Artemia (Artemia salina)
merupakan pakan bagi larva udang dan ikan yang banyak digunakan oleh
perusahaan-perusahaan pembenihan udang dan ikan (hatchery). Artemia merupakan
jenis crustaceae tingkat rendah dari phylum arthropoda yang memiliki kandungan
nutrisi cukup tinggi seperti karbohidrat, lemak, protein dan asam-asam amino.
Benih ikan dan udang pada stadium awal mempunyai saluran pencernaan yang masih
sangat sederhana sehingga memerlukan nutrisi pakan jasad renik yang mengandung
nilai gizi tinggi. Nauplius artemia mempunyai kandungan protein hingga 63 %
dari berat keringnya. Selain itu artemia sangat baik untuk pakan ikan hias
karena banyak mengandung pigmen warna yang diperlukan untuk variasi dan kecerahan
warna pada ikan hias agar lebih menarik.
Artemia dapat hidup di
perairan yang bersalinitas tinggi antara 60 - 300 ppt dan mempunyai toleransi
tinggi terhadap oksigen dalam air. Oleh karena itu artemia ini sangat potensial
untuk dibudidayakan di tambak- tambak tambak yang bersalinitas tinggi di
Indonesia. Budidaya artemia mempunyai prospek yang sangat cerah untuk
dikembangkan. Baik kista maupun biomasanya dapat diolah menjadi produk kering
yang memiliki ekonomis tinggi guna mendukung usaha budidaya udang dan ikan.
Budidaya artemia relatif sederhana serta murah, sehingga tidak menuntut
ketrampilan khusus dan modal besar bagi pembudidayanya.
Potensi lahan untuk usaha
budidaya udang renik air asin (brine shrimp) ini di Indonesia mencapai kurang
lebih 32.000 ha. Saat ini beberapa daerah telah mengembangkan budidaya artemia
seperti di daerah pantai Madura, Jawa Timur, terutama di Kabupaten Sumenep,
Sampang dan Pemekasan. Daerah lain yang tak mau ketinggalan adalah Jepara, Jawa
Tengah dan Gondol, Bali.
Pembudidayaan artemia di
areal tambak cukup dengan memodifikasi tambak garam yang sudah ada sedemikian
rupa menjadi usaha tumpang sari garam dan budidaya artemia.
Budidaya artemia secara
tidak langsung dipengaruhi oleh kondisi tanah. Tanah yang tidak sesuai untuk
budidaya artemia ditandai dengan adanya bahan organik didasar tambak. Bahan
organik tersebut akan meningkatkan proses aksidasi dan menghasilkan zat-zat
beracun atau senyawa-senyawa yang meningkatkan keasaman air. Guna mengatasinya
cukup dengan cara menguras tambak setiap 2 - 4 bulan sekali. Setelah dikuras,
tambak diberakan (dibiarkan) antara 2-4 minggu. Selama pemberaan dilakukan
pengapuran pada tambak sebagai upaya meningkatkan pH air hingga mencapai
kisaran 7,5 - 8,5. Air dengan pH yang cukup tinggi ini sangat cocok untuk
pertumbuhan artemia.
Cara Budidaya Artemia
Secara teknis budidaya
artemia relatif mudah. Kemudahan ini lantaran didukung oleh sifat artemia yang
sangat toleran pada berbagai kondisi fisik dan kimia media, kecuali zat-zat
beracun. Namun untuk mendapatkan hasil yang optimal dibutuhkan pengetahun dan
keterampilan yang handal dalam budidaya Artemia.
Benih berkualiatas adalah
salah satu yang harus diperhatikan dalam budidaya artemia. Benih artemia banyak
dijumpai di pasaran bebas dalam bentuk kista. Strain yang mudah ditemukan di
pasar dalam negeri adalah San Fransisco Bay dan Great Salt Lake berasal dari
Amerika Serikat. Didalam negeri benih artemia berasal dari Gondol, Bali yang
dikemas dalam kaleng dengan berat 250 g.
Budidaya artemia dapat
dilakukan dengan beberapa sistem yaitu sistem tumpang sari, monokultur dan
dalam bak. Sistem tumpang sari dilakukan dengan cara modifikasi tambak yang
dapat berfungsi ganda. Pertama, untuk memproduksi garam dengan kualitas yang
lebih baik. Kedua memproduksi artemia, baik dalam bentuk kista maupun biomassa.
Dengan demikian sistem ini akan memberikan keuntungan usaha tani yang lebih
baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani garam.
Hal yang perlu diperhatikan
dalam pembuatan tambak adalah tanggul atau pematang tambak harus bebas dari
kebocoran. Hal ini dapat diatasi dengan cara menutup tanggul dengan menggunakan
plastik hitam atau menggunakan dinding beton. Sebelum benih artemia ditebar,
pada tambak terlebih dahulu diadakan perlakuan menumbuhkan makanan alami yang
berupa fitoplanton. Dengan cara memupuk tambak menggunakan pupuk organik
seperti kotoran ayam dan pupuk buatan berupa TSP dan Urea atau ammonium. Dosis
pupuk kandang, TSP, dan urea yang diperlukan berturut-turut 3.000 kg/ha/tanam, 150
kg/ha/tanam dan 150 kg/ha/tanam.
Setelah lahan siap untuk
digunakan, pertama-tama air laut dialirkan ke petakan reservoir dengan
kedalaman 60 -100 cm yang menggunakan pompa air berdiameter sekitar 10 inci
pada saat air pasang. Salinitas airnya kira-kira 30 - 35 ppt atau sama dengan
salinitas air laut. Selanjutnya dari petakan reservoir II dialirkan ke petakan
pemeliharaan dengan menggunakan pompa yang berdiameter 2 inci dan kedalamannya
sekitar 60 cm.
Untuk menangani predator
yang kerap mengganggu, dapat diatasi dengan tetap menjadi salinitas air media
pada kisaran 150 ppt yang memungkinkan jenis predator tidak mampu bertahan
hidup. Atau dengan cara menggunakan saponin pada dosis 10 -12 ppm. Ada beberapa
macam predator yang sering menyerang artemia diantaranya zooplankton yakni
orgnisme pesaing pemakan fitoplankton, dan benih ikan atau ikan dewasa yang
masuk tambak secara tidak sengaja sehingga memakan artemia.
Sebelum artemia ditebar ke
tambak, ada satu lagi kegiatan penting yang harus dilakukan yaitu penetasan
kista. Kista merupakan telur yang terbungkus korion akibat ketidaksesuaian
lingkungan telur menetas menjadi larva. Kondisi demikian memang sengaja
direkayasa. Untuk menetaskan kista yang diperlukan adalah wadah dan perangkat
suplai oksigen. Bentuk wadahnya kerucut dengan ukuran sesuai kebutuhan. Supaya
suplai oksigen tetap ada, maka dibuatlah sistem aerasi dalam wadah. Sedangkan
kepadatan kista sekitar 5 -10 g per liter air.
Penebaran benih artemia
dapat segera dilakukan setelah kondisi pertumbuhan makanan alami di tambak
terlihat normal. Hal ini ditandai dengan air tambak yang berwarna hijau keruh
dan tingkat kecerahannya tidak lebih dari 20 cm. Nauplii artemia yang
ditebarkan pada petakan pemeliharaan berasal dari kista yang telah ditetaskan
melalui dekapsulasi. Dalam menebarkan artemia sebaiknya digunakan nauplii
instar I karena instar yang lebih tinggi relatif peka terhadap perubahan
salinitas. Untuk keperluan produksi biomassa, nauplii ditebarkan pada petakan
reservoir dengan tingkat kepadatan sesuai dengan daya lahan yang tersedia.
Tingkat kepadatannya 200 nauplii per liter air. Sebelumnya nauplius dikeringkan
yang dimasuk ke dalam alat pengering pada temperature 60 C° selama 24 jam,
kemudian didinginkan selama 30 menit dan kemudian ditimbang.
Selama pemeliharaan,
artemia harus mendapat pengawasan yang intensif agar hasilnya optimal. Adapun
hal perlu diamati adalah salinitas, tingkat kecerahan air, pemberian makan
tambahan, ketinggian air, kebersihan air, dan keasaman media. Waktu pemeliharaan
artemia sebaiknya dilakukan pada musim kemarau untuk memperoleh media dengan
salinitas tinggi. Daerah Madura musim kemarau pada bulan Juli - November.
Persiapannya dimulai pada bulan Mei. Sehingga beberapa tahapan budidaya artemia
diantaranya bulan Mei persiapan non-teknis, Juni adalah persiapan tambak, dan
Juli penebaran benih. Adapun masa panen dan pengolahannya jatuh pada bulan
Agustus, September, Oktober dan November.
Pada umur 10 - 14 hari
artemia mulai melakukan perkawinan. Pada artemia betina dewasa mempunyai
kantung telur yang terletak di bawah tubuhnya yang berisi 20 - 30 butir telur.
Dalam satu hektar tambak mampu menghasilkan kista sebanyak 260 kg. Apabila
dalam setahun dapat dilakukan dua kali pemanenan maka produksi kista yang dapat
dihasilkan mencapai 520 kg.
Penanganan Saat Panen
Pemanenan kista dan
biomassa dilakukan dengan cara yang berbeda, baik teknik, waktu maupun
penanganannya.Untuk kista dipanen setiap hari selama kurun waktu 2 bulan,
sedangkan biomassa dipanen sekali selama satu periode budidaya. Pemanenan dapat
dimulai pada akhir minggu ketiga terhitung sejak artemia ditebarkan ke dalam
tambak. Tanda-tanda kista yang siap dipanen adalah terdapat butiran-buturian
halus berwarna coklat tua yang mengapung di tambak. Waktu yang tepat memanen
kista antara pukul 08.00-11.00, dimana hari cukup terang dan anginnya
sepoi-sepoi sehingga kista mudah ditangkap dengan seser halus yang terbuat dari
bahan nilon.
Biomassa artemia dewasa
siap dipanen setelah 14 hari dalam pemeliharaan. Saat itu artemia telah
mencapai ukuran 10 mm. Pada sistem budidaya tambak, biomassa artemia dipanen
setelah masa pemanenan kista yang terakhir yang ditandai dengan mortalitas
induk sudah mulai meningkat, sementara produksi kista mencapai jumlah terendah.
Cara pemanennya dilakukan dengan membuat lubang pembuangan air keluar dari
tambak dengan memasang jaring berbentuk V dengan ukuran 1 - 1,5 cm. Kemudian
artemia yang sudah terkumpul disudut tambak diangkat dengan menggunakan seser
halus dan langsung dimasukan ke dalam wasah berisi air laut yang bersih.
Sumber : Berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar