PEMBEKUAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus)
1.
Pendahuluan
Jenis kepiting yang populer sebagai bahan makanan dan
mempunyai harga yang cukup mahal adalah Scylla serrata, dan jenis lain
yang tidak kalah penting di pasaran adalah Portunus pelagicus yang biasa
disebut rajungan (Bahar 2004).
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan kepiting laut
yang banyak terdapat di Perairan Indonesia yang biasa ditangkap di daerah
Gilimanuk (pantai utara Bali), Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar
(pantai selatan Jawa Timur), Pasuruan (pantai utara Jawa Timur), daerah
Lampung, daerah Medan, dan daerah Kalimantan Barat. Rajungan telah lama
diminati oleh masyarakat baik di dalam negeri maupun luar negeri, oleh karena
itu harganya relatif mahal. Manfaat rajungan sebagai bahan pangan berupa daging
rajungan kaleng yang berkualitas tinggi dan memiliki protein cukup tinggi
(Suwignyo 1989).
Pengalengan daging rajungan ini menggunakan teknologi
pengolahan secara pasteurisasi, yaitu suatu proses pengolahan yang mengoptimalkan
proses termal sehingga dapat membunuh sebagian besar mikroba yang bersifat
patogen tapi tidak semua mikroba dan biasanya menggunakan suhu di bawah 1000C.
Tahapan proses pengalengan rajungan biasanya meliputi penerimaan, sortasi,
pengecekan akhir bahan baku, pencampuran, pengisian daging, penimbangan,
penutupan kaleng, pengkodean, pasteurisasi, pendinginan, pengemasan atau
pengepakan, penyimpanan dingin, dan pengangkutan (Moeljanto 1992).
Pada pengalengan daging rajungan menggunakan kaleng plat
timah. Menurut Julianti dan Nurminah (2007), plat timah (tin plate)
adalah bahan yang digunakan untuk membuat kemasan kaleng, terdiri dari lembaran
baja dengan pelapis timah. Kelebihan dari tin plate adalah mengkilap,
kuat, tahan karat dan dapat disolder. Fungsi paling mendasar dari kemasan
adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga
lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan.
Produk akhir pengalengan daging rajungan pasteurisasi yang
telah dikemas membutuhkan ruang penyimpanan yang dilengkapi dengan mesin
pendingin untuk mempertahankan mutu produk sebelum produk diekspor. Ikan
termasuk rajungan mengalami penurunan mutu dengan cepat dan waktu penyimpanan
akan singkat jika ikan tidak ditangani dan disimpan secara tepat (Ranoemiharjo
dan Soeyanto 1991). Penerapan teknologi refrigerasi (suhu rendah) pada dunia
usaha perikanan atau industri perikanan sangat menguntungkan. Beberapa
keuntungan tersebut antara lain: memperpanjang operasi pabrik pengolahan karena
dapat menghimpun stok bahan baku pada waktu musim panen raya dan memperpanjang
waktu penyimpanan dan memperluas jaringan distribusi (Ilyas 1983). Oleh karena
itu perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai pengemasan dan penyimpanan
produk akhir pada pengalengan daging rajungan pasteurisasi.
2.
Klasifikasi dan
Deskripsi Rajungan (Portunus pelagicus)
Klasifikasi lengkap dari Rajungan menurut Suwignyo (1989)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Eumetazoa
Grade : Bilateria
Divisi : Eucoelomata
Section : Protostomia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Reptantia
Seksi : Brachyura
Sub Seksi : Branchyrhyncha
Famili : Portunidae
Sub Famili : Portunninae
Genus : Portunus
Spesies : Portunus pelagicus
Rajungan
bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan berduri-duri. Pada
hewan ini terlihat menyolok perbedaan antara jantan dan betina. Rajungan jantan
mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada betina.
Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan berwarna kebiru-biruan
dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan betina berwarna dasar
kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram. Perbedaan warna ini
jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa (Suwignyo 1989).
Rajungan
mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik.
Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan yang tidak terlalu
jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya terdapat duri
besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan antara
matanya terdapat 4 buah duri besar. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki jalan,
yang pertama ukurannya cukup besar dan disebut capit yang berfungsi untuk
memegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya. Sepasang kaki terakhir
mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan
membundar seperti dayung. Oleh sebab itu rajungan digolongkan kedalam kepiting
berenang (swimming crab) (Suwignyo 1989).
Portunus pelagicus adalah kepiting yang berenang dan mempunyai sepasang kaki
renang yang dimodifikasi untuk mendayung. Karapasnya bertekstur kasar dan lebar
yang mempunyai proyeksi tertinggi di setiap sudutnya. Capitnya panjang dan
ramping. Rajungan merupakan binatang aktif, namun ketika sedang tidak aktif
atau dalam keadaan tidak melakukan pergerakan, rajungan akan diam di dasar
perairan sampai kedalaman 35 meter dan hidup membenamkan diri dalam pasir di
daerah pantai berlumpur, hutan bakau, dan batu karang. Akan tetapi sekali-kali
rajungan juga dapat terlihat berenang dekat permukaan
(Anonim 2007).
Di
Indonesia, rajungan tersebar hampir di seluruh perairan, khususnya di Perairan
Paparan Sunda dan Perairan Laut Arafuru dengan memiliki kecenderungan padat
sediaan dan potensi yang tinggi, terutama pada daerah sekitar pantai (Anonim
2007).
3.
Komposisi Kimia
Rajungan (Portunus pelagicus)
Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa kandungan
karbohidrat, kalsium, besi, phosphor, vitamin A dan vitamin B dari rata-rata kepiting
dan rajungan berturut-turut adalah 14,1 %, 210 mg/100 g, 1,1 mg/100 g, 200 SI,
dan 0,05 mg/100 g.
Daging kepiting dan rajungan mempunyai nilai gizi yang
tinggi. Hasil analisa proksimat daging kepiting dan rajungan antara jantan dan
betina (BBPMHP 1995) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Hasil analisa kimia daging kepiting dan rajungan
Jenis Komoditi
|
Protein (%)
|
Lemak (%)
|
Air (%)
|
Abu (%)
|
|
Kepiting
|
Betina
|
11.45
|
0.04
|
80.68
|
2.45
|
Jantan
|
11.90
|
0.28
|
82.85
|
1.08
|
|
Rajungan
|
Betina
|
16.85
|
0.10
|
78.78
|
2.04
|
Jantan
|
16.17
|
0.35
|
81.27
|
1.85
|
Sumber :
Laboratorium Kimia BBPMHP (1995) (Balai Bimbingan dan Pengujian
Mutu Hasil
Perikanan)
4.
Proses Pengalengan Rajungan
Menurut Philips
Seafood (2005) dalam Akhmadi (2006), daging rajungan dapat digolongkan menjadi lima jenis
daging (Gambar 2), yaitu:
a. Jumbo lump atau kolosal (daging putih) yang
merupakan jaringan terbesar yang berhubungan dengan kaki renang.
b. Backfin (daging putih) yang merupakan jumbo kecil dan pecahan
dari daging jumbo.
c. Special
(daging putih) yang merupakan daging yang berada disekitar badan yang berupa
serpihan-serpihan.
d. Clawmeat
(daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki sampai capit dari
rajungan.
e. Claw Finger (daging merah) yang merupakan bagian dari capit rajungan
bersama dengan bagian shell yang dapat digerakkan.
Menurut BBPMHP (1995) daging rajungan
yang diperoleh biasanya digolongkan menjadi tiga tingkatan mutu, yaitu:
a. Mutu 1 (daging super/jumbo), yaitu daging badan yang
terletak di bagian bawah (berhubungan dengan kaki renang) berbentuk gumpalan
besar berwarna putih.
b. Mutu 2 (daging reguler), yaitu daging badan yang
berupa serpihan-serpihan, terletak disekat-sekat rongga badan berwarna putih.
c. Mutu 3 (daging merah/clawmeat), yaitu daging
rajungan yang berada di kaki dan capit, berwarna putih kemerahan.
5. Proses Pengalengan Daging Rajungan
Secara umum
tahap-tahap pengalengan dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian meskipun
untuk jenis ikan tertentu kemungkinan ada perbedaan atau variasi proses
pengalengannya. Adapun tahap-tahap pengalengan ikan meliputi penyediaan dan
pemilihan bahan baku, pengawetan sementara bahan mentah, penyiangan dan
pencucian, pemasakan pendahuluan (precooking), pengisian dalam kaleng (filling),
penghampaan udara (exhausting), penutupan kaleng, sterilisasi, dan
pendinginan (Moeljanto 1992).
Pasteurisasi adalah pengolahan panas yang dirancang untuk
menginaktifkan sebagian saja mikroorganisme vegetatif yang terdapat dalam
pangan. Makanan yang tidak steril, dengan pasteurisasi sebagaimana pengukusan,
harus juga digunakan bersamaan dengan cara pengawetan lainnya (Moeljanto 1992).
Setelah pasteurisasi selesai, kaleng-kaleng dikeluarkan dari retort dan
segera didinginkan. Apabila tidak didinginkan kemungkinan besar akan terjadi over
cooking yang menyebabkan hangusnya daging. Tujuan lainnya adalah untuk
memperoleh keseragaman (waktu dan suhu) dalam proses dan untuk mempertahankan
mutu produk akhir, karena apabila pendinginan terlalu lambat, pertumbuhan spora
bakteri tahan panas akan distimulir (Moeljanto 1992).
Penyimpanan suatu produk pada tingkat suhu rendah tujuannya
adalah untuk mempertahankan semua faktor mutu dengan daya awet selama mungkin
dalam batas daya awet dan biaya yang masih menguntungkan dan sesuai dengan yang
diinginkan. Sistem penyimpanan pada cold storage yang paling baik adalah
dengan sistem tiupan udara (air blast freezing), kelembaban relatifnya
harus tetap dipertahankan antara 80-90%.
6.
Penyimpanan Dingin (Chill
Storage)
Pendinginan
adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan yaitu -2 sampai 100C.
Meskipun air murni membeku pada suhu 00C, tetapi beberapa ada yang
tidak membeku sampai -20C atau di bawahnya (Winarno dan Fardiaz
1973). Suhu pendinginan yang dapat memperlambat pertumbuhan atau aktivitas
mikroorganisme atau mungkin membunuh beberapa bakteri, tetapi pendinginan
maupun pembekuan tidak dapat digunakan untuk membunuh semua bakteri.
Penyimpanan bahan makanan pada suhu rendah dapat mengakibatkan perubahan mutu.
Pendinginan dapat berpengaruh terhadap rasa, tekstur, dan nilai gizi serta
sifat-sifat lainnya (Winarno dan Fardiaz 1973).
Penggunaan blast freezer sebagai penyimpanan dingin
pada ruang penyimpanan produk akhir tergantung pada tipe dan volume produk yang
disimpan sebagai kunci utama untuk menentukan kecepatan pendinginan yang
dibutuhkan selama penyimpanan. Suhu rendah yang diperlukan pada blast
freezer dimana infiltrasi panas harus terjaga pada level yang sangat rendah
dengan tujuan mengurangi kristal es yang terbentuk. Oleh karena itu, digunakan
pintu ruangan pendingin berinsulator yang dirancang dengan baik untuk mencegah
terjadinya kebocoran suhu yang dikombinasikan dengan konstruksi ruangan
berinsulator yang sesuai agar aplikasi mesin blast freezer dapat efektif
(Anonim 2008).
Pola penyusunan penyimpanan produk akhir dapat dengan
menggunakan Pallet Racking System, yang digunakan agar produk disusun
dan disimpan secara sistematis sehingga memudahkan ketika pembongkaran ataupun
ketika pengambilan sampel. Pallet racking system ini disesuaikan dengan
tipe dan volume produk, kapasitas ruangan, bagaimana produk disimpan, dan
frekuensi penyusunan secara perputaran ataupun urutan untuk akses penyimpanan
produk (Anonim 2008). Penggunaan fasilitas ruang pendingin sebagai gudang
penyimpanan produk akhir harus memperhatikan tipe produk dan toleransinya
terhadap perubahan suhu secara fluktuatif yang mungkin terjadi selama
penyimpanan dalam chill storage. Penentuan penggunaan pintu berinsulator
berdasarkan tipe, ukuran, lokasi ruang pendingin juga dapat menambah efisiensi
operasi ruang pendingin (Anonim 2008).
Sumber : Suhirman dan berbagai sumber
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.
BalasHapusSalam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Degreaser & Floor Cleaner Plant
Oli industri