Budidaya Kakap Putih
Kakap putih termasuk komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Pembudidayaannya di dalam KJA telah mulai berkembang, khususnya di Kabupaten
Bengkalis, Kepulauan Riau. Di kabupaten ini budi daya kakap putih di karamba
telah dimulai sejak tahun 199o. Budi daya dalam KJA di Provinsi Riau dan
Kepulauan Riau mempunyai tujuan pasar luar negeri. Sebagian kecil dari produksi
dipasarkan juga di dalam negeri. Untuk pasar luar negeri, kakap putih dalam
keadaan hidup khusus dipasarkan ke negara Malaysia, Jepang, Hongkong, dan
Singapura.
A. Sistematika:
Famili
: Centropomidae
Spesies
: Lates calcarifer
Nama
dagang barramundi, seabass
Nama
lokal salamata, pelak, petakan, cabek, dubit tekong, kaca – kaca
B.
Ciri-ciri dan Aspek Biologi
1.
Ciri fisik
Tubuh
ikan memanjang dan gepeng. Warna tubuhnya kehitaman pada bagian punggung,
sedangkan di bagian perutnya berwarna putih. Pangkal Sirip ekornya melebar.
Sirip ekor berbentuk bulat. Sirip punggungnya terdapat 3 jari keras dan 7-8
jari lunak. Mulutnya lebar dengan geligi halus dan tajam. Matanya berwarna
merah terang.
2. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Pertumbuhan dan perkembangan
Di
lingkungan Budi daya, baik di karamba maupun di tambak, ikan kakap, putih
tumbuh dengan pesat. Ikan ini mampu mencapai ukuran 600-700 g dari bobot awal
sekitar 20 g dengan waktu pemeliharaan selama 6-7 bulan di karamba. Ikan kakap
bersifat protandry hermaphrodite, yaitu tahap awal dalam hidupnya berkelamin
jantan. Namun, setelah berukuran besar, ikan akan berubah kelamin menjadi
betina. Perubahan kelamin sering terjadi pada induk yang bobotnya antara 2-3
kg.
C.
Pemilihan Lokasi Budi Daya
Habitat
asli ikan kakap putih adalah lingkungan laut. Ikan pemangsa (predator) ini
memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubaban tingkat kadar garam
lingkungan (eurihalin). Namun, ikan ini dapat pula tumbuh dan hidup di perairan
tawar. Oleh karena itu, ikan kakap putih dapat dipelihara, baik di lingkungan
air laut, payau maupun tawar. Suhu optimum bagi pertumbuhannya berkisar 27-30
derjat celcius dan pH 7-8.
D. Wadah Budi Daya
D. Wadah Budi Daya
Di
Bengkalis ukuran karamba yang digunakan adalah 3 m x 3 m x 3 m dengan kedalaman
air sekitar 2,0 m. Ada juga karamba berukuran 7 m x 7 m x 3 m. Bahan jaring
yang digunakan adalah. polietilen 210 D/15.
E. Pengelolaan Budi Daya
1.
Penyediaan benih
Benih
siap tebar di tempat pembesaran (KJA) berukuran 5,0-7,5 cm atau bobot 50-70
g/ekor. Benih bisa diperoleh pada hatchery di Jawa, Lampung, Batam, maupun
didatangkan dari Thailand dan Malaysia.
2. Penebaran benih
Benih
yang ditebar berukuran 5,0-7,5 cm dengan kepadatan 65-8o ekor/m3 atau 40-5o
ekor/m3 apabila ukuran benih yang ditebar 8o—1oo g.
3.
Pembesaran
Pemeliharaan
di karamba jaring apung berlangsung antara 7—10 bulan. Lama pemeliharaan• dapat
dipersingkat dengan penggunaan ukuran tebar yang lebih besar. Selama masa
pemeliharaan diusahakan agar ikanikan yang dipelihara seragam ukurannya dengan
cara disortasi setiap bulan.
F. Pengendalian Hama dan Penyakit
1.
Serangan pada kulit dan insang yang disebabkan oleh parasit Ciliata-protozoa,
seperti Cryptocaryon spp., Trichodina, dan Trichodinella.
a)
Gejala Minis
-
Produksi lendir berlebihan pada insang dan permukaan tubuh.
-
Ikan menggosok-gosokkan tubuh ke dinding bak atau jaring.
-
Nafsu makan berkurang.
b)
Pencegahan dan pengobatan
Perendaman
ikan dalam air selama 1 jam untuk 3 hari berturut - trut , perendaman dengan
formalin 25-30 ppm selama 24 jam, dlan menjaga agar kualitas air tetap baik.
2. Serangan pada kulit dan mata ikan oleh sejenis cacing trematoda dari Benedenia sp, Neobenedenia sp.
a)
Gejala klinis
-
Kehilangan nafsu makan.
-
Berenang tidak normal.
-
Luka pada kulit.
-
Produksi lendir berlebihan terutama pada kulit, dan sirip geripis.
b)
Pencegahan dan pengobatan
-
kepadatan tebar harus diperhatikan (lebih rendah),
-
pemberian pakan harus cukup memadai,
-
perendaman dengan air tawar selama 5-10 menit, 3 hari berturut-turut
-
perendaman dalam formalin 100 ppm selama i jam tiga hari berturut-turut
3. Serangan krustasea renik (Caligus sp., Ergasilus spp.)
a)
Gejala klinis
-
Sisik lepas.
-
Nafsu makan berkurang.
-
Tubuh kurus.
-
Berenang tidak normal.
b) Pencegahan dan pengobatan
-
Perendaman dengan Neguvon 0,25 ppm selama 12-24 jam dilakukan setiap minggu.
-
Perendaman dengan Diptrex 0,25-0,50 ppm selama 24 jam.
-
Pengendalian mekanis dengan cara pengambilan langsung dari tubuh ikan.
4. Lymphocystis virus yang disebabkan iridovirus
a)
Gejala klinis
Penyakit
ini biasanya tidak bersifat fatal, terutama pada ikan-ikan yang sudah
berukuran
besar. Penyakit ditularkan secara horizontal melalui air yang terkontaminasi
arus.
b) Pencegahan infeksi virus
b) Pencegahan infeksi virus
Pencegahan
penularan penyakit secara vertikal (dari induk), pencegahan penularan
horizontal
(selama masa pemeliharaan berlangsung) dan peningkatan daya tahan
tubuh.
G. Panen
Ikan
dapat dipanen setelah berukuran 6o0-700 g dengan waktu pemeliharaan 7-1 o
bulan. Sistem panennya secara total. Adapun cara panennya seperti panen ikan di
KJA.
Sumber
: Penebar Swadaya
0 komentar:
Posting Komentar