Ikan Kerapu |
Indonesia boleh
berbangga. Kekayaan biota laut perairan kita ibarat ”surga” yang kerap membuat
iri negara lain. Adalah kerapu (Epinephelinae) salah satu komoditas unggulan
yang sukses diternakkan di Tanah Air dan banyak diburu negara lain.
Seorang
pengusaha ikan kawakan pernah menuturkan, perairan Indonesia terpengaruh oleh
dua musim subur bagi perkembangbiakan ikan-ikan laut. Hanya saja potensi itu
belum diperhatikan, termasuk oleh negara. Saat ini pasar ikan kerapu tidak
terdengar gaungnya di dalam negeri sebab sebagian besar produknya ”dilarikan”
ke luar negeri. Harga ikan dengan ciri tutul-tutul atau belang-belang di
tubuhnya ini mencapai Rp 500.000 per kilogram.
Sebagai
ilustrasi, harga ekspor kerapu bebek saat ini 50 dollar AS (sekitar Rp 465.000)
per kg, kerapu macan 11 dollar AS per kg, dan kerapu lumpur 10 dollar AS per
kg. Ukuran kerapu yang diekspor minimal 500 gram per ekor. Bangun Sitepu,
pembudidaya kerapu di Lampung Barat, menuturkan, ekspor kerapu ke Asia terus
naik seiring tingginya minat penduduk Asia Timur mengonsumsi kerapu. Apalagi
tidak banyak negara di Asia mampu membudidayakan kerapu di wilayah perairannya.
Beberapa
jenis kerapu yang sukses dibudidayakan di Tanah Air meliputi kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)
dan kerapu bebek (Cromileptes
altivelis) yang harga jualnya tinggi. Selain budidaya, produksi kerapu juga
diperoleh dari penangkaran hasil tangkapan alam, di antaranya kerapu sunu
(Plectropomus spp) dan kerapu lumpur (Epinephelus suillus). Sitepu menuturkan,
banyak pembudidaya kerapu asal Thailand, Malaysia, Hongkong, dan China membeli
benih kerapu bebek dari Indonesia untuk dikembangbiakkan. Namun, upaya
pemijahan itu kerap gagal. ”Sudah 10 tahun terakhir pembudidaya kerapu luar
negeri membeli benih kerapu bebek untuk dibudidayakan, tetapi hasilnya sulit
karena kerapu bebek dan macan ternyata lebih cocok berkembang biak di perairan
Indonesia,” ujar Sitepu, yang juga Ketua Forum Komunikasi Kerapu Lampung.
Produksi
kerapu di tanah air tersebar di sejumlah daerah. Kerapu bebek, misalnya,
tersebar di Lampung, Bali, Lombok, Sumbawa, Bangka Belitung, dan Ambon. Adapun
kerapu sunu yang mengandalkan hasil tangkapan alam di Sumatera. Tingginya
permintaan ekspor membuat konsumen luar negeri rela ke sentra-sentra produksi
kerapu di sejumlah perairan Indonesia guna memburu ikan bernilai mahal itu. ”Berapa
pun hasilnya, pasti diserap pasar. Ini membuat nilai tawar kerapu cenderung
tinggi,” ujar Sitepu.
Budidaya
kerapu mendorong pertumbuhan usaha pembenihan. Benih kerapu saat ini dijual
rata-rata Rp 12.000-Rp 14.000 per ekor benih ukuran 6-7 cm. Namun, pasokan
benih terkadang terbatas. Di Belitung, misalnya, kebutuhan benih kerapu
mencapai 10.000-15.000 ekor. Namun, terkadang para pembenih tidak mampu memasok
semuanya. Dedi Yusrifan, pembenih kerapu di Belitung, menuturkan, kegagalan
pembenihan kerap dipicu oleh mutu telur yang kurang baik dan cuaca yang tidak
mendukung.
Belum Didukung
Kendati
prospek usahanya tinggi, belum banyak orang berani terjun ke usaha ikan kerapu.
Total areal budidaya kerapu secara nasional saat ini baru 84.500 hektar, hanya
2,51 persen dari potensi budidaya laut seluas 3,36 juta hektar. Kendala
budidaya itu dipicu oleh usaha kerapu yang padat modal dengan masa produksi
relatif lama. Budidaya kerapu macan, misalnya, membutuhkan waktu 1 tahun 7
bulan untuk ukuran siap ekspor. Kerapu bebek mencapai 10 bulan, sedangkan
penangkaran kerapu hasil tangkapan membutuhkan 10 bulan hingga 1 tahun.
Modal
operasional budidaya kerapu juga tinggi. Dibutuhkan dua jenis pakan, yakni
pakan berupa ikan kecil seharga Rp 2.500-3.000 per kg serta pelet Rp 55.000 per
kg. Setiap KJA kerapu berisi 250 ikan membutuhkan rata-rata 3-6 kg pakan ikan
setiap hari, di luar kebutuhan pelet.
Usaha
kerapu yang sebagian besar dikembangkan di daerah terpencil juga terganjal
pasokan listrik, transportasi, maupun minimnya pendampingan dari pemerintah.
Zonasi kawasan budidaya yang belum diatur membuat lokasi budidaya kerap tumpang
tindih dengan alur pelayaran ataupun terkontaminasi limbah. Sementara itu,
pembiayaan untuk sektor perikanan masih dihindari oleh perbankan. Akibatnya,
kredit usaha perikanan terbelakang dengan realisasi di bawah 1 persen per
tahun.
Tahun
2009 telah ada kesepakatan Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Bank
Indonesia untuk meningkatkan pendampingan usaha kecil dan menengah agar
memperoleh akses pembiayaan perbankan serta informasi pola pembiayaan komoditas
unggulan perikanan. Namun, upaya itu belum membuahkan hasil.
Andai
dikelola dengan tepat, potensi kerapu akan membangkitkan kesejahteraan
masyarakat pesisir. Imbal balik berupa pendapatan dan devisa sudah tentu juga
dinikmati negara.
Sumber: BM
Lukita Grahadyarin, Kompas
0 komentar:
Posting Komentar