Rumput laut |
Berbagai jenis rumput laut yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis ternyata bisa digunakan sebagai bahan baku pupuk organik. Kandungan unsur hara mikro dan makronya lebih tinggi dari pupuk urea.
Lautan menyimpan begitu banyak
sumber daya hayati yang bernilai jual tinggi. Selain beragam jenis ikan,
kekayaan laut lainnya yang bermanfaat bagi manusia ialah rumput laut. Selama
ini, rumput laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, seperti jelly atau
agar-agar, roti, salad, saus, dan es krim. Selain bahan makanan, tumbuhan laut
yang termasuk keluarga gangga itu dapat diolah menjadi minuman semisal yoghurt
dan sirup. Rumput laut juga kerap diekstrak untuk dijadikan bahan baku farmasi,
kosmetika, dan bahan bakar. Karenanya, tidak heran jika rumput laut jenis
tertentu banyak dibudidayakan untuk memasok kebutuhan industri.
Menurut peneliti utama bidang produk
alam laut dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rachmaniar Rachmat,
ada beberapa jenis rumput laut bernilai ekonomi tinggi dan banyak dibudidayakan
di Indonesia. Beberapa di antaranya Eucheuma, Gracilaria, dan Microphylum. Ada
lebih dari 600 spesies rumput laut yang tersebar di perairan Indonesia.
Spesies-spesien rumput laut itu digolongkan ke dalam empat kelas, yaitu
ganggang merah {Rhodophyceae), ganggang cokelat {Phaeophyceae), ganggang hijau
(Chlorophyceae), dan ganggang hijau-biru [Cyanophyceae).Sayangnya, sebagian
besar rumput laut itu belum diteliti dengan lebih mendalam mengenai kandungan
zat-zatnya. Alhasil, jenis-jenis rumput laut itu dianggap memiliki nilai
ekonomi yang rendah. Rachmaniar mengatakan kebanyakan rumput laut yang kurang
prospektif itu hidup liar di wilayah perairan Indonesia Timur, terutama di
sekitar Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Jumlah rumput laut yang dianggap bernilai ekonomi rendah itu sebenarnya berpeluang untuk dijadikan pupuk yang mengandung unsur hara makro dan mikro cukup tinggi. Hal itu dapat dibuktikan dari adanya tumpukan limbah rumput laut di lingkungan sekitar industri yang memanfaatkan sumber daya nabati laut itu. Di tumpukan limbah rumput laut yang telah melapuk itu biasanya tumbuh gulma atau beraneka ragam tanaman."Hal itu menjadi indikasi rumput laut mengandung senyawa yang bermanfaat bagi tanaman," ujar Rachmaniar yang juga menjadi Sekretaris Eksekutif Asosiasi Rumput Laut Indonesia. Karena merupakan limbah industri, tumpukan rumput laut itu sudah terkontaminasi berbagai macam bahan kimia. Alhasil, kandungan pupuk yang dihasilkannya pun turut tercemar.
Jumlah rumput laut yang dianggap bernilai ekonomi rendah itu sebenarnya berpeluang untuk dijadikan pupuk yang mengandung unsur hara makro dan mikro cukup tinggi. Hal itu dapat dibuktikan dari adanya tumpukan limbah rumput laut di lingkungan sekitar industri yang memanfaatkan sumber daya nabati laut itu. Di tumpukan limbah rumput laut yang telah melapuk itu biasanya tumbuh gulma atau beraneka ragam tanaman."Hal itu menjadi indikasi rumput laut mengandung senyawa yang bermanfaat bagi tanaman," ujar Rachmaniar yang juga menjadi Sekretaris Eksekutif Asosiasi Rumput Laut Indonesia. Karena merupakan limbah industri, tumpukan rumput laut itu sudah terkontaminasi berbagai macam bahan kimia. Alhasil, kandungan pupuk yang dihasilkannya pun turut tercemar.
Berdasarkan hal itu ditelitilah
kemungkinan membuat pupuk dari rumput laut yang bebas dari bahan kimia. Rumput
laut yang dimanfaatkan ialah rumput laut yang dianggap bernilai ekoriomi
rendah. Berdasarkan hasil penelitian Rachmaniar diketahui rumput laut jenis
Turbinaria dan Sargasum memiliki unsur hara makro dan mikro yang cukup lengkap.
Unsur hara makro di antaranya nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan
sulfur. Sedangkan unsur hara mikro antara lain besi, mangan, tembaga, seng,
molibden, boron, dan klor.
"Unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk rumput laut itu lebih banyak daripada pupuk urea yang dijual di pasaran," klaim Rachmaniar. Lebih lanjut, Rachmaniar menjelaskan pembuatan pupuk rumput laut dalam bentuk padat diawali dengan menghancurkan rumput laut sampai halus. Tujuannya, agar bakteri penghancur dalam proses fermentasi dapat bekerja maksimal. Selain itu, senyawa laktosan (senyawa gula) dapat mudah menyatu.
Semua bahan baku pembuatan pupuk rumput laut itu dicampur dan dimasukkan ke dalam wadah semisal drum, plastik, atau tempat yang memungkinkan berlangsungnya proses fermentasi kedap udara. Apabila selama fermentasi terdapat udara, maka proses pembuatan pupuk pun akan gagal. Waktu fermentasi optimal untuk membuat pupuk rumput laut padat itu sekitar dua pekan. Setelah itu, pupuk dapat diberikan pada tanaman sayur, buah, dan bunga. Selain pupuk padat, ada pula pupuk rumput laut cair. Bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat pupuk cair tidak berbeda dengan pupuk padat.
Perbedaan hanya terletak pada proses pembuatan dan lamanya waktu fermentasi. Pupuk rumput laut cair membutuhkan penambahan air dengan waktu fermentasi selama lima hari.
Lebih Subur
"Unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk rumput laut itu lebih banyak daripada pupuk urea yang dijual di pasaran," klaim Rachmaniar. Lebih lanjut, Rachmaniar menjelaskan pembuatan pupuk rumput laut dalam bentuk padat diawali dengan menghancurkan rumput laut sampai halus. Tujuannya, agar bakteri penghancur dalam proses fermentasi dapat bekerja maksimal. Selain itu, senyawa laktosan (senyawa gula) dapat mudah menyatu.
Semua bahan baku pembuatan pupuk rumput laut itu dicampur dan dimasukkan ke dalam wadah semisal drum, plastik, atau tempat yang memungkinkan berlangsungnya proses fermentasi kedap udara. Apabila selama fermentasi terdapat udara, maka proses pembuatan pupuk pun akan gagal. Waktu fermentasi optimal untuk membuat pupuk rumput laut padat itu sekitar dua pekan. Setelah itu, pupuk dapat diberikan pada tanaman sayur, buah, dan bunga. Selain pupuk padat, ada pula pupuk rumput laut cair. Bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat pupuk cair tidak berbeda dengan pupuk padat.
Perbedaan hanya terletak pada proses pembuatan dan lamanya waktu fermentasi. Pupuk rumput laut cair membutuhkan penambahan air dengan waktu fermentasi selama lima hari.
Lebih Subur
Rachmaniar memaparkan berdasarkan
hasil uji antara pupuk rumput laut baik padat, cair, maupun campuran keduanya
dengan urea diketahui kondisi tanaman menggunakan pupuk rumput laut lebih
subur. Dalam uji coba penyemprotan pupuk rumput laut dilakukan dua kali selama
masa tanam. Secara umum, tanaman yang diberi pupuk rumput laut menghasilkan
batang lebih besar dan tegak, urat daun terasa kasar, batang tidak mudah patah,
dan daun berwarna hijau serta tidak mudah sobek. Sedangkan tanaman yang
disiangi pupuk urea memiliki batang yang mudah rebah dan patah, daun berwarna
hijau tua, urat daun terasa halus, serta mudah sobek.
Uji efektivitas pupuk rumput laut
pada tanaman selama empat pekan memberikan hasil tinggi tanaman yang diberi
pupuk padat mencapai 32,8 sentimeter. Sedangkan tanaman yang diberi pupuk urea
tingginya mencapai 32,2 sentimeter. Panjang daun tanaman yang menggunakan pupuk
rumput laut padat mencapai 13,7 sentimeter, sedangkan daun tanaman yang
menggunakan pupuk urea memiliki panjang 9,3 sentimeter. "Dari hasil uji
efektivitas dapat ditarik benang merah bahwa dengan melihat kekuatan tanaman,
ketahanan terhadap lingkungan, serta ukuran tanaman, maka paling efektif
menggunakan pupuk rumput laut padat," ujar Rachmaniar. Formula pupuk
rumput laut itu rencananya akan dikomersialkan lewat suatu perusahaan swasta
pada tahun ini.
Menurut doktor bidang kimia bahan alam dari Universitas Padjajaran, Bandung, itu meski memiliki banyak kelebihan, pupuk rumput laut juga memunyai kelemahan. Daun tanaman yang diberi pupuk rumput laut banyak yang berlubang karena dimakan ulat ketimbang daun tanaman yang diberi pupuk berbahan kimia. Namun, di sisi lain, hal itu bisa menjadi indikator bahwa tanaman tidak membahayakan kesehatan manusia ketika dikonsumsi. "Kalau ulat saja takut mengonsumsi kimia, tentu ada sebabnya. Hal itu menunjukkan tanaman yang diberi pupuk berbahan kimia sebenarnya berbahaya jika dikonsumsi manusia.
Menurut doktor bidang kimia bahan alam dari Universitas Padjajaran, Bandung, itu meski memiliki banyak kelebihan, pupuk rumput laut juga memunyai kelemahan. Daun tanaman yang diberi pupuk rumput laut banyak yang berlubang karena dimakan ulat ketimbang daun tanaman yang diberi pupuk berbahan kimia. Namun, di sisi lain, hal itu bisa menjadi indikator bahwa tanaman tidak membahayakan kesehatan manusia ketika dikonsumsi. "Kalau ulat saja takut mengonsumsi kimia, tentu ada sebabnya. Hal itu menunjukkan tanaman yang diberi pupuk berbahan kimia sebenarnya berbahaya jika dikonsumsi manusia.
Sumber : Koran Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar