PEMBESARAN
BANDENG
1. Pemilihan
Lokasi
Pemilihan lokasi merupakan hal yang
paling vital dalam pembuatan suatu tambak.Kesalahan dalam menentukan lokasi
tambak akan mengakibatkan kerugian tidak hanya biaya dan tenaga tetapi juga
kerugian waktu. Kasus akibat kesalahan
pemilihan lokasi, yaitu tidak berproduksinya suatu tambak setelah dibangun
karena tidak dapat diairi, sulit mendapatkan sarana produksi atau sulit
mendapatkan tenaga kerja. Lokasi pertambakan hendaknya harus baik dalam pemilihan letak lokasinya yaitu dalam
pemilihan lokasinya terletak di tepi jalan dan mudah dijangkau serta tidak
terlalu jauh dari pemukiman penduduk. Hal ini didukung oleh pendapat Ditjenkan
(1994), bahwa pemilihan lokasi untuk
pembesaran bandeng haruslah memenuhi syarat-syarat :
a. Segi Sosial
Ekonomi
1. Dekat dengan jalan
umum, dimaksudkan untuk memudahkan dalam transportasinya
sehinga dapat menghemat ongkos produksi.
2. Dekat dengan
rumah, agar mudah dalam pengawasannya.
3. Daerah
pengembangan budidaya ikan, bertujuan untuk memudahkan dalam memasarkan hasil.
4. Keamanan terjamin, bebas dari gangguan baik gangguan
dari manusia jahil atau
gangguan dari hewan-hewan pengganggu.
5. Perkembangan kota
dan industri, lokasi pertambakan tidak terkena daerah pemekaran kota dan bebas
dari limbah industri.
6. Mudah mendapatkan tenaga kerja, tenaga haruslah terampil
dalam mengurus ikan dan diharapakan yang menguasai teknik perikanan.
b. Segi Teknik
1. Sumber Air
Sumber air dalam kegiatan
pembesaran ini menjadi bagian yang vital.
2. Penyediaan Nener
Benih bandeng dalam setiap pertumbuhannya mempunyai ukuran
yang berbeda. Hal inilah yang membuat para pengumpul/pedagang memberi nama pada
setaip ukuran benih untuk mempermudah penjualannya ke konsumen.
Berikut nama-nama benih beserta ukurannya menurut Ismail et
al.(1998), yaitu :
a. Telur : berdiameter 1,10 – 2,25 mm
b. Larva : telur yang baru menetas sampai berumur 30
hari.
c. Nener
: benih dengan ukuran 1 – 1,5 cm.
d. Seasem
: benih dengan ukuran 2 – 3 cm.
e. Segilang
: benih dengan ukuran 4 – 5 cm.
f. Sogok : benih dengan ukuran 5 – 7,5 cm.
g. Fingerling : benih dengan ukuran 12 - 13 cm, sering
disebut juga muda atau yuwana.
Nener yang akan digunakan dalam setiap kegiatan budidaya
menurut Ditjenkan (1991), merupakan nener yang sehat dan mempunyai kiteria,
sebagai berikut :
a. Mempunyai
kebiasaan berenang bergerombol menuju satu arah mengikuti arah jarum jam atau
sebaliknya.
b. Memiliki daya
renang yang lebih lincah/agresif. Gerakan lamban atau tidak teratur menandakan
bahwa nener tersebut kurang sehat.
c. Cepat mengadakan
reaksi apabila ada kegiatan pada wadah pengangkutannya.
Reaksi yang lamban menandakan nener kurang sehat. Hal ini
dapat disebabkan oleh kondisi pengangkutan yang terlalu lama atau kurang
tersedianya pakan.
3. Persiapan
Pembesaran
- Pembagian Petak
Tambak
Bandeng dalam pertumbuhannya mempunyai tahapan-tahapan,
dimana tahapan tersebut dibagi dalam beberapa petakan yang berbeda, yaitu :
a. Petak Pendederan (nursery pond)
Luas petakan untuk pendederan adalah 600 m2 dengan bentuk
segi panjang dan berdinding beton. Petak ini berfungsi untuk membesarkan atau
merawat nener selama 30 hari (Hadie dan Supriatna, 2000). Pemeliharaan selama
di petak pendederan, nener mendapatkan makanan
dari klekap yang tumbuh dipetak tersebut dan salah satu proses penumbuhan pakan
alami yang sangat vital adalah pengeringan. Pengeringan tanah merupakan kunci
keberhasilan dalam penumbuhan pakan alami atau klekap, apabila tanah sudah
terlihat retak-retak atau saat kita berjalan
di atas tanah tersebut, tanah akan turun 2 cm maka pengeringan sudah dianggap
cukup. Selanjutnya adalah pengisian air secara bertahap dengan kedalaman air 10
cm yang dilanjutkan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik, yaitu : urea
sebanyak 0,5 g/m2 dan NPK 20g/m2. Setelah pertumbuhan klekap dianggap cukup
pengisian air berikutnya dinaikkan menjadi 40 cm. Padat penebaran nener pada
petak pendederan ini, yaitu 50 ekor/m2. Selama waktu pemeliharaan 30 hari,
nener telah tumbuh dan panjangnya mencapai ± 5 – 8 cm, berat 1,85 g/ekor dan
siap ditebarkan ke dalam petak penggelondongan
(buyaran).
b. Petak Penggelondongan (transition/fingerling pond)
Berbeda dengan petak pendederan maka petak penggelondongan
ini lebih luas dan lebih dalam. Luas petak yang digunakan yaitu 1.000 m2 dengan
ketingian air 70 cm. Petak penggelondongan ini menurut Hadie dan Supriatna
(2000), fungsinya adalah sebagai tempat
membesarkan nener hasil dari petak pendederan sampai tumbuh menjadi
gelondongan dengan ukuran 16 cm yang dicapai selama waktu pemeliharaan 30 hari.
Padat penebaran nener pada petak ini lebih kecil dari petak pendederan, yaitu 5 ekor/ m2. Nener pun mulai
diberikan pakan buatan yang sesuai dengan bukaan mulutnya, adapun pakan yang
digunakan untuk nener dalam penggelondongan ini adalah dengan ukuran diameter
pellet 3,3 mm. Proses pemindahan gelondongan dilakukan dengan cara menjaring
ikan ke salah satu sudut kolam menggunakan
waring, kemudian gelondongan muda ini dimasukkan ke dalam hapa lalu dihitung
jumlahnya. Selanjutnya di lakukan pengangkutan dengan menggunakan kantong
plastik yang telah diisi air. Tahap berikutnya
adalah penebaran gelondongan ke dalam petak pembesaran (rearing pond) melalui proses aklimatisasi.
c. Petak Pembesaran
(rearing pond)
Luas petakan yang digunakan 2.000 m2 dengan padat tebar 5
ekor/m2 sehingga jumlah gelondongan yang tebar sebanyak 10.000 ekor. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ahmad dan Yakob (1998), bahwa luas petakan sebaiknya
tidak lebih dari 0,5 ha dan berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar.
Bentuk empat persegi panjang merupakan bentuk ideal karena
memudahkan pada saat menggerakkan alat panen (Idel dan Wibowo, 1996). Petak
pembesaran ini fungsinya hampir sama dengan fungsi petak penggelondongan dan
menurut Hadie dan Supriatna (2000), petak pembesaran merupakan tempat terakhir pemeliharaan ikan untuk menjadi ukuran konsumsi.
Pakan yang diberikan pakan untuk nener di petak pembesaran ini pakannya berupa
pakan buatan sama seperti pakan yang digunakan penggelondongan.
Persiapan Tambak
Sebelum dilakukan kegiatan
pemeliharaan, tambak yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu.
Persiapan tambak dilakukan untuk membuang sisa bahan beracun dan bibit
penyakit. Kegiatan selama proses persiapan tambak ini antara lain, yaitu :
pengeringan atau pengurasan tambak,
perbaikan pematang, pengapuran dan pemupukan serta pengisian air yang dilakukan
secara bertahap.
Air diisi secara bertahap dengan
tujuan agar kotoran yang terbawa masuk ke dalam tambak bisa diendapkan terlebih
dahulu dan untuk menstabilkan suhu air di dalam tambak. Sehingga saat nener
dimasukkan suhu air tambak sudah stabil. Waktu yang biasanya dibutuhkan dalam
mempersiapkan tambak yaitu selama kurang lebih
14 hari.
Penebaran
Penebaran gelondongan dilakukan
pada pagi hari saat suhu masih rendah untuk menghindari agar ikan tidak
mengalami stress dan dapat menekan tingkat mortalitas. Suhu air tambak pada
saat penebaran adalah 27 0C dengan nilai pH 6,8 dan salinitasnya 10 ppt. Hal
yang harus diperhatikan sebelum penebaran
adalah kesehatan dan vitalitasnya. Penebaran gelondongan ini melalui proses
aklimatisasi (Ditjenkan, 1994) yang meliputi suhu, salinitas dan pH. Ukuran
gelondongan pada saat ditebar yaitu 40 g/ekor dan panjangnya 16 cm dengan jumlah penebaran 10.000 ekor. Aklimatisasi suhu
dilakukan dengan cara mengapungkan kantong plastik dipermukaan air selama
kurang lebih 15 menit atau sampai permukaan dalam plastik mengembun, sedangkan
aklimatisasi terhadap peubah lingkungan dilakukan dengan
memasukkan air sedikit demi sedikit sampai ikan keluar dari kantong plastik
dengan sendirinya .
Selain waktu dan cara penebaran,
hal lain yang harus diperhatikan adalah padat penebaran. Padat penebaran harus
disesuaikan dengan daya dukung lahan (carrying capacity). Sebelum penebaran
jumlah gelondongan yang akan ditebar dihitung jumlahnya. Padat tebar
gelondongan pada petak pembesaran ini adalah 5
ekor/m2. Padat penebaran ini sesuai dengan pendapat William et al., (1987)
dalam Mayunar (2002), bahwa dengan padat penebaran tinggi akan meningkatkan
resiko kematian dan memperlambat pertumbuhan bobot individu. Selain itu, akan terjadi kompetisi terhadap kebutuhan
makanan, ruang gerak, dan kondisi lingkungan.