Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut,
bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan
garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan
temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak
menentukannya.Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh
secara signifikan oleh salinitas.Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah
garam di laut (salinitas) adalah
daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%),
magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%)
teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga
sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan
sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh
garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan
meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida
ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu
kilogram air laut jika semua halogen
digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi
untuk menentukan kandungan klorida.
Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total
dalam gram bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dirubah menjadi oksida, semua bromida
dan yodium dirubah menjadi klorida dan semua bahan-bahan organik dioksidasi.
Selanjutnya hubungan antara salinitas dan klorida ditentukan melalui suatu
rangkaian pengukuran dasar laboratorium berdasarkan pada sampel air laut di seluruh dunia dan dinyatakan sebagai:
S (o/oo) = 0.03
+1.805 Cl (o/oo) (1902)
Lambang o/oo
(dibaca per mil) adalah bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding
dengan 35o/oo atau 35 gram garam di dalam satu kilogram
air laut.
Persamaan tahun 1902 di atas akan
memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika
klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan
adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium.
Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali
penentuan dasar hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan
definisi baru yang dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus:
S (o/oo) =
1.80655 Cl (o/oo) (1969)
Namun demikian, dari hasil pengulangan
definisi ini ternyata didapatkan hasil yang sama dengan definisi sebelumnya.
Definisi salinitas ditinjau kembali
ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas,
temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu
satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis)
dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas.
“Salinitas praktis dari suatu sampel
air laut ditetapkan sebagai rasio dari konduktivitas listrik (K)
sampel air laut pada temperatur 15oC
dan tekanan satu standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana
bagian massa KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus
dari definisi ini adalah:
S = 0.0080 – 0.1692 K1/2 +
25.3853 K + 14.0941 K3/2 – 7.0261 K2 + 2.7081 K5/2
Dari penggunaan definisi baru ini,
dimana salinitas dinyatakan sebagai rasio, maka satuan o/oo
tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai
35 dalam satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan “psu” dalam
menuliskan harga salinitas, yang merupakan singkatan dari “practical salinity
unit”. Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki
satuan, jadi penggunaan satuan “psu” sebenarnya tidak mengandung makna apapun
dan tidak diperlukan. Pada kebanyakan peralatan yang ada saat ini, pengukuran
harga salinitas dilakukan berdasarkan pada hasil pengukuran konduktivitas.
Salinitas di daerah subpolar (yaitu
daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan
bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis
(atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o – 40oLU atau
23,5o – 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar
daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman
sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah
secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas
di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi
(curah hujan).
Referensi :
Tomczak, M, An Introduction to Physical
Oceanography
Talley, L, Properties of Seawater
Prager, Ellen J, and Sylvia A. Earle, The Oceans, McGraw-Hill, 2000.
Pickard and Emery, Descriptive Physical Oceanography
Talley, L, Properties of Seawater
Prager, Ellen J, and Sylvia A. Earle, The Oceans, McGraw-Hill, 2000.
Pickard and Emery, Descriptive Physical Oceanography
Sumber : Yogi Suardi
0 komentar:
Posting Komentar