatan kolam hendaknya di tempat yang teduh, tetapi tidak berada di bawah pohon yang daunnya mudah rontok.
6.     Ikan lele dapat hidup pada suhu 200  C, dengan suhu optimal antara 25-280°C
       Sedangkan untuk pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26-      300 °C  dan untuk pemijahan 24-280  C.
7.     Ikan  lele dapat hidup  dalam perairan  agak tenang dan kedalamannya
       cukup, sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin zat O       2.
8.     Perairan tidak boleh tercemar oleh bahan kimia, limbah industri, merkuri, atau mengandung kadar minyak atau bahan lainnya yang dapat mematikan ikan.
9.     Perairan  yang  banyak  mengandung zat-zat yang dibutuhkan ikan dan bahan makanan alami. Perairan tersebut bukan perairan yang rawan banjir.
10.  Permukaan perairan tidak boleh tertutup rapat oleh  sampah atau  daun- daunan hidup, seperti enceng gondok.
11.  Mempunyai pH 6,5–9; kesadahan (derajat butiran kasar ) maksimal 100 ppm dan optimal 50 ppm; turbidity (kekeruhan) bukan lumpur antara 30–60
cm; kebutuhan O2 optimal pada range yang cukup lebar, dari 0,3 ppm untuk
yang dewasa sampai jenuh untuk burayak; dan kandungan CO kurang dari
12,8 mg/liter, amonium terikat 147,29-157,56 mg/liter.

12.            Persyaratan untuk pemeliharaan ikan lele di keramba :
a.      Sungai atau saluran irigasi tidak curam, mudah dikunjungi/dikontrol.
b.      Dekat dengan rumah pemeliharaannya.
c.      Lebar sungai atau saluran irigasi antara 3-5 meter.
d.      Sungai atau saluran irigasi tidak berbatu-batu, sehingga keramba mudah dipasang.
e.      Kedalaman air 30-60 cm.



6.            PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan


Dalam pembuatan kolam pemeliharaan ikan lele sebaiknya ukurannya tidak
terlalu luas. Hal ini untuk memudahkan pengontrolan dan pengawasan. Bentuk
dan  ukuran kolam pemeliharaan bervariasi,  tergantung  selera pemilik  dan
lokasinya. Tetapi sebaiknya bagian dasar dan dinding kolam dibuat permanen.


Pada minggu ke 1-6  air harus  dalam keadaan jernih kolam, bebas  dari pencemaran maupun fitoplankton. Ikan pada usia 7-9 minggu kejernihan airnya harus dipertahankan. Pada minggu 10, air dalam batas-batas tertentu masih diperbolehkan.  Kekeruhan  menunjukkan  kadar bahan padat yang melayang dalam air (plankton). Alat untuk mengukur kekeruhan air disebut secchi. Prakiraan kekeruhan air berdasarkan usia lele (minggu) sesuai angka secchi : -Usia 10-15 minggu, angka secchi = 30-50
-Usia 16-19 minggu, angka secchi = 30-40
-Usia 20-24 minggu, angka secchi = 30
6.2. Penyiapan Bibit


1.                Menyiapkan Bibit


a.         Pemilihan Induk
1.    Ciri-ciri induk lele jantan:
-Kepalanya lebih kecil dari induk ikan lele betina.
-Warna kulit dada agak tua bila dibanding induk ikan lele betina.
-Urogenital papilla (kelamin) agak  menonjol, memanjang  ke  arah belakang, terletak di belakang anus, dan warna kemerahan.
-Gerakannya lincah, tulang kepala pendek  dan  agak  gepeng (depress).
-Perutnya lebih langsing dan kenyal bila dibanding induk ikan lele betina.
-Bila bagian perut di stripping secara manual dari perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan putih kental (spermatozoa-mani).
-Kulit lebih halus dibanding induk ikan lele betina.
2.    Ciri-ciri induk lele betina
-Kepalanya lebih besar dibanding induk lele jantan. -Warna kulit dada agak terang.
-Urogenital papilla (kelamin) berbentuk oval (bulat daun), berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak di belakang anus.
- Gerakannya lambat, tulang kepala pendek dan agak cembung.
- Perutnya lebih gembung dan lunak.
- Bila bagian perut di stripping secara manual dari bagian perut ke arah ekor akan  mengeluarkan cairan kekuning-kuningan
( ovum/telur).
3.    Syarat induk lele yang baik:
-Kulitnya lebih kasar dibanding induk lele jantan.
-Induk lele diambil dari lele yang dipelihara dalam kolam sejak kecil supaya terbiasa hidup di kolam.
-Berat  badannya berkisar antara  100-200 gram, tergantung kesuburan badan dengan ukuran panjang 20-5 cm.






-Bentuk badan simetris, tidak bengkok, tidak cacat, tidak luka, dan lincah.
-Umur induk jantan di atas tujuh bulan, sedangkan  induk betina berumur satu tahun.
-Frekuensi pemijahan bisa satu bula sekali, dan sepanjang hidupnya bisa memijah lebih dari 15 kali dengan syarat apabila makanannya mengandung cukup protein.
4.    Ciri-ciri induk lele siap memijah adalah calon  induk  terlihat mulai berpasang-pasangan,  kejar-kejaran  antara  yang jantan dan yang betina. Induk tersebut segera ditangkap dan ditempatkan dalam kolam tersendiri untuk dipijahkan.
5.    Perawatan induk lele:
-Selama masa pemijahan dan masa perawatan, induk ikan lele diberi makanan yang berkadar protein tinggi seperti cincangan  daging bekicot, larva lalat/belatung, rayap atau  makanan buatan  (pellet). Ikan lele membutuhkan  pellet  dengan kadar protein yang relatif tinggi, yaitu      ± 60%. Cacing sutra kurang baik untuk makanan induk lele, karena kandungan lemaknya tinggi. Pemberian cacing sutra harus dihentikan seminggu menjelang perkawinan atau pemijahan. -Makanan diberikan pagi hari dan sore hari dengan jumlah 5-10% dari berat total ikan.
-Setelah benih berumur seminggu, induk  betina  dipisahkan, sedangkan  induk  jantan dibiarkan untuk menjaga  anak-anaknya. Induk jantan baru bisa dipindahkan apabila anak-anak lele sudah berumur 2 minggu.
-Segera pisahkan induk-induk yang mulai lemah atau yang terserang penyakit untuk segera diobati.
-Mengatur aliran air masuk yang bersih, walaupun kecepatan aliran tidak perlu deras, cukup 5-6 liter/menit.


b.          Pemijahan Tradisional
1.    Pemijahan di Kolam Pemijahan
Kolam induk:
-Kolam dapat berupa tanah seluruhnya atau tembok sebagian dengan dasar tanah.
-Luas bervariasi, minimal 50 m2.
-Kolam terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian dangkal (70%) dan bagian dalam (kubangan) 30 % dari luas kolam. Kubangan ada di bagian tengah kolam dengan kedalaman  50-60 cm,  berfungsi  untuk bersembunyi induk, bila kolam disurutkan airnya.
-Pada sisi-sisi kolam ada sarang peneluran dengan ukuran 30x30x25 cm3, dari tembok yang dasarnya dilengkapi saluran pengeluaran dari pipa  paralon diamneter  1 inchi  untuk keluarnya banih ke kolam pendederan.
 -Setiap sarang peneluran mempunyai satu lubang yang dibuat dari
pipa paralon (PVC) ukuran     ± 4 inchi untuk masuknya induk-induk
lele.
-Jarak antar sarang peneluran    ± 1 m.
-Kolam dikapur merata, lalu tebarkan pupuk kandang (kotoran ayam) sebanyak 500-750 gram/m2.
-Airi kolam sampai batas kubangan, biarkan selama 4 hari.
Kolam Rotifera (cacing bersel tunggal):
-Letak kolam rotifera di bagian atas dari kolam induk berfungi untuk menumbuhkan makanan alami ikan (rotifera).
-Kolam  rotifera  dihubungkan ke kolam induk  dengan pipa paralon untuk mengalirkan rotifera.
-Kolam rotifera diberi pupuk organik  untuk  memenuhi  persyaratan tumbuhnya rotifera.
-Luas kolam    ± 10 m2.
Pemijahan:
-Siapkan induk lele betina sebanyak 2 x jumlah sarang yang tersedia dan induk jantan sebanyak jumlah  sarang;  atau  satu pasang  per sarang; atau satu pasang per 2-4 m2 luas kolam (pilih salah satu).
-Masukkan induk yang terpilih ke kubangan, setelah kubangan diairi selama 4 hari.
-Beri/masukkan makanan yang berprotein tinggi setiap hari seperti cacing, ikan rucah, pellet dan semacamnya, dengan dosis (jumlah berat makanan) 2-3% dari berat total ikan yang ditebarkan .
-Biarkan sampai 10 hari.
-Setelah induk  dalam kolam selama  10  hari, air  dalam  kolam dinaikkan sampai 10-15 cm di atas lubang sarang peneluran atau kedalaman air dalam sarang sekitar 20-25 cm. Biarkan sampai 10 hari. Pada saat ini  induk  tak  perlu diberi makan, dan  diharapkan selama 10 hari berikutnya induk telah memijah dan bertelur. Setelah 24 jam, telur telah menetas di sarang, terkumpullah benih lele. Induk lele yang baik bertelur 2-3 bulan satu kali bila makanannya baik dan akan bertelur terus sampai umur 5 tahun.
-Benih  lele  dikeluarkan  dari sarnag ke kolam pendederan dengan cara: air kolam  disurutkan sampai batas kubangan, lalu benih dialirkan melalui pipa pengeluaran.
-Benih-benih lele yang sudah dipindahkan ke kolam pendederan diberi makanan secara  intensif,  ukuran benih  1-2 cm,  dengan kepadatan 60 -100 ekor/m2.
-Dari seekor induk lele dapat menghasilkan ± 2000 ekor benih lele.
                       Pemijahan induk lele biasanya terjadi pada sore hari atau malam hari.




2.    Pemijahan di Bak Pemijahan Secara Berpasangan
Penyiapan bak pemijahan secara berpasangan:
-Buat bak dari semen atau teraso dengan ukuran 1 x 1 m atau 1 x 2 m dan tinggi 0,6 m.
-Di dalam bak dilengkapi kotak dari kayu ukuran 25 x 40x30 cm tanpa dasar sebagai sarang pemijahan. Di bagian atas diberi lubang dan diberi tutup untuk melihat adanya telur dalam sarang. Bagian depan kotak/sarang pemijahan diberi enceng gondok supaya kotak menjadi gelap.
-Sarang pemijahan dapat dibuat pula dari tumpukan batu bata atau ember plastik atau barang bekas lain yang memungkinkan.
-Sarang bak pembenihan diberi ijuk dan kerikil untuk menempatkan telur hasil pemijahan.
-Sebelum bak digunakan, bersihkan/cuci dengan air dan bilas dengan formalin 40 % atau KMnO4 (dapat dibeli di apotik); kemudian bilas lagi dengan air bersih dan keringkan.
Pemijahan:
-Tebarkan I (satu) pasang induk dalam satu bak setelah bak diisi air
setinggi   ± 25 cm. Sebaiknya airnya mengalir. Penebaran dilakukan
pada jam 14.00–16.00.
-  Biarkan induk selama 5-10 hari, beri makanan yang intensif. Setelah
±  10 hari, diharapkan sepasang induk ini telah memijah, bertelur dan dalam waktu 24 jam telur-telur telah menetas. Telur-telur yang baik adalah yang berwarna kuning cerah.
-  Beri makanan  anak-anak lele yang masih kecil (stadium  larva) tersebut berupa kutu air atau anak nyamuk dan setelah agak besar dapat diberi cacing dan telur rebus.


3.    Pemijahan di Bak Pemijahan Secara Masal
Penyiapan bak pemijahan secara masal:
-Buat bak dari semen seluas 20 m2 atau 50 m2, ukuran 2x10 m2 atau 5x10 m2.
-Di luar bak, menempel dinding bak dibuat sarang pemijahan ukuran 30x30x30 cm3, yang dilengkapi dengan saluran pengeluaran benih dari paralon (PVC) berdiameter 1 inchi. Setiap sarang dibuatkan satu lubang dari paralon berdiameter 4 inchi.
-Dasar  sarang pemijahan diberi ijuk dan kerikil untuk tempat menempel telur hasil pemijahan.
-Sebelum digunakan, bak dikeringkan  dan dibilas dengan  larutan desinfektan atau formalin, lalu dibilas dengan air bersih; kemudian keringkan.

Pemijahan:
-Tebarkan induk lele yang terpilih  (matang  telur)  dalam  bak pembenihan sebanyak 2xjumlah sarang , induk  jantan  sama banyaknya dengan induk betina atau dapat pula ditebarkan 25-50 pasang untuk bak seluas 50 m2 (5x10 m2), setelah bak pembenihan diairi setinggi 1 m.
-Setelah 10 hari induk dalam bak, surutkan air sampai ketinggian 50- 60  cm, induk beri makan secara intensif.
- Sepuluh  hari kemudian,  air dalam  bak  dinaikkan sampai di  atas lubang sarang sehingga air dalam sarang mencapai ketinggian 20-25 cm.
-Saat  air ditinggikan diharapkan  induk-induk  berpasangan masuk
sarang pemijahan, memijah dan bertelur. Biarkan sampai ± 10 hari.
-  Sepuluh hari kemudian air disurutkan lagi, dan diperkirakan telur- telur dalam sarang  pemijahan telah menetas dan menjadi benih lele. -Benih lele dikeluarkan  melalui  saluran pengeluaran benih  untuk didederkan
di kolam pendederan.
c.          Pemijahan Buatan
Cara ini disebut   Induced Breeding atau   hypophysasi yakni merangsang
ikan lele untuk kawin dengan cara memberikan suntikan berupa cairan hormon ke dalam tubuh ikan. Hormon hipophysa berasal dari kelenjar hipophysa, yaitu hormon gonadotropin. Fungsi hormon gonadotropin: -Gametogenesis:  memacu kematangan telur dan  sperma, disebut Follicel Stimulating Hormon. Setelah 12  jam penyuntikan, telur mengalami  ovulasi (keluarnya telur dari jaringan ikat indung telur). Selama  ovulasi, perut ikan  betina akan  membengkak sedikit demi sedikit karena ovarium menyerap air. Saat itu merupakan saat yang baik untuk melakukan pengurutan perut (stripping).
-Mendorong nafsu sex (libido)


2.                 Perlakuan dan Perawatan Bibit
a.          Kolam untuk pendederan:
1.    Bentuk kolam pada minggu 1-2, lebar 50 cm, panjang 200 cm, dan tinggi  50 cm. Dinding kolam dibuat  tegak lurus, halus, dan licin, sehingga  apabila bergesekan dengan tubuh benih lele tidak akan melukai. Permukaan lantai agak  miring  menuju pembuangan  air. Kemiringan dibuat beda 3 cm di antara kedua ujung lantai, di mana yang dekat tempat pemasukan air lebih tinggi. Pada lantai dipasang pralon dengan diameter 3-5 cm dan panjang 10 m.
2.  Kira-kira 10 cm dari pengeluaran air  dipasang  saringan  yang  dijepit dengan 2 bingkai kayu tepat dengan permukaan dalam dinding kolam.
Di antara 2 bingkai dipasang selembar kasa nyamuk dari bahan plastik berukuran mess 0,5-0,7 mm, kemudian dipaku.
3.   Setiap kolam pendederan dipasang pipa pemasukan dan pipa air untuk mengeringkan kolam. Pipa  pengeluaran  dihubungkan  dengan pipa Hal.

plastik yang dapat berfungsi untuk mengatur ketinggian air kolam. Pipa plastik tersebut dikaitkan dengan suatu pengait sebagai gantungan.
4.    Minggu ketiga, benih dipindahkan  ke  kolam pendederan  yang  lain. Pengambilannya tidak boleh menggunakan jaring, tetapi dengan mengatur ketinggian pipa plastik.
5.    Kolam pendederan yang baru berukuran 100 x 200 x 50 cm, dengan bentuk dan konstruksi sama dengan yang sebelumnya.


b.          Penjarangan:
1.    Penjarangan adalah  mengurangi padat penebaran yang  dilakukan karena ikan lele berkembang ke arah lebih besar, sehingga volume ratio antara lele dengan kolam tidak seimbang.
-Apabila tidak dilakukan penjarangan dapat mengakibatkan : -Ikan berdesakan, sehingga tubuhnya akan luka.
-Terjadi perebutan ransum makanan dan suatu saat dapat memicu mumculnya  kanibalisme  (ikan yang lebih kecil dimakan oleh ikan yang lebih besar).
-Suasana kolam tidak sehat oleh menumpuknya CO2 dan NH3, dan O2 kurang sekali sehingga pertumbuhan ikan lele terhambat.
2.    Cara penjarangan pada benih ikan lele :
-Minggu 1-2, kepadatan tebar 5000 ekor/m2 -Minggu 3-4, kepadatan tebar 1125 ekor/m2
-Minggu 5-6, kepadatan tebar 525 ekor/m2
c.          Pemberian pakan:
1.    Hari pertama sampai ketiga, benih lele mendapat  makanan  dari kantong
     kuning telur (yolk sac) yang dibawa sejak menetas.
2.    Hari keempat sampai minggu kedua diberi makan zooplankton, yaitu Daphnia dan Artemia yang mempunyai protein 60%. Makanan tersebut diberikan dengan dosis 70% x biomassa setiap hari yang dibagi dalam
4  kali pemberian. Makanan  ditebar disekitar tempat pemasukan air. Kira-kira 2-3 hari sebelum  pemberian pakan zooplankton  berakhir, benih  lele harus dikenalkan  dengan makanan dalam  bentuk tepung yang berkadar protein 50%. Sedikit dari tepung  tersebut diberikan kepada benih 10-15 menit sebelum pemberian zooplankton. Makanan yang berupa teoung dapat terbuat dari campuran kuning telur, tepung udang dan sedikit bubur nestum.
3.    Minggu ketiga diberi pakan sebanyak 43% x biomassa setiap hari.
4.   Minggu keempat dan kelima diberi pakan sebanyak 32% x biomassa  setiap hari.
5.    Minggu kelima diberi pakan sebanyak 21% x biomassa setiap hari.
6.    Minggu ketiga diberi pakan sebanyak 43% x biomassa setiap hari.
7.    Minggu keenam sudah bisa dicoba dengan pemberian pelet apung.
d.          Pengepakan dan pengangkutan benih
1.    Cara tertutup:

-Kantong  plastik  yang  kuat diisi air bersih dan benih dimasukkan sedikit demi sedikit. Udara dalam plastik dikeluarkan. O2 dari tabung dimasukkan ke dalam air sampai volume udara dalam plastik 1/3–1/4 bagian. Ujung plastik segera diikat rapat.
-Plastik berisi benih lele dimasukkan dalam kardus atau peti supaya tidak mudah pecah.


2.    Cara terbuka dilakukan bila jarak tidak terlalu jauh:
-Benih lele dilaparkan terlebih dahulu agar selama pengangkutan, air tidak keruh oleh kotoran lele. (Untuk pengangkutan lebih dari 5 jam). -Tempat lele diisi dengan  air bersih, kemudian benih dimasukkan sedikit demi sedikit. Jumlahnya tergantung ukurannya. Benih ukuran 10 cm dapat diangkut dengan kepadatan maksimal 10.000/m3 atau 10 ekor/liter. Setiap 4 jam, seluruh air diganti di tempat yang teduh.
6.3. Pemeliharaan Pembesaran


1.                Pemupukan
a.         Sebelum digunakan kolam dipupuk dulu. Pemupukan bermaksud untuk menumbuhkan plankton hewani dan nabati yang menjadi makanan alami bagi benih lele.
b.         Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang (kotoran ayam) dengan dosis 500-700 gram/m2 . Dapat pula ditambah urea 15 gram/m2, TSP 20 gram/m2 , dan amonium nitrat 15 gram/m2 . Selanjutnya dibiarkan selama 3 hari.
c.         Kolam diisi kembali dengan air segar. Mula-mula 30-50 cm dan dibiarkan selama satu minggu sampai warna air kolam berubah menjadi coklat atau kehijauan yang menunjukkan mulai banyak jasad-jasad renik yang tumbuh sebagai makanan alami lele.
d.         Secara bertahap ketinggian air ditambah, sebelum benih lele ditebar.


2.                Pemberian Pakan
a.         Makanan Alami Ikan Lele
1.    Makanan alamiah yang berupa Zooplankton, larva, cacing-cacing, dan serangga air.
2.    Makanan berupa fitoplankton adalah Gomphonema spp (gol. Diatome), Anabaena spp (gol. Cyanophyta), Navicula spp  (gol.  Diatome), ankistrodesmus spp (gol. Chlorophyta).
3.    Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang berprotein.
4.    Ikan lele juga menyukai kotoran yang berasal dari kakus.
b.         Makanan Tambahan
1.    Pemeliharaan di kecomberan dapat diberi makanan tambahan berupa sisa-sisa makanan keluarga, daun kubis, tulang ikan, tulang ayam yang dihancurkan, usus ayam, dan bangkai.


2.    Campuran dedak dan ikan rucah (9:1) atau campuran bekatul, jagung, dan bekicot (2:1:1).


c.          Makanan Buatan (Pellet)
1.    Komposisi bahan (% berat): tepung ikan=27,00; bungkil  kacang kedele=20,00; tepung terigu=10,50; bungkil kacang  tanah=18,00; tepung  kacang hijau=9,00; tepung darah=5,00; dedak=9,00; vitamin=1,00; mineral=0,500;
2.    Proses pembuatan:
Dengan cara menghaluskan  bahan-bahan,  dijadikan adonan  seperti pasta, dicetak dan dikeringkan sampai kadar airnya kurang dari 10%. Penambahan lemak dapat diberikan dalam bentuk minyak yang dilumurkan pada pellet sebelum diberikan kepada lele. Lumuran minyak juga dapat memperlambat pellet tenggelam.
3.    Cara pemberian pakan:
-Pellet  mulai  dikenalkan  pada ikan lele saat umur 6 minggu dan diberikan pada ikan lele 10-15 menit sebelum pemberian makanan yang berbentuk tepung.
-Pada minggu 7 dan seterusnya sudah  dapat  langsung  diberi makanan yang berbentuk pellet.
-Hindarkan pemberian pakan pada saat terik matahari, karena suhu tinggi dapat mengurangi nafsu makan lele.


3.                 Pemberian Vaksinasi
Cara-cara vaksinasi sebelum benih ditebarkan:
a.          Untuk mencegah penyakit karena bakteri, sebelum ditebarkan, lele yang berumur 2 minggu dimasukkan dulu ke dalam larutan formalin dengan dosis 200 ppm selama 10-15 menit. Setelah divaksinasi lele tersebut akan kebal selama 6 bulan.
b.          Pencegahan  penyakit karena bakteri juga dapat dilakukan dengan menyutik dengan terramycin 1 cc untuk 1 kg induk.
c.          Pencegahan penyakit karena jamur dapat dilakukan dengan merendam lele dalam larutan Malachite Green Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit.


4.                 Pemeliharaan Kolam/Tambak


a.          Kolam diberi perlakuan pengapuran dengan dosis 25-200 gram/m2 untuk memberantas hama dan bibit penyakit.
b.          Air dalam kolam/bak dibersihkan 1 bulan sekali dengan cara mengganti semua air kotor tersebut dengan  air bersih yang telah diendapkan  2 malam.
c.          Kolam  yang  telah  terjangkiti penyakit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 200 gram/m2  selama satu minggu. Tepung kapur (CaO) ditebarkan merata di  dasar  kolam,  kemudian dibiarkan kering lebih lanjut sampai tanah dasar kolam retak-retak.


7.            HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama dan Penyakit
a.  Hama pada lele adalah binatang tingkat tinggi yang langsung mengganggu kehidupan lele.
b.  Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama  yang  sering  menyerang  lele antara lain: berang-berang, ular, katak, burung, serangga, musang air, ikan gabus dan belut.
c.   Di  pekarangan,  terutama yang ada  di perkotaan,  hama yang sering menyerang hanya katak dan kucing. Pemeliharaan lele secara intensif tidak banyak diserang hama.


Penyakit parasit adalah penyakit  yang  disebabkan oleh organisme  tingkat rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang berukuran kecil.
1.    Penyakit karena bakteri Aeromonas hydrophilla  dan Pseudomonas hydrophylla
Bentuk bakteri ini seperti batang dengan polar flage (cambuk yang terletak di ujung batang), dan cambuk ini digunakan untuk bergerak, berukuran 0,7–0,8
x 1–1,5 mikron.    
Gejala: warna tubuh menjadi gelap, kulit kesat dan timbul pendarahan,
bernafas megap-megap di  permukaan air.     
Pengendalian:
memelihara  lingkungan perairan agar  tetap bersih, termasuk  kualitas  air. Pengobatan melalui makanan antara lain: (1) Terramycine dengan dosis 50 mg/kg ikan/hari, diberikan selama 7–10 hari berturut-turut. (2) Sulphonamid sebanyak 100 mg/kg ikan/hari selama 3–4 hari.


2.                Penyakit Tuberculosis
Penyebab: bakteri   Mycobacterium fortoitum ).
Gejala: tubuh ikan berwarna
gelap, perut bengkak (karena  tubercle/bintil-bintil pada  hati,  ginjal,  dan limpa). Posisi berdiri di  permukaan  air, berputar-putar atau  miring-miring,
bintik putih di sekitar mulut dan sirip.
Pengendalian  : memperbaiki kualitas air dan lingkungan kolam.
Pengobatan: dengan Terramycin dicampur dengan makanan 5–7,5 gram
/100 kg ikan/hari selama 5–15 hari.
3.                Penyakit karena jamur/candawan Saprolegnia.
Jamur ini tumbuh menjadi saprofit pada jaringan tubuh yang mati atau ikan
yang kondisinya lemah.  
Gejala: ikan ditumbuhi sekumpulan benang halus
seperti kapas, pada daerah luka atau ikan yang sudah lemah, menyerang daerah kepala  tutup insang, sirip, dan tubuh lainnya. Penyerangan pada
telur, maka telur tersebut diliputi benang seperti kapas.
Pengendalian: benih gelondongan dan ikan dewasa direndam  pada  Malachyte  Green  Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit dan telur direndam Malachyte Green Oxalate 0,1–0,2 ppm selama 1 jam atau 5–10 ppm selama 15 menit.


4.                Penyakit Bintik Putih dan Gatal/Trichodiniasis
Penyebab: parasit dari golongan Ciliata, bentuknya bulat, kadang-kadang
amuboid, mempunyai inti berbentuk tapal kuda, disebut Ichthyophthirius multifilis.       
Gejala: (1) ikan yang diserang sangat lemah dan selalu timbul di
permukaan air; (2) terdapat bintik-bintik berwarna putih pada kulit, sirip dan insang; (3) ikan sering menggosok-gosokkan tubuh pada dasar atau dinding
kolam.    
Pengendalian: air harus dijaga  kualitas dan  kuantitasnya.
Pengobatan: dengan cara  perendaman ikan yang terkena infeksi pada
campuran larutan Formalin  25 cc/m3 dengan larutan Malachyte Green Oxalate 0,1 gram/m3 selama  12–24 jam, kemudian ikan diberi air  yang segar. Pengobatan diulang setelah 3 hari.


5.                Penyakit Cacing Trematoda
Penyebab: cacing kecil Gyrodactylus  dan  Dactylogyrus.  Cacing
Dactylogyrus  menyerang insang, sedangkan cacing Gyrodactylus
menyerang kulit dan sirip.   
Gejala: insang yang dirusak menjadi luka-luka,
kemudian  timbul pendarahan yang akibatnya pernafasan terganggu.
Pengendalian: (1) direndam Formalin 250 cc/m3  air selama 15 menit; (2)
Methyline Blue 3 ppm selama 24 jam; (3) mencelupkan tubuh ikan ke dalam
larutan Kalium  -Permanganat  (KMnO   4)   0,01%  selama   ± 30  menit; (4)
memakai larutan NaCl 2% selama ± 30 menit;  (5) dapat juga memakai
larutan NH4OH 0,5% selama ± 10 menit.
6.                Parasit Hirudinae
Penyebab: lintah Hirudinae, cacing berwarna merah  kecoklatan.      
Gejala: pertumbuhannya lambat, karena  darah  terhisap oleh parasit,  sehingga menyebabkan anemia/kurang darah. Pengendalian :  selalu diamati pada saat mengurangi padat tebar dan dengan larutan Diterex 0,5 ppm.

7.2. Hama Kolam/Tambak


Apabila lele  menunjukkan  tanda-tanda sakit,  harus  dikontrol faktor penyebabnya, kemudian kondisi tersebut harus segera diubah, misalnya :
1.  Bila  suhu terlalu tinggi, kolam  diberi peneduh sementara dan air diganti dengan yang suhunya lebih dingin.
2.   Bila pH terlalu rendah, diberi larutan kapur 10 gram/100 l air.
3.  Bila kandungan gas-gas beracun (H    2S, CO2), maka air harus segera diganti.
4.   Bila makanan kurang, harus ditambah dosis makanannya.

8.            PANEN
8.1. Penangkapan


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan:
1.  Lele dipanen pada umur 6-8 bulan, kecuali bila dikehendaki, sewaktu-waktu dapat dipanen. Berat rata-rata pada umur tersebut sekitar 200 gram/ekor.
2.  Pada lele Dumbo, pemanenan dapat dilakukan pada masa pemeliharaan 3-4 bulan dengan berat 200-300 gram per ekornya. Apabila waktu pemeliharaan ditambah 5-6 bulan akan mencapai berat 1-2 kg dengan panjang 60-70 cm.
3.  Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari supaya lele tidak terlalu kepanasan.
4.  Kolam dikeringkan sebagian saja dan ikan ditangkap dengan menggunakan seser halus, tangan, lambit, tangguh atau jaring.
5.                           Bila penangkapan menggunakan pancing, biarkan lele lapar lebih dahulu.
6.  Bila penangkapan menggunakan jaring, pemanenan dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan, sehingga lele mudah ditangkap.
7.                Setelah dipanen, piaralah dulu lele tersebut di dalam tong/bak/hapa selama
1-2 hari tanpa diberi makan agar bau tanah dan bau amisnya hilang.
8.                Lakukanlah penimbangan secepat mungkin dan cukup satu kali.
8.2. Pembersihan


Setelah ikan lele dipanen, kolam harus dibersihkan dengan cara:
1.  Kolam dibersihkan  dengan cara menyiramkan/memasukkan larutan  kapur sebanyak 20-200 gram/m2  pada dinding kolam sampai rata.
2.   Penyiraman dilanjutkan dengan  larutan formalin  40% atau  larutan permanganat kalikus (PK) dengan cara yang sama.
3.  Kolam dibilas dengan air bersih dan dipanaskan atau dikeringkan dengan sinar matahari langsung. Hal ini dilakukan untuk membunuh penyakit yang ada di kolam.



9.            PASCAPANEN


1.  Setelah  dipanen,  lele  dibersihkan dari lumpur dan isi perutnya. Sebelum dibersihkan sebaiknya lele  dimatikan  terlebih dulu  dengan memukul kepalanya memakai muntu atau kayu.
2.  Saat mengeluarkan kotoran, jangan sampai memecahkan empedu, karena dapat menyebabkan daging terasa pahit.
3.  Setelah isi perut dikeluarkan, ikan lele dapat dimanfaatkan untuk berbagai ragam masakan.



11.        DAFTAR PUSTAKA


1.                Arifin, M.Z. 1991. Budidaya lele. Dohara prize. Semarang.
2.  Djamiko, H., Rusdi, T. 1986. Lele. Budidaya, Hasil Olah dan Analisa Usaha. C.V. Simplex. Jakarta.
3.   Djatmika, D.H., Farlina, Sugiharti, E. 1986. Usaha Budidaya Ikan Lele. C.V. Simplex. Jakarta.
4.   Najiyati,  S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam  Taman.  Penerbit Swadaya. Jakarta.
5.   Simanjutak,  R.H.  1996.  Pembudidayaan Ikan Lele Lokal dan Dumbo. Bhratara. Jakarta.
6.  Soetomo, M.H.A. 1987.  Teknik  Budidaya Ikan  Lele Dumbo. Sinar Baru. Bandung.
7.                Susanto, H. 1987. Budidaya ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta.



Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas Editor : Kemal Prihatman


















































  

0 komentar:

Posting Komentar