Jumat, 30 Oktober 2015

PEMBUATAN KERUPUK IKAN LELE



PEMBUATAN   KERUPUK  IKAN LELE


Kerupuk ikan termasuk salah satu produk yang banyak disukai masyarakat Indonesia karena rasanya enak, renyah, tahan lama, mudah dibawa dan disimpan serta dapat dinikmati kapan saja.
            Untuk mendapatkan hasil yang baik, dibutuhkan bahan baku daging ikan yang masih segar. Bila bahan baku yang digunakan kurang baik kesegarannya akan mempengaruhi rasa, rupa dan bau yang dihasilkan.
            Pembuatan kerupuk ikan lele mudah dilakukan dan murah biayanya sehingga dapat dikembangkan sebagai salah satu kegiatan usaha untuk menambah penghasilan.

Ø Pembuatan Krupuk Ikan Lele
1.  Bahan yang diperlukan :
- Daging ikan lele tanpa tulang 500g
- Tepung tapioka 500g
- Minyak goreng secukupnya
- Air 100 ml
- Gula secukupnya
- Garam secukupnya
- Telur bebek 2 butir
- Plastik pembungkus
- Tali karet atau benang

2. Peralatan :
- Kompor
- Dandang
- Gilingan daging
- Penumbuk
- Baskom plastik
- Pisau
- Talenan

Ø Cara membuat :

a.    Bersihkan ikan lele dari sirip, kepala, patil dan isi perutnya lalu cuci bersih.
b.    Kukus ikan lele hingga matang, kemudian dinginkan.
c.    Haluskan daging dengan gilingan daging atau tumbuk.
d.    Campurkan tepung tapioka dengan air sedikit demi sedikit, lalu masukkan daging ikan lele halus, gula, garam, dan telur bebek.
e.    Aduk dan uleni campuran bahan tersebut hingga kalis.
f.     Masukkan adonan ke dalam plastik  dan kukus hingga matang lalu angkat dan dinginkan (dalam suhu ruang) selama 1-2 hari.
g.    Iris tipis adonan yang telah dikukus (1-2 mm), lalu jemur diatas rak / para-para penjemuran hingga kering dengan menggunakan sinar matahari/mesin pengering.
h.    Kerupuk lele kering siap dikemas dan dijual mentah.
i.      Kerupuk dapat juga digoreng dan dikemas, kemudian dijual dalam bentuk matang.







Rabu, 28 Oktober 2015

POLA NATALITAS IKAN CAKALANG



POLA NATALITAS IKAN CAKALANG

            Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu jenis sumber daya perikanan terpenting baik sebagai komoditi ekspor maupun sebagai bahan konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu peranannya di dalam penambahan devisa negara cukup berarti. Di negara-negara maju antara lain Jepang, Korea dan Amerika Serikat, penelitian terhadap ikan cakalang sudah dilakukan, baik menyangkut aspek biologi, distribusi maupun teknik penangkapannya. Di Indonesia, penelitian seperti itu belum banyak dilakukan sehingga informasi yang tersedia masih kurang sekali (Matsumoto et al. dalam Wouthuyzen et al. 1990).
            Hal ini disebabkan karena selama ini perhatian lebih dipusatkan pada masalah penangkapan. Kegiatan penelitian biologinya baru berkembang beberapa tahun terakhir ini. Padahal informasi mengenai biologi adalah sangat penting terutama bagi pihak yang berkepentingan. Berdasarkan atas kenyataan tersebut, maka penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk melihat beberapa aspek biologi, yaitu makanan dan  ebiasaan makan, tingkat kematangan gonad, perbandingan kelamin dan fekunditas.

Gambar. Ikan Cakalang

            Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) adalah ikan berukuran sedang dari familia Scombridae (tuna). Satu-satunya spesies dari genus Katsuwonus. Cakalang terbesar, panjang tubuhnya bisa mencapai 1 m dengan berat lebih dari 18 kg. Cakalang yang banyak tertangkap berukuran panjang sekitar 50 cm. Nama-nama lainnya di antaranya cakalan, cakang, kausa, kambojo, karamojo, turingan, dan ada pula yang menyebutnya tongkol. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai skipjack tuna.
            Cakalang dikenal sebagai perenang cepat di laut zona pelagik. Ikan ini umum dijumpai di laut tropis dan subtropis di Samudera Hindia, Samudera pAsifik, dan Samudera Atlantik. Cakalang tidak ditemukan di utara Laut Tengah. Hidup bergerombol dalam kawanan berjumlah besar (hingga 50 ribu ekor ikan). Makanan mereka berupa ikan,krustasea, cephalopoda, dan moluska. Cakalang merupakan mangsa penting bagi ikan-ikan besar di zona pelagik, termasuk hiu.
            Tubuh berbentuk memanjang dan agak bulat, dengan dua sirip punggung yang terpisah. Sirip punggung pertama terdiri dari 14-16 jari-jari tajam. Sirip punggung kedua yang terdiri dari 14-15 jari-jari lunak. Sirip dubur berjumlah 14-15 jari-jari. Bagian punggung berwarna biru keungu-unguan hingga gelap. Bagian perut dan bagian bawah berwarna keperakan, dengan 4 hingga 6 garis-garis berwarna hitam yang memanjang di samping badan. Badan tidak memiliki sisik kecuali pada bagian barut badan (corselet) dan garis lateral.
Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
            Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan untuk eksistensi hidup dan keturunannya. Ikan mengadakan migrasi dengan tujuan untuk pemijahan, mencari makanan dan mencari daerah yang cocok untuk kelangsungan hidupnya. Migrasi ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor eksternal (berupa faktor lingkungan yang secara langsung atau tidak langsung berperan dalam migrasi ikan) maupun internal (faktor yang terdapat dalam tubuh ikan).

Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi:
Faktor Eksternal
  Bimbingan ikan yang lebih dewasa
     Ikan mampu melakukan migrasi untuk kembali ke daerah asal karena adanya bimbingan dari ikan yang lebih tua.
·      Faktor eksternal yang menyebabkan pola natalitas ikan cakalang terjadi diantaranya :
– Suhu
– Bau perairan
– Intensitas cahaya
– Arus
– Salinitas
– Matahari, dan
– Musim
Faktor Internal
·  Faktor internal yang menjadi penyebab pola natalitas pada ikan cakalang dintaranya:
– Kematangan gonad
– Kelenjar- kelenjar internal
– Insting
– Aktifitas renang
– Ketersediaan pakan
            Faktor lain yang menyababkan pola natalitas pada ikan cakalang adalah kepadatan populasi yang terjadi pada suatu wilayah perairan yang merupakan habitat bagi ikan cakalang serta penangkapan yang terjadi yang di lakukan oleh para nelayan. Hal ini dikarenakan ikan cakalang merupakan ikan yang dapat dimanfaatkansebagai bahan pangan bagi manusia.

Sumber;

Selasa, 27 Oktober 2015

Bioteknologi dalam Bidang Budidaya Perikanan dan Perkembangannya



Bioteknologi dalam Bidang Budidaya Perikanan dan Perkembangannya

            Bioteknologi adalah penggunaan biokimia, mikrobiologi, dan rekayasa genetika secara terpadu, untuk menghasilkan barang atau lainnya bagi kepentingan manusia. Biokimia mempelajari struktur kimiawi organisme. Rekayasa genetika adalah aplikasi genetik dengan mentransplantasi gen dari satu organisme ke organisme lain.
Ciri utama bioteknologi adalah :
1)  Adanya benda biologi berupa mikroba, tumbuhan atau hewan;
2)  Adanya pendayagunaan secara teknologi dan industri;
3)  Produk yang dihasilkan adalah hasil ekstraksi dan pemurnian.

            Bioteknologi telah berkembang pesat, terutama dalam bidang kedokteran, pengelolaan lingkungan, produksi pangan dan pertanian. Dalam bidang kedokteran, bioteknologi telah mengembangkan obat-obatan berbasis bioteknologi Insulin yang dihasilkan secara bioteknologi sudah terbukti dapat mengobati diabetes; hormon pertumbuhan yang diproduksi dengan menggunakan bioteknologi ternyata mampu menyembuhkan gangguan pertumbuhan serta mempercepat penyembuhan luka; juga telah berhasil dikembangkan vaksin pencegahan penyakit hepatitis B. Saat ini dapat mengatasi penyakit dengan melakukan pengubahan terhadap susunan gen-gen yang termutasi. Produksi hormon insulin untuk pengidap diabetes mellitus juga adanya pra-Implantasi Genetik Diagnosis yang memungkinkan stem cells memproduksi sel-sel yang dibutuhkan. Contohnya kasus Molly, gadis berusia 6 tahun yang merupakan anak tunggal dan orang tuanya menginginkan cara yang benar-benar aman untuk menghindarkan putrinya dari penyakit leukimia. Dengan metode ini akhirnya memacu sumsum tulang belakang untuk menghasilkan sel darah.

·      Bioteknologi Perikanan
            Bioteknologi perikanan adalah bioteknologi yang ditekankan khusus pada bidang perikanan. Penerapan bioteknologi dalam bidang perikanan sangat luas, mulai dari rekayasa media budidaya, ikan, hingga pascapanen hasil perikanan. Pemanfaatan mikroba telah terbukti mampu mempertahankan kualitas media budidaya sehingga aman untuk digunakan sebagai media budidaya ikan.
            Bioteknologi telah menciptakan ikan berkarakter genetis khas yang dihasilkan melalui rekayasa gen. Melalui rekayasa gen, dapat diciptakan ikan yang tumbuh cepat, warnanya menarik, dagingnya tebal, tahan penyakit dan sebagainya. Pada tahap pascapanen hasil perikanan, bioteknologi mampu mengubah ikan melalui proses transformasi biologi hingga dihasilkan produk yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Sudah sejak abad 11, manusia sebetulnya menggunakan prinsip dasar ini.
            Pembuatan pangan seperti peda, kecap ikan, terasi ikan merupakan hasil bioteknologi. Ketahanan pangan merupakan isu global yang sekarang sedang ramai dibicarakan. Alasannya jelas, pada tahun 2033 populasi manusia di dunia akan mencapai sektar 12 miliar jiwa. Sebagian besar penduduk tersebut adal di benua Asia. Berdasarkan hal tersebut, diperkirakan pada tahun 2010 kebutuhan pangan penduduk Asia akan melampaui persediaan yang ada. Kondisi ini membuat Negara Indonesia harus bekerjakeras memenuhi kebutuhan pangannya, sehingga peristiwa kelangkaan pangan di atas tidak perlu dialami. Langkah pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan sudah mulai terlihat, salah satu komitmennya adalah meningkatkan produksi ikan menjadi tiga kali lipat dari periode sebelumnya.
            Bioteknologi merupakan penggunaan sistem biologi atau organisme hidup dalam proses produksi. Bioteknologi memiliki cakupan manfaat yang luas bagi dunia perikanan dan budidaya ikan. Manfaat tersebut diantaranya, meningkatkan tingkat pertumbuhan ikan budidaya, meningkatkan nilai gizi pada pakan ikan, meningkatkan kesehatan ikan, membantu memperbaiki dan melindungi lingkungan, memperluas cakupan jenis ikan, meningkatkan pengelolaan dan konservasi ketersediaan benih di alam. Terdapat beberapa bioteknologi sederhana yang sudah diterapkan sejak lama seperti pemupukan kolam untuk meningkatkan ketersediaan pakan. Sedangkan yang lain merupakan teknologi maju yang memanfaatkan pengetahuan biologi molekul dan genetik seperti rekayasa genetik dan diagnosa penyakit melalui DNA.
            Tujuan utama penerapan bioteknologi genetik pada ikan adalah untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan. Namun bisa juga digunakan untuk meningkatkan daya tahan terhadap penyakit dan lingkungan. Terdapat beberapa teknik bioteknologi yang sudah diterapkan pada ikan budidaya.

Pembenihan Selektif
            Pembenihan selektif, yang merupakan pembenihan ikan secara tradisional, pertama kali dikembangkan pada ikan mas ribuan tahun yang lalu. Namun sampai sekarang pembenihan selektif hanya diterapkan pada ikan untuk konsumsi seperti ikan nila, catfish, dan trout sehingga masih banyak ikan budidaya yang pembenihannya seperti di perairan umum. Program pembenihan secara selektif telah memberikan peningkatan hasil dan pendapatan yang setabil contohnya terdapat peningkatan tingkat pertumbuhan 5-20% pada ikan budidaya seperti Salmon, Nila dan catfish.

Manipulasi
            Manipulasi pada bentuk kromosom merupakan teknik yang bisa digunakan untuk menghasilkan organisme ‘triploid’ yaitu organisme dengan tiga bentuk kromosom dimana biasanya suatu organisme cuma memiliki dua bentuk. Triploid umumnya tidak bisa bereproduksi sehingga ada pemikiran bahwa energi yang dimiliki akan sepenuhnya digunakan untuk meningkatkan perkembangan suatu organisme walaupun belum ada bukti yang menguatkan pemikiran tersebut. Keuntungan triploid lebih terlihat pada fungsi sterilitasnya meskipun tidak mencapai 100%. Contohnya, tiram triploid tidak dapat memproduksi gonad sehingga dapat dipasarkan sepanjang tahun. Hal ini disebabkan produksi gamet (sel kelamin, ovum atau telur pada betina dan sperma pada jantan) membuat tiram yang matang gonad memiliki rasa yang tidak enak.

Budidaya Sejenis (monosex culture)
            Dalam budidaya perikanan, budidaya sejenis (monosex culture) biasanya lebih menguntungkan dari pada budidaya lainnya. Sebagai contoh, Ikan sturgeon betina menghasilkan caviar, ikan nila jantan tumbuh lebih cepat daripada betina, ikan salmon dan trout betina lebih cepat tumbuh daripada ikan jantan. Produksi ikan secara monosek memberikan banyak keuntungan dan dapat dilakukan dengan cara memanipulasi perkembangan gamet dan embrio. Pemanipulasian dilakukan dalam bentuk denaturalisasi DNA sel kelamin yang dilanjutkan dengan manipulasi bentuk kromosom atau sex reversal menggunakan hormon dan tindakan pembenihan.
            Penggunaan hormon yang tepat dengan ketat dapat merubah sifat fenotip kelamin ikan. Contohnya, secara genetik ikan nila jantan akan berubah secara fisik menjadi betina dengan pemberian hormon estrogen. Ikan-ikan jantan ini dikawinkan dengan ikan jantan alami untuk menghasilkan semua anakan ikan nila jantan yang tumbuh lebih cepat dan dapat menghindari perkawinan yang tidak diinginkan yang biasa terjadi pada budidaya nila secara multi-sex. Pada budidaya ikan nila multi-sex, perkawinan ikan-ikan berukuran kecil sering terjadi dan menyebabkan kepadatan yang berlebih. Beberapa anakan jantan dari proses ini memiliki dua kromosom jantan sehingga dapat dijadikan sebagai induk untuk pembenihan selanjutnya. Manfaat besar dari teknik ini yaitu semua populasi jantan bisa diproduksi untuk generasi seterusnya tanpa menggunakan hormon.

Hibridasi
Hibridasi merupakan bioteknologi genetik yang semakin mudah dilakukan dengan berkembangnya teknik pembenihan buatan seperti penggunaan kelenjar hipopisa atau hormon lainnya yang merangsang perkembangan gamet dan mendorong pemijahan (pengeluaran telur ikan). Peningkatan pemahaman faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi reproduksi seperti lamanya penyinaran matahari, suhu atau arus air telah memainkan peranan penting dalam peningkatan program pembenihan. Sekarang pembudidaya ikan dapat mengatasi rahasia mekanisme reproduksi ikan secara alami di perairan umum. Hibridasi bisa digunakan juga untuk menghasilkan anakan satu jenis kelamin (Hibridasi pada ikan nila Nile dan Nila biru).

Peningkatan Teknologi
            Peningkatan teknologi reproduksi ikan telah banyak membantu pembudidaya dalam usaha membudidayakan ikan. Selain itu, dengan adanya kemampuan untuk mengatasi kendala alam dan masa memijah, pembudidaya bisa mengawinkan ikan lebih banyak pada saat-saat nilai jual ikan tinggi dan juga menjamin ketersediaan ikan di pasar.

Perkembangan Teknologi Transgenik
            Rekayasa genetik merupakan sebuah istilah yang samar dan pengertiannya menjadi hampir mirip dengan transgenik (transfer gen) seperti ikan trangenik atau Modifikasi Organisme secara Genetik (GMOs). Teknologi ini sedang berkembang dengan cepat dan memungkinkan merubah gen-gen species yang memiliki keterikatan yang jauh; contohnya, sebuah gen yang menghasilkan protein anti-beku telah ditransfer dari ikan laut yang tahan dingin ke buah strawberry. Transfer gen pada ikan biasanya mencakup gen yang menghasilkan hormon pertumbuhan dan hal ini telah dibuktikan dengan peningkatan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada ikan mas, catfish, salmom, ikan nila, mudloach,dan trout. Gen anti-beku yang diterapkan pada tanaman juga diterapkan pada ikan salmon dengan harapan dapat memperluas pembudidayaan ikan tersebut. Produksi protein gen ini tidak cukup untuk memperluas jangkauan ikan salmon di perairan dingin tetapi gen ini memungkinkan salmon untuk terus berkembang selama musim dingin dimana ikan salmon non-transgenik tidak akan berkembang. Teknologi transgenik saat ini masih dalam taraf penelitian dan pengembangan; belum ada ikan ataupun tanaman transgenik yang tersedia untuk dikonsumsi.
            Menurut Sumantadinata (1988), batasan dari bioteknologi bidang akuakultur adalah memiliki cakupan yang luas, salah satu yang umum digunakan adalah suatu kegiatan menerapkan prinsip-prinsip ilmiah dan rekayasa dalam mengolah bahan dari unsur hayati untuk penyediaan barang dan jasa.  Dalam bidang budidaya ikan hias, khususnya dalam pembenihan, prinsip biologi adalah sebagai sarana upaya untuk penyediaan induk dan benih ikan hias yang berkualitas.
            Salah satu penyebab rendahnya produksi perikanan Indonesia adalah kemampuan mengolahnya. Sekitar 20-25 persen produk perikanan tidak dapat dimanfaatkan karena tidak diolah atau mengalami pembusukan. Ini berarti satu juta ton ikan terbuang percuma.
Beberapa kendala dialami oleh pengusaha pengolah hasil perikanan untuk menekan persentase ikan yang tidak dapat dimanfaatkan. Kendala tersebut mulai dari kondisi bahan baku, teknologi pengolahan, sumberdaya manusia dan tingkat konsumsi ikan.
Bioteknologi Pengolahan Hasil Perikanan (BPHP) merupakan cabang dari bioteknologi pangan yang sudah lama diterapkan oleh masyarakat Indonesia untuk mengolah hasil perikanan. Beberapa produk yang telah dihasilkan masyarakat melalui penerapan bioteknologi antara lain peda, kecap ikan, bekasem, bekasang, terasi dan silase. Meskipun mereka tidak memahami prinsip ilmiah yang mendasarinya, para pengolah ikan telah memanfaatkan bioteknologi selama berabad-abad untuk membuat pangan berbahan baku ikan.
            Secara garis besarnya BPHP adalah salah satu teknologi untuk mengolah hasil perikanan menggunakan jasa mahluk hidup, yaitu mikroba. Salah satu sifat mikroba yang menjadi dasar penggunaan BPHP adalah kemampuannya merombak senyawa kompleks menjadi senyawa lebih sederhana, sehingga dihasilkan pangan berbentuk padat, semi padat dan cair.
            Mikroba memiliki kemampuan merombak senyawa kompleks (protein, lemak dan karbohidrat) menjadi senyawa lebih sederhana (asam amino, asam lemak dan glukosa). Perombakan demikian telah merombak hasil perikanan menjadi pangan yang aman dikonsumsi manusia. Apabila tidak segera dihentikan, mikroba akan merombak senyawa sederhana tersebut menjadi ammonia, hidrogen sulfida, keton dan alkohol. Perubahan tersebut menjadikan pangan tersebut tidak layak lagi dikonsumsi.